Anggota DPR, Bukan Wakil Rakyat tapi Hamba Oligarki

Gedung DPR pernah diduduki massa dari elemen mahasiswa tahun 1998. foto: internet

Oleh Ahmad Khozinudin, S.H. *

semarak.co-Siang tadi (Selasa, 18/1/2022) penulis dengan sejumlah tokoh, ulama dan santri, mendatangi gedung Merah Putih di Rasuna Said, Jakarta. Tujuannya, mendampingi Bang Edy Mulyadi selaku Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Tolak Pindah Ibukota.

Bacaan Lainnya

Bang Edy sendiri, akan menyerahkan surat kepada Pimpinan KPK RI agar melakukan Pengawasan terkait Rencana Kebijakan Pindah Ibukota Negara. Menurut informasi yang beredar, dalam setiap pembahasan RUU menjadi UU, selalu ada uang pelicin untuk menyuap anggota DPR RI.

Informasi ini jelas perlu diverifikasi ulang, hanya saja penting untuk mengambil tindakan pencegahan ketimbang korupsi dalam bentuk suap kepada anggota DPR RI sudah keburu terjadi. KPK sendiri, dalam isu korupsi bukan saja melakukan penindakan melainkan juga melakukan tindakan pencegahan.

Surat yang dikirim kepada pimpinan KPK RI, konteksnya adalah dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh anggota DPR RI. Proyek Pindah Ibukota Negara sarat kepentingan oligarki, bukan mustahil ada upaya intervensi oligarki terhadap DPR RI agar mengesahkan RUU IKN menjadi undang-undang.

Karena itu, Bang Edy Mulyadi meminta agar KPK RI mengawasi 575 anggota DPR RI berikut seluruh partai, keluarga dan afiliasinya yang berencana akan mengesahkan RUU IKN, diawasi KPK. Proyek IKN bukan sekedar proyek pemerintah, tetapi sejatinya proyek yang melayani oligarki.

Karena itu, KPK juga harus melakukan pengawasan kepada sejumlah pengusaha yang akan diuntungkan dari proyek ini, baik karena kepemilikan lahan di daerah calon ibukota negara, memiliki usaha yang melayani pengadaan barang dan jasa, termasuk seluruh kebutuhan utility ibukota baru. Begitu tercium gelagat transaksi suap untuk menggolkan RUU IKN ini, KPK harus segera melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan).

Sudah muak, rakyat di negeri ini dengan kelakuan pejabat yang korup. Sebenarnya, jam 10.30 tim, sejumlah tokoh dan ulama telah tiba di sekitar gedung KPK. Qadarullah, hujan turun begitu derasnya. Sementara, kami ngopi sambil menunggu hujan reda di kantin pinggiran KPK.

Namun, karena khawatir jam makan siang dan istirahat tiba, sekira pukul 11.20 kami memaksakan diri, hujan-hujanan mendatangi gedung KPK. Bang Azam Khan selaku Sekjen TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) yang turut mendampingi juga terlihat ikut terdampak hujan.

Beberapa kali, kami menyeka bagian pakaian yang basah oleh air hujan. Karena tidak dapat bertemu pimpinan KPK, kami kemudian menyerahkan surat ke bagian penerimaan surat. Selanjutnya, kami membuat video pernyataan didepan lobi gedung KPK.

Penulis sempat tersinggung dengan petugas security KPK yang berusaha menghentikan press confererence yang kami sampaikan. Meminta kami mengadakan pres comfererence di luar lobi padahal keadaan hujan dan nyaris tidak memperbolehkan kami membuat video di depan lobi gedung KPK.

Setelah memberikan sedikit pemahaman kepada Security KPK, akhirnya kami dapat menuntaskan agenda. Kemi jelaskan maksud dan tujuan mendatangi gedung KPK kepada masyarakat via live streaming YouTube.

Namun kami sangat kecewa, beberapa saat setelah kami mengadakan press comference, ternyata baru diketahui bahwa RUU IKN telah disahkan oleh DPR RI. Bahkan, semalam anggota DPR RI bergadang untuk ngebut, kejar tayang agar RUU bisa segera diparipurnakan dan disahkan menjadi UU.

Penulis meskipun tidak merasa heran, namun bertambah jengkel dengan kelakuan anggota DPR RI. Mereka ini kan wakil rakyat, kenapa selalu menyelisihi aspirasi rakyat? Dulu, mereka Ngotot membuat UU Omnibus Law meskipun rakyat menentang.

Merevisi UU KPK, meski rakyat menolak. Melalui peristiwa demi peristiwa legislasi, menjadi terang lah bahwa sejatinya DPR RI bukanlah wakil rakyat. Melainkan wakil bahkan hamba oligarki.

Kegagalan sejumlah proyek infrastruktur Jokowi, mulai dari Bandara Kertajati, Bandara Internasional Yogyakarta, Kereta Palembang, dan masih banyak lagi. Bukannya mengoreksi kebijakan Presiden, DPR RI justru melegitimasi rencana Bancakan uang rakyat melalui proyek pindah IKN.

Jelas yang diuntungkan dari proyek pindah IKN adalah oligarki, mereka pemilik lahan, pemilik usaha pengadaan barang dan jasa, perusahaan konstruksi, para oligarki tambang yang diputihkan dosanya via proyek IKN, dan para pejabat culas yang ngalap berkah dari proyek ini.

Sementara rakyat? Rakyat hanya kebagian membayar pajak, proyek yang membebani APBN ini ujungnya rakyat juga yang menanggung. Hutang yang sudah nyaris 7000 triliun, tidak membuat para pejabat mikir dan membela kepentingan rakyat.

Ah sudahlah. DPR mau melakukan apapun terserah. Tugas kita hanya berdakwah. Terus saja dakwah amar makruf nahi mungkar, biarlah Allah SWT pada waktunya akan menunaikan janji-Nya, menurunkan pertolongan dan mengaruniakan kemenangan.

*) Advokat, Ketua Umum KPAU

 

sumber: WAGroup PAMEKASAN GERBANG SALAM (postRabu19/1/2022/suryanto)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *