Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo mengemukakan tentang pentingnya masyarakat memahami masalah kesehatan terkait stunting dan 4T (4Terlalu) kepada para kader Keluarga Berencana (KB) dan warga Tambak Bayan, Caturtunggal, Kabupaten Sleman, DI. Yogyakarta di halaman Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Sadewa, Jumat sore (2/2/2024).
semarak.co-dr Hasto mengatakan, “Siapa yang hamil terlalu kurus, lingkar lengannya kurang, maka anaknya lahir kecil, stunting dan tidak cerdas. Karena itu, kalau mau hamil jangan terlalu kurus. Kemudian, tidak boleh Terlalu muda. Tidak boleh Terlalu tua biar anaknya sehat, tidak stunting. Maksimal usia (melahirkan) 35 tahun.”
Yang dimaksud tidak terlalu muda, menurut dr Hasto, adalah melahirkan minimal di usia 20 tahun. “Yang kurang dari 20 tahun biasanya pinggulnya masih sempit, belum bisa untuk lewat bayi,” papar dr Hasto dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Senin (5/2/2024).
Selanjutnya, sambung dr Hasto, hamil tidak boleh Terlalu sering. Demikian juga, jarak kehamilan tidak boleh Terlalu rapat, atau kurang dari tiga tahun. Ia pun berpesan akan bahaya stunting terkait dengan 4T dimaksud, yaitu Terlalu muda, Terlalu tua, terlalu rapat, dan Terlalu sering.
Hal itu mendapat penekanan dr Hasto karena salah satu Program Prioritas Nasional (Pro PN) adalah menurunkan angka stunting serendah-rendahnya hingga 14% di 2024. “Stunting itu pasti pendek, pasti tidak cerdas, pasti tidak sehat. Namun pendek belum tentu stunting, dan pemerintah harus menurunkan angkanya supaya kita semua sehat,” terang dokter Hasto.
Sementara Direktur RSKIA Sadewa dr. Joko Hastaryo mengatakan acara ini diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun RSKIA Sadewa ke-19. Acara peringatan HUT RSKIA Sadewa dihadiri kurang lebih 100 warga dan kader KB. Juga dihadiri para tokoh masyarakat, diawali senam bersama di halaman rumah sakit.
Di bagian lain, PT Pertamina Geothermal Lampung ikut mendukung percepatan penurunan dan penanganan stunting di wilayah Talang Leak, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Perusahaan pelat merah ini telah menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR) untuk mendukung program tersebut yang menjadi program prioritas nasional (Pro-PN).
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu, M. Iqbal Apriansyah mengapresiasi empati perusahaan sehingga tercegah tumbuhnya potensi stunting baru di Bengkulu. Intervensi Pertamina dilakukan bekerjasama dengan pemerintah daerah kabupaten setempat sejak 2023.
“Dukungan BUMN tersebut merupakan sebuah bentuk kolaborasi lintas lembaga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) menyongsong Indonesia Emas 2045,” ujar Iqbal, Jumat (2/2/2024) dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Senin (5/2/2024).
Melalui bantuan dana CSR pada program Talang Leak Bebas Stunting (Tebas Stunting), Pertamina mewujudkan intervensi berupa pemberian bantuan sembako dan ternak (ayam) kepada ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan anak-anak berisiko stunting.
Berdasarkan hasil pemutakhiran Pendataan Keluarga (PPK) 2023, dari 30.674 keluarga di Kabupaten Lebong terdapat 7.651 berisiko stunting, di antaranya kelompok bayi dua tahun (0-23 bulan) sebanyak 1.712, balita sebanyak 4.129, dan 681 pasangan usia subur (PUS) hamil. Sementara itu, kelahiran pada kelompok remaja usia 15-19 tahun masih sebesar 51/1000 Wanita Usia Subur (WUS).
Melalui kerjasama tersebut diharapkan dapat menekan kasus stunting di Kabupaten Lebong dan di Provinsi Bengkulu pada umumnya. Pada 2021 prevalensi stunting di Kabupaten Lebong berada pada angka 23,3 persen, hasil Survei Status Gizi Nasional (SSGI) 2022 menurun ke angka 18,73%.
Dukungan berbagai komponen diharapkan mampu menurunkan dan menekan potensi lahirnya stunting baru di Provinsi Bengkulu. Kerjasama antar lembaga juga diharapkan dapat berkesinambungan serta menumbuhkan kepedulian dari perusahaan lain di Bumi Rafflesia melalui tanggung jawab sosial para pihak.
