IMF Prediksi Ekonomi Indonesia Tumbuh 8,2%, Faisal Basri: Ada yang Aneh Wong Kebijakan Tangani Corona Serba Tanggung

Faisal Basri ditemui di FGD Penyelesaian Kasus Jiwasraya Terhadap Kinerja Sektor Keuangan dan Kepercayaan Investor di Jakarta, Kamis (12/3/2020). Foto: internet

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengkritik proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) terkait pertumbuhan ekonomi global yang akan membaik pada 2021 karena menurut Faisal itu butuh waktu pemulihan cukup lama akibat wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

semarak.co -“Ada yang aneh dari prediksi IMF yaitu rebound 2021 itu luar biasa jadi melebihi pertumbuhan ekonomi tahun-tahun sebelumnya jadi istilahnya seakan kemerosotan tahun ini dibayarkan penuh plus bonus pada 2023,” kata Faisal Basri dalam diskusi publik secara daring (dalam jaringan) atau online di Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Bacaan Lainnya

Faisal menuturkan IMF terlalu cepat dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi karena dunia masih akan mengalami penyesuaian terlebih dahulu setelah pandemi COVID-19 berakhir.

“Rasanya dunia akan mengalami new normal recovery tidak bisa secepat yang dibayangkan IMF. Orang dan perusahaan akan melakukan adjustment,” ujarnya.

Ia melanjutkan setelah pandemi COVID-19 berakhir juga diperkirakan akan banyak kebijakan pemerintah di berbagai negara yang berfokus pada isu perubahan iklim.

“Ini buat kebaikan umat manusia saya rasa artinya ini proses detoks terjadi dalam ekonomi dunia karena makin banyak pemimpin dunia yang percaya bahwa climate change harus diperhatikan,” kata calon gubernur DKI Jakarta 2012.

Tak hanya itu, ia mengatakan perekonomian juga akan lebih mengandalkan sumber daya manusia yang berkualitas dan penguatan jejaring sosial. “Karena itu saya lihat prediksi IMF masih konservatif dan dunia saya rasa akan lebih buruk dari prediksi IMF dan 2021 tidak akan secepat itu recovery,” katanya.

Sebelumnya, IMF memprediksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh hingga 8,2 persen dan global 5,8 persen pada tahun depan dengan syarat pandemi COVID-19 telah selesai pada pertengahan 2020.

Di bagian lain Faisal Basri melihat dampak wabah virus corona jenis baru atau Covid-19 di Indonesia amat sulit karena belum ditangani maksimal. Bahkan, Faisal Basri menyampaikan, aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga tidak digubris oleh mayoritas penduduk.

“Penanganan Covid-19 nya enggak karu-karuan gitu, kita tidak pernah tahu. Serba tanggung, yang mudik sudah jutaan orang keluar Jakarta baru dilarang PSBB, di Jakarta lihat kemarin lewat kena macet di Pancoran,” ujar Faisal saat telekonferensi di Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Karena itu, akan sangat sulit untuk memperkirakan berapa ongkos negara dalam penanganan Covid-19 dari sisi ekonomi. “Tidak pernah bisa tahu sampai puncaknya tuh kapan dan ongkosnya semakin besar. Kita tidak punya kemampuan untuk mem-backup ekonomi supaya tidak turun terlalu tajam,” kata Faisal.

Menurut Faisal, pemerintah tidak memiliki dana banyak untuk stimulus ekonomi, beda dengan negara maju yang totalnya hingga triliunan dolar Amerika Serikat (AS). “Kita tidak punya kemewahan seperti yang dimiliki Amerika, menggelontorkan dana stimulus 2,3 triliun dolar AS,” terang dia.

Belum lagi 4 triliun dolar AS digelontorkan oleh Fed untuk meningkatkan likuiditas, Faisal mengatakan pemerintah seharusnya melakukan perencanaan dan persiapan penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 sebaik mungkin. Sedangkan, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang keluar itu dinilainya adalah penanganan tentang keuangan negara akibat Covid-19.

Sementara, Faisal menegaskan, penanganan pandemi Covid-19 dari sisi kesehatan tidak jelas siapa yang memimpinnya. “Siapa yang jadi komandan? Luhut (Binsar) Panjaitan atau ketua satgas, atau siapa? Setiap orang bicara mudik,” sindirnya.

Penanganan kesehatan tersebut mengerikan karena semua negara butuh untuk melakukan rapid test atau tes cepat sebanyak mungkin. “Di India bisa banyak, Pakistan bisa banyak, kita cuma 50.000 orang gitu. Ini yang membuat ekonomi akan melakukan reaksi setelah jelas apa yang dilakukan pemerintah,” kata dia.

Karena itu, tidak jelasnya penanganan pandemi Covid-19 inilah yang membuat perekonomian negara semakin susah berapapun banyaknya dana jaring pengaman sosial.

“Berapapun digelontorkan itu seperti ember yang bocor gitu. Itu poin saya yang paling penting, jadi secanggih-canggihnya penanganan ekonomi itu akan sia-sia dengan cara menangani Covid-19 ini secara amatiran seperti sekarang,” pungkasnya. (net/tbc/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *