Update Positif Corona Jadi 172 Kasus, Ini Alasan BNPB Perpanjang Masa Darurat Corona

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona Achmad Yurianto (kiri) dan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo (kanan) dalam jumpa pers di kantor BNPB, Jakarta, Selasa (17/2/2020). Foto: internet

Update jumlah positif terkena virus corona (Covid-19), terhitung Selasa sore (17/3/2020) menjadi 172 kasus. Sementara jumlah korban meninggal tetap berada di angka lima kasus. Sementara itu, dua pasien baru Covid-19 diisolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara sehingga total pasien yang dirawat menjadi 11 orang.

semarak.co -Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona Achmad Yurianto mengatakan, total saat ini adalah 172 kasus di mana kasus meninggal tetap lima. Penambahan terbanyak  dari Provinsi DKI Jakarta, disusul Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kepulauan Riau.

Bacaan Lainnya

“Secara umum kondisi yang dirawat sudah membaik. Dari sekian pasien Covid-19 sudah ada sembilan yang sembuh dan bisa pulang,” kata Yuri dalam jumpa pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di  Jakarta, Selasa (17/3/2020).

Sementara itu, lanjut Yurianto, masih ada beberapa orang lagi yang menunggu pemeriksaan kedua untuk kemudian dinyatakan sehat dan boleh pulang atau tidak.

“Karena pemeriksaan pertama hari ini dan kemarin sudah negatif sehingga kita tinggal menunggu interval dua hari lagi dan akan kita lakukan pemeriksaan dan apabila negatif juga maka bisa dipulangkan,” kata dia.

Jumlah penderita Covid-19 bertambah terutama sejak Minggu (15/3/2020) tetapi pemulihan pasien juga dalam proses dan beberapa sudah sembuh sementara jumlah meninggal tidak bertambah.

Pada Minggu (15/3/2020) ada 134 orang positif Covid-19 dengan angka kematian lima orang. Kemudian pada Senin (16/3/2020) bertambah 12 kasus menjadi 146 positif Covid-19 dan angka kematian tetap lima.

Di bagian lainm dua pasien baru Covid-19 diisolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta sehingga total pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut menjadi 11 orang.

“Kemarin ada 11 pasien, lalu sudah pulang dua orang yaitu pasien 02 dan 23 itu. Pasien berkurang dua tapi kemudian siang hari dan malam masuk dua pasien baru. Jadi kondisi saat ini kamar kembali penuh diisi 11 pasien di kamar isolasi,” ujar dr. Dyani Kusumo Wardani, Sp.A dalam jumpa pers di RSPI Jakarta Utara, Selasa (17/3/2020).

Berdasarkan hasil laboratium, dua pasien baru tersebut masih dalam status PDP (Pasien Dalam Pengawasan). Dengan demikian, saat ini total pasien virus corona yang dirawat di RSPI berjumlah 11 pasien, terdiri atas tujuh pasien positif COVID-19 dan empat pasien dalam status PDP.

Kondisi kedua pasien baru tersebut, menurut Dyani, dalam kondisi yang cukup baik dan sadar, meski masih mengalami gejala-gejala seperti demam dan batuk. Sebelumnya, RSPI Sulianti Saroso telah memperbolehkan pulang lima pasien yang telah dinyatakan sembuh atau negatif Covid-19.

Pasien tersebut adalan pasien 02, 10, 11, 23 dan 27. Sebelumnya RSPI juga sudah memulangkan dua pasien positif lainnya. Sejak COVID-19 merebak di Indonesia, RSPI Sulianti Saroso telah menangani total 50 kasus, dengan rincian 12 pasien positif, tiga pasien meninggal dan 35 PDP.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akhirnya buka suara perihal alasan memperpanjang status darurat bencana virus corona atau covid-19 dari 29 Februari 2020 sampai 29 Mei 2020.

Staf Khusus Kepala BNPB Egy Massadiah menghimbau kepada masyarakat untuk tidak panik mengenai perpanjangan status darurat virus corona ini. Pasalnya, perpanjangan status darurat ini dilakukan, agar pemerintah bisa melayani seluruh masyarakat Indonesia dengan baik.

