Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma menilai, tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui rencana Polri merekrut 57 pegawai KPK yang dipecat gara-gara tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), sebagai tindakan yang telat dan cuma lips service.
semarak.co-Informasi tentang persetujuan Presiden Jokowi itu disampaikan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit pada 28 September 2021 lalu. Bahkan Lieus menilai, rencana Polri merekrut eks pegawai KPK menjadi ASN di institusinya menyalahi logika dan akal sehat. Itu tindakan telat dan cuma lips service.
Kalau Presiden memang menaruh perhatian pada nasib 57 pegawai KPK itu, seharusnya dari awal turun tangan dengan menganulir mekanisme TWK yang terkesan dibuat-buat hanya untuk menyingkirkan ke 57 orang itu dari KPK,” sindir Lieus melalui siaran pers tertulis, Sabtu (2/10/2021) seperti dilansir id-times.com/2021/10/02/.
Bagaimana mungkin orang tidak lulus TWK mau direkrut jadi pegawai Polri yang justru menjadikan TWK sebagai syarat utama untuk menjadi pegawai di institusinya, tanya Lieus sambil menjawab sendiri, kalau rencana Kapolri maupun persetujuan Presiden Jokowi atas upaya rekrutmen eks pegawai KPK sebagai tindakan penyelamatan yang telat.
Kalau Jokowi memang mau menyelamatkan KPK dan meningkatkan kinerja lembaga antirasuah itu, kata diaq, seharusnya langsung bertindak ketika salah seorang penyidik KPK yang dinyatakan tak lolos TWK, yakni Harun Al Rasyid, menyatakan bahwa jika dia diaktifkan kembali, dalam waktu singkat dia bisa menangkap tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku yang jadi buronan.
Seharusnya, kata Lieus, saat itu juga Jokowi memerintahkan pimpinan KPK untuk mengaktifkan kembali Harun Al Rasyid sebagai pegawai KPK untuk membuktikan janjinya menangkap Harun Masiku. “Tapi justru hak itulah yang tidak digunakan Jokowi sebagai presiden,” tegas Lieus lagi.
Aktivis yang pernah dijerat kasus makar ini pun mengatakan setuju jika ke-57 eks pegawai KPK yang dipecat gara-gara dinyatakan tidak lulus TWK menolak tawaran menjadi ASN Polri atau menolak tawaran menjadi pegawai BUMN.
Lieus bahkan mendukung para mantan pegawai KPK itu yang telah membentuk organisasi sendiri, yaitu Indonesia Memanggil 57 atau IM 57+ Institute pada 30 September, saat mereka resmi diberhentikan dari KPK. “Saya setuju dengan gagasan itu, karena itu lebih realistis dan bisa lebih bekerja secara independen dalam memberantas korupsi di negeri ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pada 28 September lalu, saat konferensi pers, Kapolri mengatakan kalau pihaknya telah berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk meminta izin merekrut 57 pegawai KPK yang dipecat, dan surat itu telah dibalas Jokowi.
“Tanggal 27 kami mendapatkan jawaban dari Bapak Presiden melalui Mensesneg secara tertulis. Pada prinsipnya, Beliau setuju 56 orang pegawai KPK tersebut untuk menjadi ASN Polri,” katanya. (net/idm/smr)