Indonesia Corruption Watch (ICW) kecewa atas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun, terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, sikap dari Presiden Joko Widodo tersebut, kata dia, mesti dimaklumi karena sedari awal Presiden memang sama sekali tidak memiliki komitmen antikorupsi yang jelas.
“ICW kecewa sekaligus mengecam langkah dari Presiden Joko Widodo yang justru memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun,” ucap Kurnia dalam rilisnya, Selasa (26/11/2019).
Kesimpulannya, kata Kurnia, bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki komitmen antikorupsi bukan tanpa dasar. “Untuk tahun ini saja langkah dari Presiden banyak bertentangan dengan semangat antikorupsi,” ucap Kurnia.
Sebagai contoh, kata dia, Presiden merestui calon pimpinan KPK yang diduga mempunyai banyak persoalan, menyetujui revisi UU KPK, dan ingkar janji dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menyelamatkan KPK.
Menurutnya, keputusan Presiden tentang pemberian grasi kepada Annas Maamun pun mesti dipertanyakan sebab bagaimana pun kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime. Untuk itu, kata dia, pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan.
Misalnya saja, lanjut dia, Presiden berdalih karena rasa kemanusiaan sehingga mengeluarkan grasi kepada terpidana. Alasan itu tidak dapat dibenarkan sebab indikator kemanusiaan sendiri tidak dapat diukur secara jelas.
“Mesti dipahami bahwa terpidana yang diberikan grasi oleh Presiden adalah seorang mantan kepala daerah yang awalnya diberikan mandat oleh masyarakat untuk menjadi Gubernur, namun justru kepercayaan yang diberikan tersebut malah digunakan untuk melakukan kejahatan korupsi,” ucap Kurnia.
Oleh karena itu, lanjut dia, jika konsep penegakan hukum tersebut yang diinginkan oleh Presiden maka pemberian efek jera pada pelaku korupsi tidak akan pernah tercapai sampai kapan pun.
“Langkah dari Presiden ini mencoreng rasa keadilan masyarakat karena bagaimana pun pihak paling terdampak atas kejahatan korupsi yang dilakukan oleh terpidana adalah masyarakat itu sendiri,” ujar Kurnia.
Untuk itu, ia meminta Presiden segera mencabut Keputusan Presiden yang memberikan grasi kepada terpidana Annas Maamun.
Sebelumnya, Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Ade Kusmanto membenarkan Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden berdasarkan Keputusan Presiden nomor: 23/G Tahun 2019 tentang pemberian grasi yang ditetapkan pada 25 Oktober 2019.
Ia menyatakan grasi yang diberikan Presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 tahun menjadi 6 tahun. Namun, pidana denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan tetap harus dibayar.
Ade menyatakan pertimbangan pemberian grasi tersebut di antaranya sebagai warga binaan Lapas Sukamiskin, Bandung yang bersangkutan sudah uzur, sakit-sakitan, dan selama di lapas berkelakuan baik. (net/lin)
sumber: indopos.co.id