“Perpanjangan ini jangan dibuat panik, perpanjangan ini adalah sebagai bentuk kehadiran pemerintah untuk bisa melayani masyarakat,” kata Egy kepada CNBC Indonesia melalui via telepon, Selasa (17/3/2020).

Perpanjangan status darurat bencana covid-19 ini sebagai bentuk mitigasi kepada masyarakat yang sehat agar tidak terjangkit virus corona. Juga agar pemerintah, dalam hal ini BNPB bisa menyiapkan rumah sakit dan dana operasionalnya dalam membasmi virus corona ini.

“Supaya yang sudah kena juga bisa menjalankan perawatan dengan baik dan yang tidak kena agar bisa terhindar. Kalau habis masanya, [otoritas] untuk mengajukan uang tidak bisa dilayani, makanya itu diperpanjang. Tolong perpanjangan status darurat ini untuk memberikan keleluasaan pemerintah, agar pemerintah bisa melayani seluruh masyarakat Indonesia,” tutur Egy.

Sebelumnya, beredar mengenai Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A Tahun 2020 tentang perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia.

Dalam surat tersebut, tertulis bahwa status darurat bencana virus corona atau Covid-19 di Indonesia sejak 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020 dan ditanda tangani oleh Kepala BNPB Doni Monardo.

Berikut keputusan lengkap surat edaran yang ditandatangani Kepala BNPB:

Kesatu: Menetapkan Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.

Kedua: Perpanjangan Status Keadaan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) hari, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020.

Ketiga: Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada Dana Siap Pakai yang ada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Keempat: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Sebagai informasi, hingga Senin (17/3/2020), total pasien positif corona di Indonesia mencapai 134 kasus. Sedangkan korban meninggal sebanyak 5 kasus dan sembuh 8 kasus.

Seperti diketahui, Corona, kata yang paling populer saat ini dan dikenal hampir seluruh penduduk bumi. Organisasi Kesehatan Dunia Di dunia menyebut virus yang merebak di Wuhan, China, tersebut dengan Corona virus disease (Covid) yang ditemukan pada tahun 2019 sehingga sering disebut COVID-19.

Awalnya, keberadaan virus tersebut belum dianggap terlalu serius. Namun, sejak penyebarannya yang masif dan terjadi hampir di seluruh negara, kemudian menjadi perhatian, bahkan terkesan seperti momok yang menakutkan.

Kekhawatiran dan ketakutan itu dinilai cukup manusiawi karena pengaruh atau dampak yang ditimbulkan cukup fatal, yakni kematian. Apalagi yang menjadi korban penularan virus tersebut tidak memandang kelas dan jabatan. Mulai dari masyarakat awam hingga pejabat tinggi.

Berbagai langkah sudah dilakukan pemangku kebijakan di negara masing-masing, mulai dari yang ekstrem seperti memberlakukan lockdown atau mengunci mobilitas orang seperti yang dilakukan Italia (sejak 9 Maret 2020), Denmark (sejak 13 Maret 2020), Filipina (sejak 12 Maret 2020), dan Irlandia (12-29 Maret 2020).

Kebijakan mengunci tersebut belum diberlakukan di Indonesia dan masih berupa pembatasan aktivitas sementara, seperti pengurangan jam kerja di kantor dan bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan libur sekolah selama 14 hari yang jamak diterapkan di Indonesia baru-baru ini.

Libur sekolah

Pemerintah pusat telah mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait ancaman COVID-19 seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Langkah itu diikuti sejumlah pemerintah daerah dengan meliburkan sekolah selama 14 hari.

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kebijakan libur sekolah selama 14 hari itu pertama kali dikeluarkan Pemkab Belitung yang diumumkan langsung oleh Bupati Belitung Sahani Saleh.

