Pakar Media Sosial (medsos) dan Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi membongkar teknik hoax kubu calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Teknik hoax ini dinamakan context collapse. Artikel ini menjadi pesan berantai di media sosial (medsos), terutama medsos WhatsApp (WA) grup. Apa itu context collapse?
semarak.co-“Menggabungkan dua informasi benar tapi beda konteks (waktu, kejadian, dll) untuk menimbulkan disinformasi disebut context collapse,” jelas Ismail Fahmi melalui akun twitter atau X pribadinya @ismailfahmi, January 19, 2024 yang kemudian dilansir portal-islam.id.
Contohnya pada vidio yang disebarkan kubu Prabowo. Kubu Prabowo meng-EDIT vidio acara Anies Baswedan di Samarinda Kalimantan Timur. Vidionya asli, tapi suaranya sudah diganti dengan suara yang diambil dari acara Prabowo di Batam.
Dalam vidio Anies yang sudah di EDIT itu terdengar suara teriakan massa “PRABOWO…. PRABOWO… PRABOWO!” Vidio editan itu kemudian disebarluaskan dengan narasi “Anies datang ke Samarinda, nama Prabowo yang menggema.”
Padahal suara teriakan Prabowo…Prabowo…! bukan di acara Anies, tapi itu diambil dari rekaman suara vidio acara Prabowo di Batam. Dan vidio acara-acara Anies di daerah (bukan hanya di Samarinda) juga suaranya sudah di EDIT oleh pendukung Prabowo diganti dengan suara teriakan “Prabowo… Prabowo…”.
Itulah yang dinamakan “context collapse”, teknik menipu. Begitulah kelakuan kubu Prabowo: menipu. Cuitan akun @ismailfahmi langsung mendapat banyak respon komentar yang mendukungnya yang tembus ribuan saat berita ini ditayangkan.
Antara lain tertulis cuitan itu, “Yahhh gua nemu video yang asli dong, besok-besok pinteran dikit jadi buzzer. Di akun tiktok pribadinya ada video yg asli kocak pic.twitter.com/MHn4aZLJW8.
Kemudian ada lagi postingan twitt berbunyi: 3littehings (@hii__thereee) January 19, 2024.
Ada lagi tertulis sebagai komentar tanggapan; Dibookmark dulu buat contoh teknik “context collapse”. https://t.co/G6157A7ojh.
Terbaru diberitakan, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Abraham Samad di kanal YouTube “Speak Up”, Ahli Hukum Tata Negara Feri Amsari mengungkap modus kecurangan yang terencana untuk Pilpres 2024.
Menurut Amsari, lembaga survei fokus pada isu bahwa seseorang bisa memenangkan satu putaran dengan hanya memperoleh suara 50% lebih, meskipun syarat yang sebenarnya jauh lebih kompleks berdasarkan Pasal 6a ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
Amsari menjelaskan bahwa calon harus memenuhi tiga kriteria, termasuk memperoleh suara 50% lebih dan memenangkan setidaknya 20 provinsi dari total 38 provinsi. Namun, ia menyoroti bahwa pertarungan sebenarnya terjadi di Sumatera.
Di mana Presiden Jokowi disebut telah menggunakan strategi kecurangan dengan menambah jumlah provinsi baru seperti Papua. “Presiden Jokowi sudah ngakalin kita nih, menambah jumlah provinsi baru dan langsung ikut Pemilu di Papua, ini bagian dari kecurangan,” ujar Amsari dilansir kontenislam.com/JANUARI 21, 2024 dari artikel asli viva.co.id.
Ia menekankan bahwa strategi ini bertujuan untuk meningkatkan sebaran jumlah provinsi, terutama di Sumatera, yang dianggap sebagai basis dukungan yang vital. Amsari mengingatkan bahwa mendapatkan kemenangan dengan memenangkan 20 provinsi dengan setidaknya 20% dukungan tidak semudah yang terjadi pada masa pemerintahan Pak SBY.
Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap manipulasi data survei yang mungkin terjadi untuk mencapai target ini, mirip dengan skema yang terjadi dalam pemilihan presiden di Amerika. “Kita harus waspada di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Manipulasi data bisa membuat skema baru permainan, dan kita harus tetap waspada,” tegas Amsari.
Feri Amsari mengungkapkan bahwa kecurangan bukan hanya terjadi pada tahap perhitungan suara, tetapi juga pada tahap sebelumnya, terutama dalam penentuan pejabat daerah. Melalui situs “www.kecurangan.com”, Amsari memaparkan titik rawan kecurangan yang berkaitan dengan kebijakan dan tindakan aparat.
Salah satu korelasi yang ditemukan adalah penggunaan aparat, khususnya penentuan pejabat kepala daerah oleh Presiden Jokowi. “Gubernur kita beri warna orange, kita lihat 20 gubernur yang sudah menjadi pejabat, itu merata di setiap pulau,” imbuhnya.
Dilanjutkan Amsari lagi, “Tapi begitu kita kasih warna daerah-daerah yang terdiri dari penjabat bupati dan walikota penuh tuh, dari Sabang sampai Merauke sudah ada penjabat yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo.”
Amsari menyoroti bahwa penentuan pejabat ini memiliki korelasi dengan kecurangan, terutama terkait larangan kepala desa mendukung salah satu pasangan calon. Peta yang disajikan oleh Amsari di situs www.kecurangan.com menunjukkan dari 198 kepala daerah yang ditunjuk, mayoritas memiliki kaitan dengan Presiden Jokowi.
“Kepala desa yang mendeklarasikan pilihan Jokowi sudah pasti tidak akan diberi sanksi, wong kepala daerahnya adalah orang Jokowi. Mana ada kepala desa yang kena sanksi setelah mereka mendeklarasikan dukungan ke presiden pilihan Pak Jokowi,” ujarnya.
Hal ini menciptakan lingkungan di mana larangan dan sanksi terhadap kepala desa yang mendeklarasikan dukungan menjadi tidak efektif. Amsari juga menyebut pentingnya pendidikan kepada publik untuk mendokumentasikan kecurangan.
Terutama melalui media berbasis visual seperti video dan foto. “Kita sedang mendidik publik bagaimana untuk mendokumentasi kecurangan. Kalau publik yang merasa ditekan melaporkan, itu akan potensial membantu kita merawat demokrasi,” katanya.
Dengan penjelasan yang tajam dan penuh analisis dari Feri Amsari, situs www.kecurangan.com menjadi sumber informasi penting bagi publik yang ingin memahami potensi kecurangan dalam proses pemilihan dan mengambil langkah-langkah preventif.
Wawasan Amsari mengenai titik rawan kecurangan dan korelasinya dengan penunjukan pejabat daerah memberikan sudut pandang yang mendalam dan relevan terhadap dinamika politik di tanah air menjelang Pilpres 2024. (net/kon/smr)
sumber: kontenislam.com di WAGroup 2# AMPERA~IND.PUSAT (postSabtu20/1/2024/yazidbustomi) dan kontenislam.com di WAGroup FRM BERBAGI KEBAIKAN UM (postMinggu21/1/2024/ustadzsulaeman)