Kepala BPJPH Haikal: Kewajiban Sertifikasi Halal Untuk Perlindungan Konsumen dan Kemudahan Pelaku Usaha

Kepala BPJPH Haikal Hasan wawancara cegat di teras Gedung BPJPH kawasan Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur. Foto: humas BPJPH

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hasan memastikan bahwa Undang-undang (UU) mewajibkan sertifikasi halal produk dengan tujuan untuk mewujudkan perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen produk.

semarak.co-Sekaligus memberikan kemudahan bagi pelaku usaha sebagai produsen produk dalam menghasilkan produk berkualitas. Bagi konsumen produk, lanjut Haikal, mereka diberikan kepastian hukum dalam memastikan ketersediaan dan keterjaminan produk halal yang dibutuhkan.

Bacaan Lainnya

Sedangkan bagi produsen, masih kata Haikal, mereka juga dipermudah dalam upaya menghasilkan produk berkualitas, bernilai tambah karena berstandar halal, sekaligus mewujudkan pelayanan prima bagi konsumen.

“Harus dipahami, bahwa kewajiban sertifikasi halal justru bertujuan untuk menghadirkan perlindungan konsumen dan memberikan kemudahan bagi produsen produk. Bukan sebaliknya,” kata Babeh Haikal sapaan akrab Kepala BPJPH Haikal Hasan di Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Dengan semangat menghadirkan kemudahan itulah, lanjutnya, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) oleh Pemerintah juga mempertimbangkan berbagai aspek teknis terkait. Tujuannya, agar implementasi kewajiban sertifikasi halal terlaksana tanpa menimbulkan kesulitan bagi dunia usaha.

Di antaranya, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal diterapkan bagi produk dengan batasan yang jelas. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 tegas menyatakan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas.

Adapun produk, menurut Pasal 1 Undang-undang tersebut, adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sedangkan jasa meliputi penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan/atau penyajian. “Jadi keliru kalau kemudian ada yang bilang laptop dan semacamnya juga perlu disertifikasi halal. Itu penafsiran yang tidak benar,” tegas Babeh Haikal yang juga dai.

Selain itu, Haikal mengingatkan bahwa Undang-undang juga menegaskan bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan tidak halal atau non halal tentu dikecualikan dari mengajukan sertifikat halal.

“Konsumsi produk itu pilihan. Yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang non halal juga boleh beredar asalkan mencantumkan keterangan tidak halal,” lanjut Babeh Haikal dirilis humas melalui WAGroup Media Halal Indonesia (BPJPH), Selasa sore (29/10/2024).

Aspek kemudahan sertifikasi halal selanjutnya adalah bahwa kewajiban sertifikasi halal dilaksanakan secara bertahap. Pasal 160 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 mengatur bahwa Penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan sebagaimana dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2024.

“Artinya, terhitung 18 Oktober 2024, ketiga kelompok produk tersebut wajib bersertifikat halal. Kalau tidak ya siap-siap bisa kena sanksi administratif berupa peringatan tertulis, dan/atau penarikan produk dari peredaran,” jelasnya.

Bagi Pelaku Usaha mikro dan kecil, penahapan kewajiban bersertifikat halal untuk Produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2026.

Sedangkan kewajiban bersertifikat halal untuk Produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan yang berasal dari luar negeri ditetapkan oleh Menteri paling lambat tanggal 17 Oktober 2026 setelah mempertimbangkan penyelesaian kerja sama saling pengakuan sertifikat halal.

“BPJPH juga terus mengedukasi pelaku usaha yang produknya wajib bersertifikat halal agar melaksanakan sertifikasi halal dengan penuh kesadaran. Jangan jadikan sertifikasi halal sebagai beban, pemenuhan kewajiban regulasi, atau persoalan administratif saja,” tuturnya.

Terlebih saat ini kesadaran konsumen atas preferensi produk halal semakin tinggi. Adapun pengajuan sertifikasi halal dapat dilakukan melalui ptsp.halal.go.id. Untuk informasi lebih lanjut terkait pengajuan sertifikat halal, pelaku usaha dapat mengakses website halal.go.id dan/atau melalui akun resmi media sosial BPJPH.

“Saya berpesan, jadikanlah sertifikat halal sebagai nilai tambah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk. Juga, untuk memperluas jangkauan marketnya. Jangan sampai produk halal kita kalah bersaing dari produk halal dari negara lain,” pungkasnya. (smr)

Pos terkait