Opini by Embie C Noer
Tahun 1998, saat Presiden BJ Habibie memasuki ruang sidang DPR, ada suara riuh bernada ‘mencemooh’. Saya protes keras! Saya tulis surat terbuka di harian Republika. Karena surat itulah bang Makmur Makka berkirim surat secara pribadi kepada saya, menyatakan ungkapan terimakasih. Itu kenangan indah di tengah situasi yang masih terasa ‘pucat-pasi’.
Sejak saat itu hati saya cemas. Saya seperti seorang yang kehilangan ‘altar suci’, tempat untuk menambatkan seluruh persoalan besar budaya sosial politik dan ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia. Sehingga di masa depan yang ada adalah keributan dan rebutan yang tak kunjung padam.
Sampai saat ini saya masih terus melawan setiap rasa cemas seperti itu datang dengan meyakini, bahwa kecemasan seperti itu tidak perlu ada, karena kita adalah bangsa besar. Bangsa yang memiliki kesombongan setinggi langit dan kerendahatian sedalam lautan. Sehingga segala hal dapat dijangkau untuk diselesaikan.
Gejolak sosial yang terjadi saat ini pun bukan alasan, untuk menyimpulkan bahwa kita telah gagal. Saya yakin tak semudah itu menjadikan bangsa Indonesia ‘terurai’ seperti yang dikhawatirkan oleh mendiang Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Saya yakin.
Embie C Noer Rumli Adnan 2017
Dikutip atas seizin penulisnya dari FB, Senin (13/11)