“Krisis Kritikus Sastra di Era Sastra Populer” menjadi tema dan fokus utama dalam diskusi pada rangkaian acara Festival Sastra yang diadakan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Pamulang (Unpam), di Aula Rektorat Unpam, Pamulang Tangerang Selatan, Senin (16/1).
Penulis novel berjudul ‘Cantik Itu Luka’, Eka Kurniawan menjelaskan bahwa krisis kritikus sastra di Indonesia dimulai saat minat baca di Indonesia juga berkurang. Ketua Dewan Sastra Dewan Kesenian Tangerang Selatan (DKTS) ini menilai minat baca dan sikap kritis itu berbanding lurus.
“Jadi bagaimana kritikus karya itu ada, jika minat baca kita saja cukup rendah,” Sindir Eka saat menjadi narasumber dalam acara yang dihadiri Dekan Fakultas Sastra Unpam, Djasminar Anwar dan beberapa staff pengajar bersama 600an peserta yang terdiri dari berbagai kalangan.
Dalam paparan materinya, selain karena faktor minat baca, kritik itu sebenarnya bentuk apresiasi. Terlepas karya tersebut dipandang buruk oleh pembaca, bagi Eka, pembaca berhak memberikan respon apapun. “Saat ini kita sangat dimudahkan untuk menulis, dan mengkritik juga sangat dimudahkan. Bisa melalui facebook, blog, wordpress dan media daring lain untuk menulis. Namun perlu diingat, mengkritik dan menghina itu beda,” papar penulis yang kini namanya masuk nominasi penghargaan Nobel di bidang sastra.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kusen menambahkan, untuk menjadi kritikus sastra memang berat. Kritikus sastra juga harus siap dikritik lantaran kritikannya dalam sebuah karya sastra. Karena metodologi untuk kritik sastra itu cukup banyak. “Beragam pendekatan dalam kritik sastra, jadi memang berat dalam membuat analisis sebuah karya sastra,” ujar lulusan Universitas di Rusia.
Selain itu, lanjut Kusen, kritik sastra juga biasanya malah melambungkan karya yang di kritik. “Seperti gaya penulisan Eka Kurniawan yang sangat vulgar ini, menurut saya, malah membuat penasaran orang, dan akhirnya jadi penggedor dalam kesustraan saat ini,” imbuh Kusen yang jadi pembicara lain, pada acara yang cukup semarak karena diselingi beberapa penampilan hiburan suguhan mahasiswa Unpam.
Ketua panitia Festival Sastra Unpam Jodici Martinley mengatakan, acara ini sejatinya perwujudan dari rasa rindu mahasiswa sastra Unpam terhadap sastra itu sendiri. “acara ini ada karena adanya rasa rindu kami terhadap sastra itu sendiri, terhadap identitas kami sebagai mahasiswa sastra,” tutupnya. (ikb)