Taipan Dicap Bisa Ngatur Kebijakan, Rizal Ramli: Rezim Ini Bekerja untuk Oligarki

Ekonom Senior Rizal Ramli. Foto: ist

Arah kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir semakin disoroti dan mendapat kritik banyak pihak. Pertanyaan tentang, apakah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan memihak kepada publik? menjadi satu hal yang dijawab ekonom senior Rizal Ramli.

semarak.co-Ekonom Rizal Ramli menilai, rezim Presiden Jokowi sekarang bekerja untuk oligarki hingga orang-orang kaya yang dapat mengatur kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang menguntungkan mereka.

Bacaan Lainnya

Sebagai contoh konkret dari kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat, terang Rizal Ramli, adalah dinaikannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan di sisi yang lain, oligarki dan pihak-pihak asing pajaknya diberi diskon.

“Rezim ini bekerja untuk oligarki, untuk orang yang kaya, super kaya, mereka kaya berkali-kali lipat, karena mereka berhasil membeli, mengatur kebijakan,” ujar RR, sapaan akrab Ekonom Rizal Ramli dalam siaran langsung akun YouTube Dr Rizal Ramli dilansir eramuslim.com – Rabu, 12 Rabiul Awwal 1443 H /20 Oktober 2021 14:15 WIB.

Berbeda halnya dengan zaman Presiden Soeharto. Kalangan bisnis dan taipan yang berpengaruh dalam bidang ekonomi dan bisnis, saat itu mereka tidak bisa mengatur kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah. Begitu juga, lanjut RR, di zaman Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

“Para kalangan bisnis maupun taipan tidak berani mengatur kebijakan. Zamannya Mba Mega, Mba Mega kan orangnya mohon maaf ya, lebih enggak mau diatur lagi, lebih enggak bisa taipan ngatur-ngatur dia. Zaman SBY juga sama,” kata RR mantan Menteri Kemaritiman era Presiden Jokowi.

Akan tetapi, di zaman Jokowi baru pertama kali RR melihat para oligarki bisa mengatur arah kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah. “Misalnya pesan supaya ada UU Mineral, supaya yang punya konsensi batubara diperpanjang 10 tahun plus 10 tahun,” imbuhnya.

Ditambahkan RR, “Nilainya pertambahan konsensi otomatis itu, puluhan ratusan miliar dolar. Pesan royalti batubara dikurangi, itu kerugian negaranya puluhan triliun. Pesan supaya Omnibus Law ada, supaya kesejahteraan buruh berkurang dan lain-lainnya berkurang.”

Jadi, kata RR, para taipan atau oligarki sekarang ini bisa memesan dan menyiapkan draf UU. Sedangkan Presiden dan para menterinya tinggal menjalani pesanan tersebut. Para oligarki, orang kaya maupun taipan kata RR, tidak bermain pada level proyek pemerintah. Akan tetapi, bermain di level kebijakan.

“Yang main proyek itu orang bisnis yang masih sedang mau naik kelaslah. Tapi, kalau oligarki yang gede-gede, taipan yang gede-gede, mereka udah punya bisnis macam-macam, mereka enggak perlu proyek lagi, kecil itu proyek. Misalnya project segede-gedenya paling Rp 5 triliun, untungnya 10 persen dari project, kan cuma Rp 500 miliar,” tutur RR mantan Menko Ekuin era Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur,

Dilanjutkan RR, “Tapi kalau mereka berhasil memesan UU Mineral supaya dapat pertambahan konsensi 20 tahun, itu nilainya ratusan miliar dolar, enggak ada apa-apanya proyek. Proyek itu yang main pribumi biasanya, atau teman non pribumi yang masih naik kelas. Atau pesan UU supaya dihapuskan royalti batubara.”

Sehingga masih kata RR, keuntungan dari mengatur kebijakan buat para oligarki jauh lebih besar keuntungannya dibanding mengerjakan proyek pemerintah. “Sementara rakyat yang miskin makin anjlok ke bawah,” pungkasnya. (net/mol/smr)

 

eramuslim.com dari rmol.id di WAGroup INDONESIA ADIL MAKMUR (postRabu31/8/2022/)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *