Ia menyoroti isi PP tentang lahan konsensi yang habis terbakar harus kembali menjadi hutan. “PP tersebut mengatur air di atas 40 cm dianggap merusak lahan gambut. Kalau dikembalikan ke fungsi hutan ya enggak mungkin, mau dikemanakan ini orang-orang,” ujar dia di Bogor, Kamis (26/1).
Diketahui, lebih dari 75% masyarakat akan terkena dampaknya jika kebijakan baru ini tetap diberlakukan. Sebab di Riau, dari 3,87 hektare lahan gambut kebanyakan ditanami sawit dan hutan tanaman industri.
Ia juga menilai aturan tersebut yang mengatur air permukaan tanah 0,4% pada lahan gambut yang dikelola untuk ketiga jenis tanaman tersebut seperti sawit dan lainnya sulit dimengerti karena air hujan yang menggenangi lahan gambut akan surut dan menguap. Dengan keadaan seperti ini, lahan gambut kering dan sering dianggap sumber kebakaran hutan. Padahal kata dia bukan masalah lahan gambut yang kering menjadi sumber kebakaran.
Selain itu kata dia, dampak sosial dan ekonomi akibat dari terbitnya aturan tersebut akan menurunkan produksi sawit, hasil HTI dan hutan rakyat. “Saya kita produksi akan turun total karena 2,5 juta hektar lahan kelolaan dilahan berada di lahan gambut,” jelas dia. (wiyanto)