Wabah virus corona jenis baru atau Covid-19 di Jakarta kian mengkhawatirkan. Selain karena kasus positif yang terus meningkat, kini para tenaga medis yang berada di garda terdepan dalam memerangi corona, mulai kewalahan juga. Kualitas alat medis dan standar keamanan penggunaan alat pelindung diri (APD) dipertanyakan.
semarak.co -Betap tidak, hingga kini tercatat sudah ratusan dokter dan tenaga medis yang tumbang karena terinfeksi virus corona. Dari 150 tenaga medis yang positif Covid-19 di DKI, dua orang telah meninggal dunia. Makin banyaknya tenaga medis yang terserang virus corona membuat
Sekretaris DPD Gerindra DKI Jakarta, Husni Thamrin menyebut tingginya jumlah korban tenaga medis yang terifeksi virus corona, sebut Thamrin, harus menjadi alarm keras bagi pemerintah, khususnya Menkes dr. Terawan Agus Putranto tentang kualitas alat medis dan standar keamanan penggunaan APD untuk tim medis yang berjuang di garis depan.
“Bertambah yakin saya bahwa Menkes (Terawan) perlu membentuk Tim Pemantau Mutu Pelayanan Medis Covid-19 berjenjang di semua instansi terkait. Sebab APD sudah dibantu tapi faktanya masih banyak yang tumbang bahkan jumlahnya semakin meningkat,” kata Thamrin kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (11/4/2020).
Thamrin mensinyalir, dalam kasus ini ada dua kemungkinan kesalahan atau kekeliruan yang mendasar dalam menangani penyakit yang sangat menular itu. Pertama, terkait kualitas atau kemanan alat yang tidak memenuhi standar WHO, atau kedua, karena penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat di lapangan.
“Artinya, kemungkinannya hanya dua itu, tenaga medis melaksanakan tidak sesuai SOP (Standard Kperasional Prosedur) atau APD yang tidak memenuhi persyaratan medis. Itulah yang harus dipantau oleh Tim Pemantau,” tegas Thamrin.
Selanjutnya, dia juga menyoroti insiden penyemprotan disinfektan yang memakan korban di Surabaya, Jawa Timur. Di wilayah Walikota Tri Rismaharini alias Risma itu, seorang pria nyaris buta. Dia mengalami pecah pembuluh darah mata.
Padahal, menurut Thamrin, Kemenkes dan WHO sudah memperingatkan tentang bahaya cairan disinfektan apabila mengenai tubuh manusia. Karenanya, Thamrin pun menyayangkan, ternyata tak semua daerah mengindahkan imbauan WHO dan Kemenkes tentang penggunaan cairan disinfektan tersebut.
“Bukti penyemprotan itu tidak sesuai persyaratan medis dan SOP dalam menangkal Covid-19. Selain itu di tengah masyarakat saat ini juga banyak beredar penjualan APD yang tidak sesuai standar kemanan medis. “Banyak penyedia APD secara home industry yang lebih berorientasi bisnis tanpa pengawasan medis,” bebernya.
“Sebagai contoh, saya beli Hand Sanitizer ternyata PH 2.5 tertulis di kertas lebelnya. Sedangkan virus corona PH 6 yang hancur dengn yang Alkalis, artinya PH harus di atas 6. Dan itu banyk beredar di tengah masyarakat tanpa kontrol BPOM atau instansi terkait,” tutupnya. (smr)
sumber: kronologi.id/