Masyarakat Diimbau Jaga Aset Tanahnya, Menteri ATR/BPN: Tanah Hasil Program Redistribusi Jangan Dijual

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Hary Sudwijanto dalam wawancara bersama Liputan6.com, Senin (6/11/2021). Foto: humas ATR/BPN

Guna memberdayakan tanah hasil program redistribusi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil melakukan penanaman bibit pohon alpukat di lokasi demonstration plot (demplot), Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Senin (6/12/2021).

semarak.co-Tanah tersebut merupakan bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT Sinar Kartasura yang tepatnya terletak di Desa Kenteng. Usai penanaman bibit pohon, Menteri ATR/Kepala BPN berpesan agar tanah redistribusi yang diberikan pemerintah kepada para petani jangan dijualbelikan.

Bacaan Lainnya

“Kita harapkan pohon alpukat yang ditanam di demplot ini akan menjadi model percontohan penghasil buah alpukat. Namun, harus ada yang mengelola dengan hati,” kata Menteri ATR/Kepala BPN, sebelum menanam bibit pohon alpukat seperti dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Selasa (7/12/2021).

Pasalnya, tanah redistribusi tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi pemerintah kepada para petani yang telah merawat dan menggarap hingga menjadi tanah yang produktif. “Redistribusi ini bagian dari apresiasi pemerintah maka petani penerima punya kewajiban,” ungkap Menteri Sofyan.

Pertama, tidak boleh dijual. Lalu yang kedua, harus diberdayakan dan dimanfaatkan betul. Luas tanah redistribusi yang diserahkan kepada masyarakat seluas 141,5 hektare. Namun, ini menjadi gambaran kondisi masyarakat di Pulau Jawa, yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat.

Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, saat ini Pulau Jawa telah dihuni 170 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan Papua yang luas wilayahnya empat kali lebih besar dari Pulau Jawa dan hanya dihuni oleh empat juta jiwa, cukup meggambarkan kondisi Pulau Jawa yang semakin padat.

“Maka pressure terhadap lingkungan di Pulau Jawa juga semakin besar akibat pemanfaatan lahan sehingga sumber daya air pun semakin terancam oleh karena eksploitasi, ditambah dampak perubahan iklim yang semakin besar,” lanjutnya.

Menteri ATR/Kepala BPN berkesempatan menyaksikan penyerahan bantuan bibit tanaman PT Djarum Foundation pada perwakilan petani dan juga bantuan pengerasan jalan untuk pertanian oleh PT Pertamina. Pada kesempatan sama, ia juga menyaksikan penandatanganan berita acara PT Pertamina dengan Kepala Desa Kenteng Nurtati.

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Jawa Tengah, Dwi Purnama, mengatakan bahwa Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah sudah menyelesaikan sengketa yang sudah berlangsung selama 20 tahun, di atas objek redistribusi tanah di Desa Kenteng ini.

Ia juga menambahkan bahwa kegiatan tersebut merupakan prioritas program Reforma Agraria Presiden Joko Widodo. “Sebagai tindaklanjut juga telah diselesaikan melalui redistribusi tanahnya seluas 141,5 Ha sejumlah 3.261 bidang kepada 1.368 KK,” ujar Dwi Purnama.

Kegiatan penanaman pohon alpukat ini juga dihadiri oleh Bupati Kabupaten Semarang, Ngesti Nugraha; Ketua Tim Kendali PTSL, Hari Nugroho; Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Yulia Jaya Nirmawati; serta Forkopimda setempat.

Kementerian ATR/BPN terus berupaya melakukan penindakan tegas guna menangani mafia tanah, baik dari segi internal maupun eksternal. Tak hanya itu, Kementerian ATR/BPN juga terus mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa waspada dan menjaga aset tanahnya agar tak mudah menjadi sasaran mafia tanah.

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Hary Sudwijanto, memaparkan bahwa mafia tanah adalah sekelompok individu yang bergabung dalam satu kelompok, kemudian melakukan suatu kejahatan melanggar hukum yang menjadikan tanah sebagai objeknya.

“Mafia tanah berkelompok karena dia bekerja tak sendiri, serta tak segan-segan melakukan komunikasi dengan pihak lain, semisal oknum BPN, oknum polisi, oknum jaksa, oknum PPAT dan lain sebagainya,” ujar Hary Sudwijanto dalam wawancara bersama Liputan6.com pada Senin (6/11/2021).

Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi dari Kementerian ATR/BPN, Hary Sudwijanto menjelaskan bahwa rata-rata para pelaku kejahatan pertanahan menggunakan modus pemalsuan dokumen.

Pemalsuan dokumen dilakukan sejak proses awal, semisal para mafia tanah telah mempunyai target untuk menduduki suatu bidang maka dia melakukan koordinasi dengan oknum kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan tanah.

Tak hanya itu, ketika dokumen dibawa ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum PPAT bisa saja tidak melakukan kewajibannya dengan benar. “Seperti seharusnya ada verifikasi oleh pihak yang hadir, tapi ternyata tidak hadir dan dibuat surat keterangan palsu.

Lalu, Akta Jual Beli (AJB) yang ada, dibawa ke BPN. BPN dalam hal ini tak punya kewenangan untuk melakukan pengecekan materiil, apakah ini asli atau tidak. Ketika dokumen sudah dikirim, ya ada asumsi bahwa ini sudah dicek,” terang Hary Sudwijanto.

Selain itu, juga terdapat kasus penguasaan lahan yang bukan milik akibat tanah yang tidak dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup lama. “Karena tidak ada pemanfaatan, tiba-tiba muncul bangunan warung-warung liar semi permanen. Perlahan-lahan gedungnya berubah permanen dan banyak yang menempati,” ujar Hary.

Oleh karena itu, Hary Sudwijanto mengimbau kepada masyarakat untuk betul-betul menjaga aset tanah yang dimiliki. Tak hanya menjaga batas-batas aset tanah, tetapi juga dimanfaatkan dan dikelola dengan baik agar tanah yang dimiliki memberi manfaat dan kemakmuran

Ia juga mengimbau agar masyarakat tak mudah memberikan sertipikat tanah atau memberi kuasa atas sertipikat tanahnya ke sembarang orang yang kurang dipercaya, terutama dalam hal jual beli.

Hary menegaskan kepada masyarakat agar benar-benar memastikan jika pembeli dan/atau penjual memang benar orang yang tepat, alih-alih oknum mafia tanah yang tengah menyamar.

“Lakukan transaksi jual beli di PPAT yang benar-benar dipercaya. Banyak sekali kasus-kasus kejahatan dikarenakan PPAT yang dipilih, ternyata PPAT yang fiktif. Jadi, selektif memilih PPAT agar proses peralihan jual beli menjadi aman,” tegasnya.

Dalam wawancara ini, Hary Sudwijanto menyebut bahwa Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil, sangat tegas dalam memerangi mafia tanah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa strategi yang terus digencarkan oleh Kementerian ATR/BPN.

Salah satunya dengan membentuk tim Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan RI hingga melakukan asesmen secara ketat, bagi posisi-posisi strategis di Kementerian ATR/BPN.

“Setiap tahun, Satgas Anti-Mafia Tanah punya target penyelesaian sebanyak 60 kasus. Jadi, selama 3 tahun ini total sudah ada 180 kasus yang ditangani. Selain itu, kami juga memperbaiki sistem secara internal. Saat ini, jika menduduki posisi suatu jabatan maka diberlakukan asesmen sehingga kita mengetahui bagaimana dedikasi petugas kita di lapangan,” terangnya. (rh/ls/ys/ar/rh/fm/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *