Kerugian Ekonomi Naik 12,76%, Kementerian Bappenas Luncurkan Kebijakan PBI

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Foto: humas Bappenas

Sebagai pedoman penanganan perubahan iklim, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas meluncurkan dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) agar tercipta ketahanan iklim nasional.

semarak.co-Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020, PBI telah menjadi salah satu Prioritas Nasional (PN) 6 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Bacaan Lainnya

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, dalam RPJMN 2020-2024, peningkatan ketahanan iklim ditargetkan dapat mengurangi potensi kerugian ekonomi dari dampak perubahan iklim sebesar 1,15 persen PDB pada 2024.

Kebijakan pembangunan berketahanan iklim, kata Menteri Bappenas Suharso, merupakan implementasi dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Low Carbon and Climate Resilience Strategy, Sendai Framework, dan pemenuhan target Paris Agreement.

“PBI secara paralel juga akan mendukung tercapainya target-target yang telah ditetapkan dalam TPB/SDGs, khususnya Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim yang diharapkan dapat tercapai secara komprehensif di 2030,” jelas Suharso dalam sambutan pada peluncuran secara virtual dari Jakarta, Kamis (1/4/2021).

Ketahanan iklim menjadi sangat penting karena Indonesia terletak pada garis ekuator dan diapit dua samudera sehingga tercipta pola iklim dinamis, yaitu yang berlangsung cepat (rapid onset) dan dalam kurun waktu yang relatif panjang (slow onset).

“Selain kerugian fisik dan material, masyarakat juga berpeluang kehilangan mata pencaharian sebagai dampak negatif dari pola iklim tersebut,” papar Suharso yang juga Ketua umum Partai PPP.

Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas di 2019, kerugian ekonomi untuk empat sektor prioritas RPJMN 2020-2024 diperkirakan sebesar Rp102,3 triliun di 2020 dan Rp115,4 triliun pada 2024 atau meningkat sebesar 12,76% selama lima tahun.

Nilai tersebut belum mempertimbangkan konsumsi, kutip dia, investasi, dan belanja pemerintah sebagai variabel antara yang menghubungkan antara perubahan iklim dengan kondisi makroekonomi, baik di level nasional maupun provinsi.

“Melalui Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim dan Penguatan Ketahanan Bencana, kita berupaya untuk tetap mempertahankan sektor produksi,” imbuh Menteri Suharso dalam rilis humas melalui WAGroup Bappenas Media, Kamis (1/4/2021).

Baik dari kelautan dan pesisir, pertanian, maupun aktivitas perekonomian terkait lainnya yang terdampak. Dokumen PBI yang diluncurkan Kementerian PPN/Bappenas terdiri atas enam serial buku,

Yakni (1) Lokasi Prioritas dan Daftar Aksi Ketahanan Iklim; (2) Kelembagaan Pusat dan Daerah; (3) Peran Lembaga Non Pemerintah dalam Ketahanan Iklim; (4) Sumber-sumber Pendanaan untuk Mendukung Rencana dan Aksi Ketahanan Iklim; (5) Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan; dan (6) Buku Ringkasan Eksekutif PBI.

Serial buku PBI ditujukan sebagai rujukan bagi para pihak dalam melaksanakan PN 6 dalam RPJMN 2020-2024 dan kerangka perencanaan pembangunan nasional berikutnya, terutama untuk penyusunan perencanaan program dan kegiatan ketahanan iklim.

Lalu panduan pembagian kewenangan bagi kementerian/lembaga untuk menghindari duplikasi terkait upaya ketahanan iklim pada sektor prioritas, referensi bagi pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi kementerian/lembaga dalam menilai kontribusi capaian ketahanan iklim terhadap target yang telah ditetapkan dalam RPJMN.

Dan panduan penandaan kegiatan ketahanan iklim pada sistem Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA). Pencapaian upaya ketahanan iklim di pusat dan daerah dimonitor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010.

“Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim bukan sekadar kegiatan adaptasi perubahan iklim, melainkan sebuah terobosan kebijakan dalam upaya reformasi bencana serta upaya menurunkan kerugian ekonomi akibat bahaya iklim,” ujarnya.

Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait, harap Menteri Suharso, sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan dirasakan masyarakat. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *