Ngabaliniyah

M Rizal Fadillah. foto: internet

By M Rizal Fadillah *

semarak.co– Senyum awalnya dan tertawa ujungnya melihat sandingan foto yang mungkin editan antara Fahri Hamzah dengan Ali Mochtar Ngabalin. Keduanya bersorban dan berkacamata. Pengedit mendekatkan penyerupaan. Foto sandingan lain adalah antara Sandiaga Uno dengan Mochtar Ngabalin juga. Titik temunya pada sorban.

Bacaan Lainnya

Pesan atas beredarnya foto sandingan model demikian adalah sindiran bahwa Fahri dan Sandi telah atau sedang menuju pada karakter yang sama seperti Mochtar Ngabalin. Pengkritisi yang masuk istana. Dalam konteks kepengikutan kondisi ini bisa disebut Ngabaliniyah.

Publik menyayangkan ada perubahan karakter pada kedua figur yang diharapkan memiliki integritas dan konsistensi tinggi dalam bersikap terhadap kekuasaan. Fahri Hamzah yang hebat seperti bertekuk lutut membawa partai baru Gelora mendukung putra dan mantu Jokowi Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

Sementara lompatan lain adalah Sandiaga Uno mantan Cawapres yang membuat kejutan dengan menjadi Tim Sukses Bobby Nasution sang menantu Presiden.

Alasan tentu bisa dijelaskan dengan berbusa-busa. Peristiwa ini mengingatkan Prabowo yang lebih dahulu melompat ke dalam pelukan Jokowi untuk menjadi pembantu Presiden bidang Pertahanan.

Mochtar Ngabalin adalah perintis dan peletak dasar lompat-lompatan yang dinarasikan sebagai dinamika politik. Berpolitik seperti ini sebenarnya sah-sah saja. Meski publik melihat sikap Ngabalin terlalu berlebihan, paradoksal dan kontroversial. Totalitas dari loyalitasnya menempatkan dirinya sebagai maskot.

Fahri mulai mencak-mencak kepada pengkritisi yang menyebut bahwa model seperti itu adalah support kepada politik dinasti. Sandi lebih kalem dalam menanggapi. Ada juga yang berdecak kagum pada Jokowi yang mampu mempengaruhi. Entah apa yang menjadi dasar kendali dan pengaruhnya.

Tidak perlu gelisah terhadap tuduhan sebagai pendukung politik dinasti. Nanti seperti orang bodoh yang berdalih bahwa politik dinasti itu dengan penunjukan sedangkan kita berdasarkan Pemilu.

Saat ini bahaya politik dinasti atau nepotisme sedang mengancam negeri. Para pejabat publik sedang berlomba untuk meneruskan kekuasaannya pada adik, menantu, anak, dan istri baik di pusat maupun daerah.

Di tengah politik yang transaksional dan kapitalistik maka pengaruh jabatan dan kekayaan sangat menentukan. Cukong pun dapat digerakkan. Prinsip “primus inter pares” seolah tak berlaku. Kekuasaan menjadi kendaraan untuk adik, menantu, anak dan istri melanjutkan. Tak terkecuali besan dan paman.

Negara di bawah rezim Jokowi tidak malu malu mempraktekan nepotisme dan politik dinasti. Fahri dan Sandi sebenarnya tahu akan hal ini. Tetapi kepentingan berbicara lain lagi.

Moga segera dapat kembali ke jalan yang benar. Jangan kecewakan hati dan harapan rakyat. Ngabalin biarkanlah berimprovisasi sendiri. Fahri dan Sandi tak usah mengikuti.

*) Penulir Pemerhati Politik

 

sumber: WA Group KAHMI Nasional (post Rabu 23/9/2020)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *