Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nasional Selamatkan Demokrasi menyebutkan Pemilu 2019 tidak berlangsung secara jujur dan adil (jurdil). ikut hadir Komjen Pol (purn) Sofjan Yacoob, Irjen Pol (Purn) Benyamin, Mayjen TNI (purn), Lieus Sungkharisma, dll.
Salah satu tokoh Gerakan Nasional Selamatkan Demokrasi Said Didu menyebutkan, kecurangan-kecurangan yang terjadi di Pemilu 2019 telah disusun secara terstruktur dari dalam sistemik kekuasaan.
“Kecurangan sudah sangat terstruktur. Karena dilakukan oleh lembaga negara yang memiliki struktur, sistematis yang dilakukan secara sistemik dan massif, yaitu terjadi di berbagai daerah seluruh Indonesia bahkan di luar negeri,” kata Said Didu pada wartawan di kawasan SCBD, Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (20/4).
Said Didu menyinggung soal dugaan 17,5 juta pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak valid. Laporan tersebut telah disampaikan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kenapa sudah terstruktur, mulai perencanaan, DPT tidak selesaikan 17 juta lebih. Sampai terlibat secara nyata gubernur, bupati, lurah, camat, dan RW, RT secara nyata dan itu bagaikan penonton sudah teriak semua, wasit tidak mau semprit peluit,” ucap Said Didu, mantan sekretaris kementerian (Sesmen) BUMN.
Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) juga mengatakan hal senada bahwa Pemilu 2019 tidak sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber, Jurdil).
“Luber tidak terpenuhi, apalagi Jurdil. Dasar pemilu tidak terpenuhi, maka untuk apa pemilu? Maka untuk kami, kecurangan, terstruktur, sistemik, masif, itu karena prinsip Luber dan Jurdil tidak terpenuhi,” imbuh Bambang.
Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) era SBY Jumhur Hidayat menambahkan, hanya gerakan rakyat yang bisa melawan kecurangan. “Hanya gerakan rakyat yang dapat menghentikan dan melawan kecurangan,” ucapnya. (lin)
sumber: indopos.co.id