Satu lagi Amicus Curiae untuk MK, Kali ini dari APDI

Roy Suryo saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi soal Kejahatan Pemilu Curang. Foto: repelita

Oleh Dr. KRMT Roy Suryo *)

semarak.co-Setelah 303 Profesor dan Guru Besar, kemudian 159 Budayawan dan Seniman, Guru Besar FH UI, LSJ FH UGM bahkan Megawati Soekarnoputri menulis Amicus Curiae, hari ini, Selasa, 16/04/24) APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) yang terdiri dari beberapa Pakar IT Independen, IA-ITB / Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, KAPPAK/Keluarga Alumni ITB Penegak Pancasila dan Anti Komunis, TPDI / Tim Pembela Demokrasi Indonesia, KIPP/Komite Independen Pemantau Pemilu dan Perekat Nusantara menyampaikan juga Amicus Curiae

Bacaan Lainnya

Berkas Amicus Curiae diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) secara langsung pada pukul 11.30 WIB di Gedung MK, Kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Kenapa sekarang banyak Amicus Curiae tsb karena keberlakuan Amicus Curiae dalam sistem hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU No 48/2009 ttg Kekuasaan Kehakiman.

Pasal inilah yang menjadi dasar praktek Amicus curiae dapat diterapkan dalam sistem hukum Civil Law, sebab dengan adanya Amicus Curiae dpt membantu hakim dalam memahami nilai hukum dan rasa keadilan yg hidup dalam masyarakat.

Dilaporkan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Amicus Curiae bukan merupakan bentuk intervensi terhadap kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara. Akan tetapi, Amicus Curiae justru membantu majelis hakim dalam memeriksa, mempertimbangkan, dan memutus suatu perkara.

Oleh karena kelompok2 masyarakat ini merasa sebagai Sahabat Pengadilan sbgmn hakikat dasar dari Amicus Curiae tsb, sudah sepantasnyalah Institusi Pengadilan yg dituju (dalam hal ini MK) lebih memperhatikan lagi perkara yg sedang ditanganinya.

Karena pasti berhubungan dengan Hajat hidup orang banyak dan ada hal yg membuat Masyarakat tsb sampai bergerak, dalam hal ini adalah Putusan utk Pemenang Pemilu 2024 yg sebelumnya sudah diumumkan KPU tanggal 20/03/24, namun kemudian digugat pada 01 dan 03 di MK.

Oleh karena itu meskipun APDi sebagai bukan Pihak yang berperkara dalam kasus tsb, namun pemberian Amicus Curiae spt ini sekarang sudah mulai lazim dan diperhatikan dalam Hukum Indonesia. Dalam kasus Pilpres saat ini, sudah cukup banyak Bukti terkait.

Bukti2 itu antara lain: 1. Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tgl 16 Oktober 2023 yg memiliki “konflik kepentingan” oleh (Paman) Anwar Usman. 2. Putusan MKMK No.2/MKMK/L /ARLTP/10/2023, tgl 7 November 2023, karena Anwar Usman Hakim Konstitusi yg juga Ketua MK terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Sehingga diberikan sanksi Administratif Pemberhentian dari Jabatan Ketua MK dan sejumlah larangan termasuk larangan mengadili penyelenggaraan Pilpres 2024. 3. Selanjutnya 7 orang Komisioner KPU dinyatakan terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu oleh DKPP dengan sanksi Administratif Peringatan Keras Terakhir tgl 5 Februari 2024. 4.

Sejumlah peristiwa & peristiwa lain tentang enkripsi diizinkan oleh Presiden, dalam soal Bansos, menggerakan ASN dan APH utk melakukan tindakan yang memihak pada Paslon 02, Asosiasi Kepala Desa seluruh Indonesia dll.

Terkait diskursus pembuktian beban, siapa yang harus membuktikan, dan kualitas bukti yang dibuat, maka Praktek yg terjadi umumnya pembuktian beban ada di penggugat.

Ini dapat dilihat dari Latin Maxim semper necessitas probandi incumbit ei qui agit yang diartikan beban pembuktian terletak pada penggugat, atau actor incumbit onus probandi yg diartikan penggugat mempunyai beban pembuktian.

Padahal, kata agit atau aktor itu sebenarnya berlaku utk siapa saja, karena agit atau aktor itu arti dasarnya adalah yang bertindak. Pepatah Latin yang lain menyebut Onus probandi incumbit ei qui dicit, ini kalau diterjemahkan lebih jelas lagi, Beban pembuktian terletak pada orang yang mengatakannya.

Secara khusus Amicus Curiae dari APDI yg karena di dalamnya beranggotakan Para Ahli IT Independen, maka meletakkan SIREKAP (Sistem Infornasi Rekapitulasi Pemilu) sebagai salahsatu Pokok bahasan utamanya, karena secara de facto dan de jure, SIREKAP inilah yang digunakan dalam Pemilu 2024 mulai sebelum Pencoblosan hingga penghitungan baiklah.

Hal ini penting diungkapkan dalam Amicus Curiae APDI ini karena SIREKAP seolah2 (dan dipososikan) hanya sebagai “Alat bantu” yg bisa dikesampingkan, bahkan salahsatu Ahli 02 menyatakan hanya “Pepesan Kosong” saja.

Padahal sesuai dengan Pasal 1 PKPU 5 2024 butir 28: Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik yang selanjutnya disebut Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Dari ketentuan pasal ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan dan peran SIREKAP ada 3: Sarana publikasi hasil penghitungan suara, Sarana publikasi proses rekapitulasi hasil penghitungan suara, Alat bantu pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Sesuai Pasal 18, 35, 50, 67 dan 85 PKPU 5 2024, dapat disimpulkan bahwa seluruh Rekapitulasi hasil penghitungan suara dan sertifikat rkapitulasi hasil penghitungan perolehan dibuat melalui Sirekap.

Secara terinci dalam Amicus Curiae APDI ini dimuat Kesaksian Ahli Dr. Ir Leony Lidya dan Ir. Hairul Anas yg sudah disampaikan dengan sangat baik didepan Majelis Hakim MK disertai Lampiran detail pembuktiannya. Sekaligus juga menyampaikan sanggahan dan Bukti yg mementahkan Kesaksian Prof Marsudi Kisworo dan Yudhistira yg mengandung banyak sekali hal tidak benar atau menutupi kenyataan.

Hal ini penting diketahui Hakim MK dan Masyarakat agar SIREKAP tidak digunakan sebagai Alat Bantu Kecurangan bahkan kejahatan Pemilu karena banyaknya hal2 negatif yang terjadi dengan adanya SIREKAP. Mulai dari di patokannya hasil “24-58-17” mulai dari awal perhitungan, Peletakan Data Server-Cloud di Alibaba.com Singapore, kesalahan masiv perhitungan TPS hingga lebih dari 400rb (dari total 820.223 TPS) dsb.

Sekaligus juga di Amicus Curiae APDI ini kembali disinggung keabsahan Prosedur teknis kerjasama dgn pihak2 ketiga, termasuk Kampus ITB dan Alibaba, termasuk legalitas pembiayaannya yg menggunakan Anggaran Negara yg berasal dari Uang Rakyat.

Karena juga namun secara defacto dan de jure juga sudah ada Dana yang dikeluarkan guna pemanfaatan SIREKAP yg ternyata malah membuat banyak kegaduhan di masyarakat akibat kesalahan2nya. Hal ini samasekali tidak bisa dinggap enteng atau sepele, apalagi hanya kelas “Pesan kosong” spt yg dikemukakan Ahli 02, karena kerugian dan kekacauan sudah nyata terjadi.

Kesimpulannya, Amicus Curiae adalah bukti kecintaan masyarakat terhadap Lembaga Kehakiman, dalam hal ini MK, yang sedang mengadili Hal krusial dan menjadi perhatian publik. Kekhususan isi Amicus Curiae tergantung dari Lembaga, Institusi atau Kelompok mana yang mengolahnya, namun kesemuanya membuktikan kepedulian masyarakat.

Oleh karena itu seyogyanya memang Hakim MK memperhatikan dan menpertimbangkan apa2 yg sudah ditulis, khususnya soal TI sebagaimana yg disampaikan langsung ke MK hari ini, sambil menantikan Tayangan Eksklusif berupa Film pertunangan yg akan direlease oleh APDI berjudul “Dirty Election” atau “Memang Curang” beberapa hari kedepan….

*) Anggota APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia), Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

 

sumber: onlineindo.tv, 4/16/2024 01:39:00 PM di WAGroup BHINNEKA TUNGGAL IKA 100% (postRabu17/4/2024/repelita)

Pos terkait