Presiden Jokowi Terbitkan Perpres 14/21 Berisi Ancaman Masyarakat yang Tolak Vaksin Covid-19

ilustrasi suntikan vaksin. foto: internet

Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengatakan pemerintah sebaiknya tak memberikan sanksi kepada warga yang menolak diberikan vaksin Covid-19. Dicky mengatakan program vaksinasi Covid-19 harus memiliki prinsip voluntary atau bersifat sukarela dari masing-masing individu dan tak bisa dipaksakan.

semarak.co-Pemaksaan justru dinilai kontraproduktif. Menurutnya, yang mestinya dibangun pemerintah adalah komunikasi yang sifatnya persuasif tentang vaksin Covid-19, bukan pemaksaan.

Bacaan Lainnya

“Sebetulnya prinsip vaksinasi itu harus voluntary, tidak mewajibkan dalam artian ada hukuman, karena itu cenderung kontraproduktif. Yang harus dibangun adalah trust dengan strategi komunikasi risiko yang tepat oleh pemerintah,” kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, (Minggu 14/02/2021 12:07 WIB).

Dicky juga menyinggung soal hukuman sanksi berupa penundaan bahkan penghentian bansos atau jaminan sosial karena menolak vaksin Covid-19. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak tepat dan justru berpotensi menimbulkan reaksi negatif.

“Apalagi ini berhubungan dengan program-program kepada warga miskin, saya kira tidak tepat jika strateginya seperti itu (penundaan bansos). Kalau belum apa-apa sudah supresi, sudah mewajibkan, berpotensi reaksi selanjutnya, apalagi mahasiswa kita kritis,” ucap Dicky.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penganggulangan Pandemi Covid-19, pada Senin 5 Oktober 2020.

Dalam beleid tersebut, tertulis ancaman sanksi bagi warga sasaran vaksinasi Covid-19 yang melakukan penolakan. Sanksi tersebut diantaranya penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bansos, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, atau berupa denda.

Sasaran vaksinasi Covid-19 sendiri sebanyak 181 juta warga untuk memenuhi herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap Covid-19. Dibutuhkan sekitar 426 juta dosis vaksin Covid-19 untuk mencapai target tersebut.

“Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dapat dikenai sanksi adminstratif,” tulis Pasal 13A ayat (4) Perpres 14/21 dikutip Okezone, Minggu (14/2/2021).

Sanksi adminsitratif bagi masyarakat yang menolak vaksin berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Kemudian, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda.

Perpres 14/21 ini tak secara rinci mengatur denda bagi masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19. Namun, dalam Pasal 13B menetapkan bahwa masyatakat yang menolak vaksin Covid-19 bisa dijerat dengan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

“Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19, yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular,” tulis Perpres 14/21 Pasal 13B.

Sementara itu, Pasal 13A ayat (1) mengatur Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan pendataan dan menetapkan sasaran penerima vaksin Covid-19. Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud Pasal 13A ayat (1) wajib mengikuti vaksinasi Covid-19.

“Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin Covid-19 sesuai dengan indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia,” bunyi Pasal 13A ayat (3) dilansir okezone.com (Minggu 14 Februari 2021/12:57 WIB).

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan alasan adanya pemberlakuan sanksi bagi sasaran vaksin Covid-19 yang menolak divaksinasi. Dia mengatakan bahwa vaksinasi adalah upaya pengendalian pandemi covid-19. Dimana untuk mencapai kekebalan komunal harus mencapai jumlah tertentu.

“Alasannya adalah Covid ini adalah pandemi. Salah satu cara pengendaliannya adalah dengan vaksinasi untuk menimbulkan herd immunity yang merupakan perlindungan kolektif. Untuk mencapai herd immunity itu diperlukan jumlah yang cukup dari anggota masyarakat divaksinasi,” katanya, Minggu (14/2/2021).

Ditanyakan apakah pemberlakuan ini karena ada masyarakat yang menolak divaksin, Wiku mengaku belum dapat memastikannya. “Saya belum update dengan survei terkini,” ujarnya.

Namun begitu dia memastikan bahwa pemerintah tetap akan mensosialisasikan pentingnya vaksinasi covid-19. “Pemerintah selalu menggencarkan vaksinasi karena itu kebijakan penting untuk melindungi rakyat Indonesia,” tuturnya. (net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *