Rencana Pemerintah Naikkan PPn, PKS Nilai Akan Picu Masalah Baru

Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi & Keuangan (EKUIN) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni. Foto/dok pks.id

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPn) tahun depan atau 2022. Dari 10% menjadi 15% sesuai batas maksimum yang tertulis dalam Undang-undang PPn. Rencana ini sedang digodok untuk kemudian mendapat persetujuan DPR RI.

semarak.co-Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi & Keuangan (EKUIN) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni menilai, menaikan tarif PPN merupakan langkah yang terlalu simplistis. Menurutnya, tidak bisa serta merta PPn dinaikkan tanpa evaluasi menyeluruh terlebih dahulu.

Bacaan Lainnya

“Realisasi penerimaan pajak 2020 adalah Rp1.070 triliun. Atau 89,3 persen dari outlook akhir tahun. Ada shortfall mencapai Rp128,8 triliun,” demikian dikutip nasional.sindonews.com/Jum’at, 28 Mei 2021 – 15:36 WIB dari laman resmi partai pks.id, 28 Mei 2021 – 08.02 WIB.

“Perlu dievaluasi apakah itu disebabkan target pemerintah yang tidak realistis, sistem perpajakan kita yang tidak kompetitif, ada kebocoran-kebocoran atau hal-hal lainnya,” demikian lanjut Farouk.

Seperti diketahui, PPn merupakan pajak yang dipungut negara dalam transaksi jual-beli barang atau jasa wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha yang berstatus pengusaha kena pajak (PKP).

Niatan pemerintah menaikkan PPN ini tak lepas dari realisasi penerimaan pajak yang pada 2020 mengalami kontraksi 19,7% dibanding tahun sebelumnya. Apabila kenaikan PPn disetujui DPR RI, PKS menilai justru itu akan menyulitkan masyarakat.

Kelompok menengah ke bawah yang merupakan mayoritas di negeri ini akan terpukul paling keras. “Yang paling penting adalah memikirkan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Bagaimanapun PPn akan berpengaruh pada harga akhir di tangan konsumen,” kecamnya.

Baik itu konsumen kaya atau miskin, nilai Farouk, masing-masing perlu menambah biaya dari semula 10% menjadi 15% dari total belanja. Maka yang akan terjadi adalah, menurut Farouk, masyarakat kelas atas akan cenderung menahan belanja.

Sementara di sisi lain ekonomi masyarakat miskin makin tertekan, apalagi hingga saat ini banyak dari mereka belum ter-cover bantuan sosial program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Selain itu, lanjut dia, masih ditemukan masalah bansos salah sasaran akibat pendataan, mekanisme penyaluran, pengawasan yang cenderung lemah, dan persoalan korupsi bombastis yang bahkan melibatkan Kementerian Sosial-nya sendiri.

Praktis, kata Farouk, rencana menaikkan PPN hanya akan memperburuk ekonomi secara keseluruhan. “Pemerintah baiknya tidak hanya memikirkan perbaikan isi kantongnya sendiri, melainkan juga kemampuan kantong masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah,” ucapnya.

Peningkatan tarif PPn yang hanya akan memberikan beban lebih kepada masyarakat yang masuk dalam kategori ini. Menurut dia, secara umum tarif pajak yang tinggi justru dapat berpotensi menurunkan kepatuhan dari wajib pajak. Ada kekhawatiran pula bahwa wajib pajak akan berkolusi dengan petugas pajak untuk menurunkan beban pajaknya.

“Apalagi terlepas dari tinggi atau tidaknya beban pajak, masih ada persoalan integritas petugas pajak dan pengusaha kakap yang selalu ingin mengurangi beban pajaknya, yang menyebabkan terjadinya praktik kolusi dan korupsi antara dua kepentingan tersebut,” tuturnya. (net/smr)

 

sumber: sindonews.com di WAGroup ANIES FOR PRESIDEN 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *