Perjuangkan Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Mendes Halim Sudah Siapkan Kajian Akademiknya karena Untungkan Warga Desa

Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar didampingi Sekjen Kemendes PDTT Taufik Madjid, Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan Sugito, Kepala Pusat Data dan Informasi Ivanovich Agusta, Staf Khusus Mendes PDTT Abdul Malik Haramain berdialog dengan para kepala desa dari Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur di Kantor Kemendes PDTT, Jakarta, Senin (16/1/2023). Foto: Wening/Kemendes PDTT

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menegaskan bahwa masa jabatan kepala desa (kades) 9 tahun menguntungkan warga desa karena akan memberikan banyak manfaat.

semarak.co-Kades punya lebih banyak waktu untuk mensejahterakan warganya dan pembangunan desa dapat lebih efektif tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pemilihan kepala desa (pilkades).

Bacaan Lainnya

“Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif,” terang Mendes Halim saat menerima audiensi kepala desa se-Jombang Jawa Timur di Gedung Makarti Gedung Kemendes PDTT, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).

Karena yang nggak produktif tidak cuma kepala desanya, terang Mendes Halim, tapi juga warganya. Fakta konflik polarisasi pascapilkades nyaris terjadi di seluruh desa. Akibatnya Pembangunan akan tersendat dan beragam aktifitas di desa juga terbengkalai.

“Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jd ketua dprd. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” ujar Mendes Halim dirilis humas usai acara melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Selasa pagi (17/1/2023).

Sehingga lanjut Gus Halim, dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan, para pakar menyebutkan ketegangan konflik pascapilkades akan lebih mudah diredam jika waktunya ditambah. Hal ini juga dikaji secara akademis sehingga sesuai antara kebutuhan dan tindakan yang diambil.

Oleh karena itu, terang Mendes Halim, periodisasi tersebut bukan menjadi arogansi kepala desa namun menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan konflik pascapilkades. Selain itu, jika kinerja Kades buruk, masyarakat juga tidak perlu khawatir.

Karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk. Dengan begitu, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk.

“Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan Bupati atau Wali Kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau Bupati dan Wali Kota saja bisa diberhentikan ditengah jalan apalagi Kepala Desa,” jelas Gus Halim, sapaan akrab lain dari Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar.

Untuk diketahui, usulan penambahan masa jabatan Kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periode disampaikan pertama kali oleh Gus Halim saat bertemu para pakar ilmu di UGM Yogyakarta pada MeI 2022. Meskipun formulasi berubah namun batas maksimal jabatan kades tetap sampai 18 tahun.

Saat ini usulan tersebut sedang digodok dan menjadi rekomendasi atas perubahan UU Desa yang berusia sembilan tahun. Gus Halim memastikan akan terus mendukung usulan masa jabatan kades menjadi 9 tahun meskipun dengan proses yang panjang.

Di bagian lain Mendes PDTT Halim mengklaim telah mempersiapkan kajian akademik penambahan masa jabatan Kepala Desa menjadi sembilan tahun dalam satu periode. Sehingga bila sewaktu-waktu usulan tersebut direspon positif oleh DPR RI dan ada perintah dari Presiden Joko Widodo untuk dijalankan, maka Kemendes PDTT telah siap.

“Karena itu bagian dari tugas kita, ketika respon DPR siap dan Presiden perintah maka tidak perlu menunggu lama karena kita sudah siapkan naskah akademiknya, meskipun terus kita kembangkan,” tegas Gus Halim di acara yang sama.

Gus Halim menjelaskan, penambahan masa jabatan tersebut sengaja diusulkan karena selama ini Kepala Desa dinilai kurang efektif bekerja membangun desa, karena disibukkan menyelesaikan konflik yang selalu muncul pascapemilihan. “Wacana 9 tahun itu saya lontarkan sejak bulan Mei 2022, saya sampaikan beberapa permasalahan penyelesaian konflik pasca Pilkades,” ucap Gus Halim

Berdasar hasil beberapa kajian akademik menjelaskan bahwa penyelesaian konflik akibat Pilkades membutuhkan waktu lebih dari satu tahun, begitu juga menyiapkan Pilkades berikutnya butuh waktu satu tahun.

Harapannya, dengan penambahan masa jabatan itu Kepala Desa akan lebih efektif karena waktunya tidak lagi dihabiskan menyelesaikan konflik akibat Pilkades. Namun, mereka juga tetap dibatasi boleh memimpin desa hanya 18 tahun alias hanya dua periode.

“Nah, ketika masa jabatan hanya enam tahun maka untuk menyelesaikan ketegangan pasca Pilkades dua tahun berarti kepemimpinan yang kondusif efektif kurang lebih dua sampai tiga tahun, meskipun tiga periode,” jelas Gus Halim dirilis humas Kemendes usai acara melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Selasa siang (17/1/2023).

Sementara itu, masyarakat juga tidak perlu khawatir dengan gagasan periode sembilan tahun itu, karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk.

Dengan begitu, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk. “Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan Bupati atau Wali Kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau Bupati dan Wali Kota saja bisa diberhentikan ditengah jalan apalagi Kepala Desa,” pungkasnya. (ria/bad/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *