Guru Besar Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Wega Trisunaryanti MS mengingatkan penyemprotan disinfektan berlebihan malah bisa mematikan bakteri baik yang ada.
semarak.co -“Memang sekarang karena kepanikan yang terjadi karena COVID-19, terjadi penyemprotan disinfektan di lingkungan masyarakat. Termasuk di lingkungan rumah saya,” ujar Wega saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (29/3/2020).
Bakteri sebenarnya bisa mati jika disemprotkan dengan disinfektan dengan kandungan alkohol 70 persen. Masalahnya, ia tidak tahu apakah disinfektan yang disemprotkan masyarakat tersebut mengandung alkohol atau tidak.
“Kalau disinfektan dengan kandungan alkohol 70 persen, bisa menyebabkan bakteri mati. Tapi masalahnya bakteri baik yang bermanfaat juga ikutan mati,” tambah dia.
Misalnya saja, bakteri pembusuk sampah yang berfungsi untuk menguraikan sampah yang ada. Jika bakteri tersebut mati, maka dikhawatirkan sampah-sampah yang ada sulit untuk terurai.
Wega menambahkan bakteri yang ada di alam lebih banyak yang bermanfaat dibandingkan yang jahat. Untuk itu penyemprotan disinfektan harus dilakukan secara berkala dan tidak berlebihan.
“Kalau saran saya, penyemprotan disinfektan silahkan dilakukan saja. Tapi jangan berlebihan. Ini untuk meredakan kepanikan yang ada di masyarakat, dengan penyemprotan ini maka secara psikologis bisa membuat masyarakat tenang,” terangnya.
Meski demikian, Wega belum bisa memastikan bahwa penyemprotan disenfektan sepenuhnya bisa mematikan virus COVID-19. Hal itu dikarenakan ukurannya yang sangat kecil dibandingkan bakteri dan jangkauannya bisa menyebar lebih jauh.
“Kalau kena disinfektan mungkin bisa. Begitu juga kalau kena sinar ultra violet (UV) bisa mati sebenarnya. Akan tetapi kalau penyemprotan disinfektan kalau tidak menjangkau, juga belum tentu mati virusnya,” terang Wega lagi.
Sejumlah pemerintah daerah melakukan penyemprotan disinfektan yang bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran virus COVID-19 di daerah itu.
Wega mengingatkan belum ada riset yang mengatakan bahwa disinfektan biasa yang disemprotkan pada lingkungan sekitar ampuh dalam membunuh virus corona jenis baru atau COVID-19.
“Selama ini belum ada riset yang mengatakan bahwa penyemprotan disinfektan biasa bisa membunuh COVID-19. Untuk itu butuh riset yang seksama juga untuk memastikan virus ini mati atau tidak,” ujar Wega saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (29/3/2020).
Meski demikian, disinfektan biasa ampuh dalam membunuh bakteri baik maupun bakteri jahat. Dengan catatan, disinfektan yang digunakan yang mengandung alkohol 70 persen.
Bakteri dan virus memiliki perbedaan ukuran, yang ukuran bakteri jauh lebih besar dan dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Sedangkan virus biasanya ukurannya lebih kecil dan membutuhkan mikroskop elektron untuk melihatnya.
Wega menambahkan untuk membunuh virus COVID-19 sebenarnya bisa dengan disinfektan dengan kandungan alkohol yang lebih tinggi maupun penyanitasi tangan yang sesuai standar WHO dan BPOM.
“Teman saya mempublikasi jurnal di jurnal internasional, tapi bukan yang bereputasi internasional. Dia mengatakan COVID-19 bisa mati dengan campuran alkohol sekitar 80 persen, 1,33 persen hidrogen peroksida, dan air,” terangnya.
Itu kandungan yang terdapat pada disinfektan atau penyanitasi tangan sesuai standar BPOM dan WHO. “Disinyalir bisa mati dengan campuran alkohol dan hidrogen peroksida,” terang dia lagi.
Penelitian mengenai COVID-19, lanjut dia, terutama di jurnal internasional bereputasi belum terlalu banyak karena COVID-19 merupakan pandemi baru di dunia. Dia juga menyarankan agar penyemprotan disinfektan tidak dilakukan secara berlebihan, karena akan membunuh bakteri baik di alam.
“Penyemprotan disinfektan lebih kepada aspek psikologis, yakni untuk menenangkan masyarakat pada saat merebaknya pandemi global COVID-19,” terang Wega.
Ketua Aliansi Telemedia Indonesia Prof. Purnawan Junaidi mengatakan, ada 3 sumber penularan COVID-19 yang perlu diwaspadai karena kerap dilupakan oleh sebagian orang terutama bagi usia lanjut.
Ketiga sumber penularan itu adalah barang-barang yang dikirim secara daring, uang tunai. dan interaksi antara cucu dan kakek atau nenek (lansia).
“Barang-barang yang kita terima secara ‘online’ itu kan kita tidak tahu bagaimana prosesnya, bagaimana yang ngantar, ini harus kita lakukan sebagai benda terinfeksi,” kata Purnawan dalam dialog di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Minggu (29/3/2020).
Ia mengatakan sumber kedua penularan lainnya yakni uang tunai, karena uang dipegang oleh banyak orang, berpindah dari satu orang ke orang lainnya bisa menjadi media penularan.
Sehingga menurut Purnawan, uang tunai bisa menjadi penularan COVID-19, untuk itu perlu perlakuan khusus saat menggunakan uang tunai. “Uang ‘cash’ itu akan menular dari orang ke orang jadi itu harus ada caranya, kalau saya pegang pakai plastik dan saya taruh di tempat khusus di rumah,” kata Purnawan.
Sumber yang ketiga yakni interaksi antara kakek dan cucu selama di rumah, menurut Purnawan juga agak riskan terjadi penularan, karena kakek termasuk kelompok berisiko usia lanjut.
Sehingga untuk mencegah penularan, kakek atau nenek perlu menerapkan protokol kesehatan selama berinteraksi. “Yang ketiga ini Memang agak riskan juga ya, itu cucu dari segi kesehatan, kalau kakek itu rentan cucu itu biasanya tahan,” kata Purnawan.
“Tapi dia (cucu) menjadi (carrier) jadi sementara hati-hati jika berhubungan dengan cucu jadi kita harus selalu berhati-hati waspada, cuci tangan pakai masker begitu,” kata Purnawan.
Konferensi pers di BNPB kali ini menyiarkan dialog tentang “Mengatasi Kebosanan dan Mengelola Stress disaat ‘Physical Distancing’ dan Isolasi Mandiri” bersama Prof. Purnawan Ketua Aliansi Telemedia Indonesia dipandu oleh pembicara lainnya, Emeldah dari Halodoc dan Anggota Ikatan Psikolog Klinis.
Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 meminta masyarakat tetap tinggal di rumah dan melakukan kegiatan produktif dengan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah.
Selama di rumah, masyarakat diminta tetap menjaga kebersihan diri dengan rajin mencuci tangan sebagai langkah pencegahan penyebaran virus corona memutus mata rantai penularan penyakit COVID-19 itu.
Hingga Sabtu (28/3/2020), DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah penderita COVID-19 terbanyak di Tanah Air dengan 603 pasien, di mana 42 sudah dinyatakan sembuh dan 62 orang meninggal dunia.
Di rentang waktu yang sama, jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia total mencapai 1.155 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 59 pasien dinyatakan sembuh dan 102 meninggal dunia. (net/lin)