Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD DKI Jakarta memberikan catatan akhir tahun evaluasi kinerja Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tahun 2023. Kebijakan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru justru menyebabkan menurunnya kinerja pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
semarak.co-Ketua FPKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani menilai, “Kebijakan PJ Gubernur membuat posko pengaduan di Balaikota setiap pagi, dirasakan kurang efektif karena hanya menjangkau sebagian kecil saja. Dan secara tidak langsung mereduksi peran kanal pengaduan online melalui aplikasi JAKI.
Dilanjutkan Yani, FPKS DPRD DKI juga menyayangkan dihapuskannya anggaran pembangunan jalur sepeda. Hal ini tidak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dan komunitas pesepeda serta tidak mendukung upaya meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
Pengurangan subsidi dalam bentuk Public Service Obligation (PSO) untuk PT Transjakarta, dianggap menunjukkan kurang berpihaknya Pj Gubernur pada transportasi publik, yang juga berperan dalam mengurangi kemacetan dan mengurangi polusi udara. Fraksi PKS mengingatkan bahwa pengurangan subsidi ini berpotensi mengurangi layanan bus Transjakarta.
“Mengorbankan PSO untuk Transjakarta untuk mengurangi defisit APBD, adalah hal yang kurang tepat. Masih banyak pos lain yang bisa dilakukan efisiensi, daripada mengorbankan layanan transportasi publik yang banyak digunakan masyarakat untuk aktivitas produktif nya,” ucapnya.
Kebijakan PJ Gubernur Heru yang mengurangi jumlah titik penyediaan jaringan WiFi untuk masyarakat (Jak wifi), juga disayangkan. Sebab, penyediaan Jak Wifi ini diperlukan masyarakat untuk berbagai kebutuhan.
“Banyak masyarakat yang mengeluhkan dihilangkannya Jak Wifi, karena dibutuhkan untuk mengakses berbagai informasi, pendidikan maupun menunjang usaha kecil mereka,” kata Yani dalam keterangan tertulis, Minggu (31/12/2023) dilansir by Humas PKS Jakarta melalui jakarta.pks.id/Dec 31, 2023.
Heru juga dianggap secara sepihak mengurangi jumlah penerima KJP Plus, tanpa sosialisasi yang gencar dan tanpa konsultasi dengan DPRD DKI Jakarta. “Banyak masyarakat yang selama ini merasa terbantu dengan adanya KJP Plus di masa Gubernur Anies Baswedan, terkejut karena nama anaknya hilang sebagai penerima KJP Plus tanpa pemberitahuan sebelumnya,” ucapnya.
Kebijakan Heru untuk me-non-aktifkan peserta BPJS Kesehatan, yang iurannya dibayarkan Pemprov DKI Jakarta (PBI), tanpa sosialisasi terlebih dahulu juga menjadi sorotan FPKS. Banyak masyarakat terkejut, ketika tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, karena kepesertaannya dinon-aktifkan.
“Masyarakat bisa mengaktifkan kembali selama bisa menunjukkan domisilinya masih di Jakarta dan ber-KTP Jakarta. Hal ini sangat merepotkan masyarakat dan menyebabkan masyarakat yang BPJS Kesehatan nya non-aktif, harus membayar sendiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Padahal peserta BPJS PBI ini dari keluarga tidak mampu,” tambahnya.
FPKS juga menyoroti tentang pemberlakuan jalan berbayar yang akhirnya tidak jadi dilaksanakan. “Rencana penerapan ERP ini dinilai tidak didukung kajian yang kuat karena durasi pemberlakuan yang lama dan ruas jalan yang diberlakukan ERP terlalu banyak dan luas,” sambung Yani.
Kemudian, sambung Yani, terkait dengan kebijakan disinsentif parkir kendaraan yang tidak lulus uji emisi, FPKS menilai hal ini sudah diterapkan di beberapa lokasi parkir yang dikelola Pemprov DKI Jakarta.
“Kebijakan ini sangat positif karena akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, namun FPKS meminta agar penerapannya tidak untuk pengguna sepeda motor yang masyarakatnya sebagian besar adalah kelas menengah ke bawah,” paparnya lagi.
Ditambah lagi dengan tidak adanya kebijakan dan program yang serius mengatasi polusi udara. Pemprov DKI melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara masif, razia uji emisi menyiram jalan, sampai menyemprotkan air dari atas gedung pencakar langit, dinilai tidak serius dalam realisasinya.
“FPKS menilai kebijakan tersebut tidak dilakukan secara matang sehingga dalam penerapannya tidak konsisten. Selain itu upaya yang dilakukan tersebut bersifat responsif, tidak strategis, dan tidak berlandaskan bukti ilmiah,” jelasnya.
Terakhir, FPKS menyoroti pelatihan-pelatihan oleh Dinas PPKUKM dan Disnakertrasen yang monoton dan diseragamkan di seluruh wilayah kota. Keinginan FPKS adalah pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di masing-masing wilayah kota.
“Serta link and match dengan BUMD serta perusahaan swasta ditingkatkan. Juga Disnakertransen bisa membuat aturan agar perusahaan-perusahaan di Jakarta mengutamakan karyawan yang ber KTP Jakarta,” tandas Yani. (net/pks/smr)