Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (RDK OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan Juli 2019 dalam kondisi terjaga di tengah perlambatan ekonomi global dan peningkatan tensi perang dagang AS-Tiongkok.
Sektor jasa keuangan domestik terpantau resilient dengan pertumbuhan intermediasi yang positif dan profil risiko lembaga jasa keuangan yang manageable. Tingkat inflasi yang berada di bawah target, penurunan volume perdagangan global yang disertai dengan performa manufaktur yang menurun, mengkonfirmasi perlambatan ekonomi global.
Advanced Economies maupun Emerging Market mengambil kebijakan yang lebih akomodatif dan diprediksi masih akan berlanjut akhir tahun ini. Di sisi lain tensi perang dagang AS-Tiongkok yang semakin meningkat turut pula mendorong meningkatnya volatilitas dan tekanan di pasar keuangan global.
Di tengah perkembangan global tersebut, IHSG pada Juli 2019 relatif stabil dan naik tipis 0,5% mtm dengan investor nonresiden membukukan net sell tipis sebesar Rp257 miliar.
Sementara itu, pada periode tersebut pasar obligasi masih mencatat penurunan yield rata-rata sebesar 20,4 bps dengan investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp24,3 triliun.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis Anto Prabowo mengatakan, dengan semakin meningkatnya tensi perang dagang AS-Tiongkok pada bulan Agustus terutama pasca devaluasi Yuan terhadap USD dan meningkatnya flight to safety investor global, pasar keuangan domestik mengalami koreksi.
IHSG pada 23 Agustus 2019 tercatat melemah sebesar 2,11% (mtd) di level 6.255,6 sementara yield pasar obligasi tercatat meningkat rata-rata sebesar 1,5bps(mtd). Investor nonresiden membukukan net sell di pasar saham dan SBN sebesar Rp12,6 triliun (mtd).
Namun demikian, kutip Anto, secara ytd IHSG dan pasar SBN masih mencatat kinerja yang positif, dimana IHSG menguat 0,99% dan yield turun 76,5bps. Investor nonresiden juga masih mencatat net buydi pasar saham dan SBN sebesar Rp175,6triliun secara ytd.
“Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan tercatat tumbuh positif di Juli 2019. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan sebesar 9,58%yoy, dengan kredit investasi yang masih tetap tumbuh double digit di level 13,75% yoy,” ujar Anto dalam rilis Humas, Rabu (28/8/2019).
Sementara itu, pertumbuhan piutang pembiayaan walaupun masih mengalami moderasi tetap tumbuh di level3,8% yoy. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan dalam tren meningkat dantumbuh sebesar 8,04% yoy.
Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan giroyang mencapai9,68% yoy.Sementara itu, sepanjang Januari s.d.Juli 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp104,25triliun dan Rp58,87triliun.
Sampai 26 Agustus 2019penghimpunan dana melalui pasar modal mencapai Rp120,8 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp113,8 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 30 perusahaan dengan pipeline penawaran sebesar 34 emiten dengan total penawaran sebesar Rp22,51 triliun.
Lembaga jasa keuangan mampu menjaga profil risiko pada level yang manageable. Risiko kredit perbankan berada pada level yang rendah, tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankansebesar 2,55% (NPL net:1,16%).
Sementara itu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan sedikit turun ke level 2,74%(NPF net: 0,53%). Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,64%, di bawah ambang batas ketentuan.
Likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 193,7% dan 93,34%, di atas ambang batas ketentuan. “Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi,” imbuhnya.
Capital Adequacy Ratio perbankanperbankan sebesar 23,37%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 314% dan 663%, jauh diatas ambang batas ketentuan.
“OJK senantiasa memantau dinamika ekonomi global dan memitigasi dampak kondisi yang unfavourable terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik terutama terkait dengan profil risiko likuiditas dan risiko kredit,” ujar Anto.
OJK juga, lanjut dia, terus memperkuat koordinasi dengan para stakeholder untuk memitigasi ketidakpastian eksternal yang cukup tinggi, menjaga kontribusi sektor jasa keuangan dalam pembangunan, dan menjaga stabilitas sistem keuangan. (lin)