PT Freeport Indonesia yang telah berproduksi selama puluhan tahun pun wajib melaksanakan aturan ini bila status kontraknya berubah dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK. Divestasi saham tersebut pertama-tama ditawarkan ke Pemerintah Pusat, Pemda dan Pemprov, Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika tidak ada yang berminat membelinya, maka akan dilepas melalui IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Sutanto mengatakan pihaknya tertarik dengan hal tersebut. Ia akan mempelajari dan menganalisa apakah pembelian saham Freeport akan memberikan keuntungan atau tidak. “Ya kita akan analisa dan kita akan evaluasi, akan kita lakukan assessment. Sepanjang itu memberikan imbal hasil yang memadai dan memenuhi regulasi yang ada, ya kenapa tidak? Kita membuka diri untuk hal tersebut,” kata Agus Sutanto, di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa, (31/1).
Ia menyebut BPJS Ketenagakerjaan bisa melakukan investasi membeli saham Freeport karena sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).
Dalam aturan itu, BPJS Ketenagakerjaan bisa melakukan pengelolaan aset dana Jaminan sosial ke beberapa instrumen investasi. Instrumen tersebut di antaranya saham yang tercatat dalam Bursa Efek. “Jadi boleh dan tidak itu sudah ada ketentuan di dalam pengelolaan investasi kita. Itu ada di PP 55/2015, sepanjang itu dalam koridor ketentuan peraturan perundangan itu ya kita bisa,” ujarnya.
Ia menyebut pihaknya saat ini masih mempertimbangkan akan membeli saham Freeport atau tidak. Nantinya akan diputuskan melalui kajian terlebih dulu. “Kalau untuk saham divestasi kita akan evaluasi lagi, tapi kita belum tentu menyerap, hanya kita membuka diri dan kita akan lakukan kajian dan sesuai hasil kajian itu akan kita ambil keputusan,” tutupnya. (dtf/lin)