Berbekal Pinjaman BRI, Hayanah Si Perempuan Tangguh Sukses Berdayakan Wanita di Kaki Gunung Ciremai

Hayanah mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sri Mandiri di Desa Sembawa, Kuningan, pada 2009.

Dari sebuah desa kecil di kaki Gunung Ciremai, terselip sebuah cerita yang bertumpu pada perjuangan tiada lelah. Hayanah, namanya yang mampu menorehkan cerita inspiratif dan membanggakan, tak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga bagi orang di sekitarnya.

Semarak.co – Perempuan berusia 59 tahun itu mampu bangkit dari keterpurukan. Ia bukan seorang pebisnis kaya, bukan pula seorang tokoh besar, tetapi keteguhannya mengubah hidup banyak perempuan lainnya.

Bacaan Lainnya

“Saya selalu menekankan ke teman-teman, ini bukan sekadar usaha, tapi juga cara kita menuntut ilmu dan membantu keluarga,” ujar Hayanah, dirilis humas melalui WAGroup BRI X Jurnalis, Minggu (11/5/2025).

Hayanah dan sang suami sempat mengalami pergolakan ekonomi yang tak mudah. Saat itu, krisis ekonomi 1998 dirinya yang masih tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut terkena dampak.

Alhasil, dia dan keluarga kembali ke kampung halaman di Kuningan, Jawa Barat ketika kondisi yang tak menentu tersebut. Di sana, Hayanah menemukan secercah asa dan harapan untuk membantu keluarga.

Jawabannya terwujud pada 2000. Ubi jalar menjadi sebuah komoditas yang merubah hidupnya. Sembilan tahun berselang, berbekal tekad untuk memberdayakan perempuan di sekitarnya, dia mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sri Mandiri di Desa Sembawa, Kuningan, pada 2009.

Kelompok itu pun kemudian menjadi gerakan kecil yang memberdayakan perempuan desa melalui usaha berbasis pertanian. Pada 2006, Hayanah mulai aktif di program PNPM dan membentuk kelompok Usaha Pengembangan Kecamatan (UPK).

Dari sinilah cikal bakal KWT Sri Mandiri terbentuk pada Januari 2009, dengan dukungan dari Dinas Pertanian setempat. Awalnya hanya ada 20 anggota. Mereka berkumpul, belajar bersama, dan mencoba berbagai cara untuk mengolah ubi jalar.

Banyak eksperimen yang gagal, namun semangat mereka tak pernah surut. Dengan modal patungan Rp5.000 per bulan dan simpanan pokok Rp20.000, mereka mulai memproduksi makanan berbasis ubi jalar.

 

Seiring waktu, semakin banyak ibu-ibu yang bergabung dan kini jumlah anggotanya telah mencapai lebih dari 100 orang, dan produksi KWT Sri Mandiri berkembang pesat.

Di tahun-tahun awal, Hayanah harus berjuang keras memasarkan produk. Awalnya, mereka menjual langsung ke pelanggan, mengandalkan pesanan kecil-kecilan. Namun, titik balik terjadi saat mereka mulai menjalin kemitraan dengan ritel modern.

Kini, produk olahan ubi jalar dari KWT Sri Mandiri telah tersedia di lebih dari 1.400 gerai minimarket di wilayah Cirebon hingga Brebes. Selain itu, mereka juga memasok produk ke toko oleh-oleh dan pelanggan tetap.

Kesuksesan mendorong KWT Sri Mandiri merambah pasar internasional. Produk mereka sudah mulai dikirim ke Malaysia dan Korea. Saat pandemi, pengiriman ke Bali terhenti. Akhirnya, mereka lebih fokus memperkuat pemasaran di wilayah Jabodetabek dan Cirebon.

Selain memberikan dampak ekonomi, KWT Sri Mandiri juga membawa perubahan sosial. Perempuan-perempuan yang dulunya hanya mengurus rumah kini memiliki penghasilan dan kemandirian finansial. Mereka juga membuktikan perempuan bisa berkontribusi.

“Kami bukan hanya mencari uang, tetapi juga ilmu dan kebersamaan. Kami ingin menunjukkan bahwa perempuan punya kekuatan untuk bertahan dan berkembang,” tutur Hayanah.

BRI Beri Pendampingan hingga Permodalan

Pada 2010, Hayana mendapatkan pinjaman awal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI karena tidak memiliki modal dan tidak ada sumber pendanaan lain. Setelah mendapatkan bantuan permodalan dari BRI, mereka mampu mengembangkan usaha hingga skala yang lebih besar.

KUR dari BRI juga digunakan untuk peningkatan kapasitas produksi, termasuk pembelian mesin, pembangunan fasilitas, dan pembelian tanah untuk perluasan rumah produksi. Selain pinjaman, KWT Sri Mandiri juga menerima bantuan peralatan usaha dari BRI Peduli pada 2022.

“Bantuan ini sangat membantu dalam meningkatkan produksi, meskipun kapasitas mesinnya masih terbatas, walau belum bisa memenuhi seluruh permintaan, saya tetap bersyukur karena sudah bisa memproduksi sendiri,” ujar Hayanah.

Hayana berpesan kepada perempuan untuk berani melangkah ke dunia usaha. Baginya, ketakutan dan rasa minder tidak boleh menjadi penghalang. Ia meyakini bahwa berpikir positif dan memiliki tekad yang kuat akan membawa perempuan menuju kesuksesan.

Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menambahkan, BRI berkomitmen  terus mendampingi pelaku UMKM melalui program “Klasterkuhidupku”, dimana tidak hanya  penyaluran pinjaman modal usaha, namun juga berupa pelatihan dan program pemberdayaan.

“Kami percaya, dengan pendekatan yang holistic tersebut, UMKM Indonesia dapat naik kelas dan menjadi pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan”, pungkas Hendy. (hms/smr)

Pos terkait