Terbaru diberitakan, BKKBN hingga kini terus menggenjot penurunan stunting melalui upaya sosialisasi perubahan perilaku, kerjasama dengan berbagai sektor. Salah satu lapisan masyarakat yang disasar adalah para remaja.
Kepala Biro Umum dan Humas BKKBN RI dr. Victor Palimbong menyebutkan faktor penyebab stunting adalah tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sehingga saat hamil mereka akan melahirkan anak stunting.
“Juga disebabkan usia ibu saat hamil dan melahirkan terlalu muda,” ungkap Victor dalam Kegiatan Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting yang digelar di Taru Martani, Yogyakarta, Sabtu (3/2/2024).
Dalam acara yang dihadiri remaja GenRe (Generasi Berencana), dirinya menyebutkan stunting pada anak berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia, produktivitas, dan daya saing. Padahal pemerintah sendiri mempunyai visi mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, prevalensi stunting mengalami penurunan dari 17,3 persen di tahun 2021 menjadi 16,4 persen di tahun 2022. Meski demikian, prevalensi stunting di dua kabupaten dalam wilayah DI Yogyakarta mengalami kenaikan.
Yakni di Kulonprogo sekarang ada di 15,8 persen dan Gunungkidul sebesar 23,5%. Untuk mengantisipasi terjadinya stunting pada anak, BKKBN membuat program pendampingan calon pengantin, konseling dan pemeriksaan tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas serta kadar Hb yang dilakukan mulai tiga bulan sebelum menikah.
BKKBN juga meluncurkan aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil) di awal tahun 2022 lalu untuk memastikan setiap calon pengantin berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil. BKKBN punya inovasi untuk mengintervensi faktor spesifik penyebab stunting.
“Untuk itu, capaian aplikasi itu, calon pengantin harus sekitar 85%. Calon pengantin putri juga harus lebih memperhatikan prakonsepsi dengan minum zinc, vitamin E, asam folat sejak tiga bulan sebelum menikah,” papar Victor dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Senin (5/2/2024).
Bagi bapak-bapak juga harus berhenti merokok karena bisa mempengaruhi pergerakan sperma, kata para ahli. Untuk mengintervensi penurunan stunting, BKKBN juga mendorong Forum GenRe yang tersebar di kabupaten/kota agar bisa mengedukasi dan mensosialisasikan secara langsung ke masyarakat dan teman-teman sebaya tentang masalah stunting ini.
“Pendekatan dengan teman sebaya akan lebih mudah. Adalah peran Forum GenRe untuk melakukan konseling dan mengedukasi teman-teman sebaya, terutama dalam edukasi kesehatan reproduksi lewat pendewasaan usia perkawinan,” pungkasnya.
Plt. Direktur Komunikasi, Informasi, dan Komunikasi Dadi Roswandi menyebut remaja menjadi tumpuan bangsa Indonesia di masa depan. “Sekitar 20 tahun ke depan pemimpin bangsa adalah para remaja masa kini. Karena itu, remaja harus bergerak, berawal dari yang kecil-kecil,” ungkapnya.
Mengutip buku Catatan Seorang Demonstran, karya Soe Hok Gie, Dadi menyebut keberuntungan dalam hidup adalah tidak dilahirkan dan mati muda. “Kalau kebanyakan tidur, surplus karbohidrat lalu berat badan berlebih,” papar Dadi dalam presentasi.
“Sedangkan perempuan akan melahirkan satu generasi, makannya harus dijaga agar bayi yang dilahirkan tidak stunting. Ketika menikah pastikan rencanakan dengan matang, dan dijaga kesehatannya,” demikian Dadi menambahkan.
Mewakili Kepala Perwakilan BKKBN DIY Witriastuti Susani Anggraeni selaku Ketua Pokja Ketahanan Keluarga dan Pencegahan Stunting memaparkan strategi pencegahan stunting dari hulu, yang artinya sejak dari remaja atau calon pengantin.
“Penyiapan kehidupan bagi remaja itu penting. Pendampingan calon Pasangan Usia Subur (PUS) juga merupakan kegiatan prioritas nasional,” jelas Witriastuti dirilis humas BKKBN melalui WAGroup Jurnalis BKKBN juga, Senin (5/2/2024).
Calon pengantin perlu mendapatkan bimbingan. Pasalnya, BKKBN belum lama ini bekerja sama FKKMK UGM mengundang 10 sekolah untuk mendapatkan sosialisasi pengelolaan menstruasi bagi remaja putri. Ditemukan dari 075 orang yang diundang hampir 50% anemia. “Inilah pekerjaan rumah kita,” tutupnya. (smr)