Kebijakan itu diambil setelah adanya informasi mengenai warga yang diduga terpapar virus Corona dan dirawat di RSUD setempat. Langkah serupa juga diterapkan Bupati Bangka Tengah Ibnu Saleh dan Wali Kota Pangkalpinang Maulan Aklil yang meliburkan sekolah tingkat SD dan SMP di provinsi yang bergelar “Negeri Serumpun Sebalai” tersebut.

Pemprov Kepulauan Bangka Belitung juga mengeluarkan ketentuan yang melarang seluruh aparatur sipil negara (ASN) untuk dinas luar daerah guna mencegah penyebaran COVID-19 di daerah itu.

“Jika ada ASN yang membandel melanggar larangan ini maka akan dikenakan sanksi sesuai aturan berlaku,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Naziarto.

Libur 14 hari

Lalu, ada apa dengan 14 hari tersebut? Kenapa pemberlakuan liburnya diterapkan selama 14 hari? Itu yang perlu diketahui dan menjadi perhatian masyarakat.

Presiden Joko Widodo telah mengingatkan bahwa peserta didik yang sekolahnya diliburkan untuk tetap belajar, namun dilakukan dari rumah, bukan malah bermain ke tengah kerumunan atau mengunjungi warung internet (warnet).

Presiden menginstruksikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengoordinasikan libur itu dan mengimbau siswa belajar di rumah, sekaligus menggandeng aplikasi belajar daring (online) seperti “Ruangguru”, “Zenius”, “Google”, “Microsoft”, dan “Sekolahmu” untuk memudahkan proses pembelajaran di rumah.

Dalam beberapa video edukasi mengenai COVID-19, dijelaskan bahwa libur 14 hari tersebut sangat penting, namun harus disertai dengan kepatuhan dari masyarakat, terutama kalangan orang tua.

Jika dipatuhi dengan memanfaatkan masa libur itu untuk mengisolasi diri dan keluarga, keberadaan 14 hari tersebut mampu meredam laju pertumbuhan dan penyebaran virus Corona. Dengan kepatuhan terhadap libur 14 hari itu, akan terpotong proses penularannya.

Ketika ada seseorang yang sempat berhubungan dengan orang lain yang dapat menyebabkan infeksi, maka diperlukan waktu selama 14 hari untuk mengetahui kondisi penularannya. Jika tidak terjadi apa-apa, maka seseorang itu boleh dikatakan aman.

Proses pemotongan penyebaran virus tersebut baru akan berhasil jika masyarakat mematuhinya dengan tinggal di rumah selama 14 hari dan keluar rumah hanya untuk keperluan yang mendesak. Jika tidak patuh, libur tersebut justru menjadi jalur baru dalam penyebaran virus Corona.

Contohnya, ketika diberlakukan libur pada tanggal 16 Maret, lalu digunakan untuk jalan-jalan, tidak dapat dibayangkan bagaimana ancaman penyebaran virus tersebut, terutama bagi anak-anak yang ketahanan tubuhnya belum terlalu kuat.

Kemudian, ketika anak-anak tersebut mengalami penularan, lalu masuk sekolah kembali pada tanggal 30 Maret, maka ia akan menularkannya ke teman-temannya yang lain.

Memang, pada saat masuk sekolah belum terlihat gejalanya karena virus membutuhkan masa inkubasi, namun dalam tubuhnya sudah ada virus Corona yang siap untuk ditularkan kepada teman-temannya.

Bayangkan, bagaimana dampaknya jika virus Corona baru yang didapatkan dari jalan-jalan itu tertular kepada guru dan teman-temannya di sekolah. Lalu, guru dan teman-temannya menularkan virus tersebut lagi kepada keluarganya di rumah.

Covid-19 akan mewabah seperti bola salju dan akan menimbulkan dampak yang lebih mengerikan. Jika sudah demikian, libur selama 14 hari yang diberlakukan pemerintah bukannya untuk meredam penularan, justru menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk tertular, sekaligus menularkannya kepada orang lain.

Mari bijaksana memanfaatkan keputusan libur yang dikeluarkan pemerintah agar bangsa ini tidak “menangis darah” hanya karena tidak mampu menahan selera. (net/lin)

 

sumber: cnbc.com/indopos.co.id/net/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *