Kemampuan Perusahaan umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dalam menyerap gabah hasil panen petani dipertanyakan anggota DPR RI. Padahal sebagai BUMN pangan, Bulog diberi tugas utama untuk menyerap hasil panen petani.
semarak.co-Di sejumlah daerah, seperti Indramayu saat ini harga gabah cenderung turun berkisar Rp3000-3.500 per kilogram (kg). Harga ini jauh di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah. Di Ngawi Jawa Timur dan Demak Jawa Tengah harga rata-rata GKP di bawah Rp4.000 per kilogram.
Data itu seperti diungkapkan Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah, pertengahan Maret 2021. Selama ini Bulog ditugaskan pemerintah untuk membeli gabah dengan harga yang sudah ditetapkan.
Menurut Permendag Nomor 24 Tahun 2020, Bulog hanya bisa menyerap gabah dengan kadar air maksimal 25 persen dan seharga Rp 4.200 per kilogram. Anjloknya harga gabah petani yang masih di bawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah) ini menuntut peran Bulog sebagai lembaga yang diberi tugas mengamankan harga beras dan gabah petani.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, Bulog seharusnya mampu membeli sesuai HPP yang sudah ditetapkan sehingga harga gabah tidak anjlok. Namun melihat kenyataan di lapangan dimana harga gabah anjlok, tentu layak dipertanyakan kemampuan Bulog dalam membeli atau menyerap gabah dari petani sesuai HPP.
Dedi juga berpendapat bahwa Bulog semestinya mampu membeli gabah petani untuk menjaga stabilitas harga serta mengamankan cadangan pangan nasional. Selain tidak mampu membeli gabah dari petani sesuai harga, Bulog juga disebut tidak mampu menjual beras yang disimpannya selama ini.
“Banyaknya penumpukan beras di gudang lebih disebabkan karena Bulog tidak bisa menjualnya. Prinsip dasarnya selain tidak mampu membeli, Bulog ternyata juga tidak mampu menjual berasnya,” ungkap Dedi dari Fraksi Golkar DPR.
Akhirnya terjadi penumpukan beras di gudang hasil pembelian tahun 2018, kutip Dedi, bahkan sekitar 100 ribu ton beras Bulog mengalami turun mutu atau bisa disebut busuk.
“Banyaknya beras yang busuk itu juga disebabkan karena Bulog tidak memiliki gudang penyimpangan yang memadai. Selama ini beras Bulog hanya disimpan di atas lantai lalu ditutup pakai palet,” tutur mantan Bupati Karawang.
Bulog selama ini, nilai Dedi, hanya mampu menjual atau menyalurkan berasnya saat pemerintah memberikan penugasan terkait program Bantuan Sosial (Bansos) lewat beras.
Dedi melihat hal ini sebagai kegagalan Bulog dalam menjalankan tugasnya, yakni tidak mampu beli beras dan gabah juga tidak mampu menjual beras. Padahal dua tugas ini sudah diamanatkan oleh pemerintah.
“Sehingga ini menjadikan problem pada dunia perberasan kita. Harga gabah menjadi turun karena tidak terserap. Selain itu ketersediaan pangan bisa terancam karena cadangan beras di Bulog mengalami penurunan kualitas atau busuk,” ucap Dedi. (net/smr))
sumber: beritabuana.co/laraspostonline.com di WAGroup Guyub PWI Jaya