Hadiri OECD, Jaring Masukan Terhadap Kebijakan Perkotaan Nasional Indonesia

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro saat dihadiri pertemuan OECD di Atena. foto: humas

Saat ini, Indonesia sedang dalam proses mengembangkan Kebijakan Perkotaan Nasional yang sejalan dengan Visi Kota Berkelanjutan 2045.

Lima misinya, pembangunan perkotaan nasional yang seimbang dan merata antar wilayah, kota layak dihuni dan inklusif dengan budaya perkotaan progresif, kota kompetitif dan makmur yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat, kota hijau dan tangguh yang mampu mengatasi masalah lingkungan dan perubahan iklim, serta pemerintahan kota yang akuntabel dan transparan yang memanfaatkan peluang positif dari transformasi digital.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, dirinya berharap dalam kesempatan ini dapat memperoleh masukan dari OECD terhadap Kebijakan Perkotaan Nasional kami tersebut,” jelas Bambang pada sesi pertama The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Regional Development Ministerial: To Co-Design Urban Policies Accross Levels Of Government, Selasa (19/3).

Menteri Bambang menjelaskan dalam kebijakan perkotaan penting untuk mengantisipasi perubahan iklim dan bencana. Untuk mengantisipasi perubahan iklim, Indonesia memiliki Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Semua provinsi wajib memiliki Rencana Aksi Lokal dengan strategi mitigasi dan adaptasi. “Sebagian besar pemerintah daerah memiliki rencana aksi daerah untuk penurunan emisi GRK,” ungkapnya.

Beberapa di antaranya, lanjut dia, telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi dampak perubahan iklim, misalnya Kota Semarang melakukan normalisasi sungai-sungai besarnya untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan dan kenaikan permukaan laut.

Terkait bencana, Menteri Bambang mencontohkan gempa bumi di Lombok dan Palu yang terjadi di 2018 lalu. “Hingga saat ini Indonesia berupaya membangun kembali Lombok dan Palu,” paparnya.

Kedua bencana tersebut telah menghancurkan daerah perkotaan di kedua daerah, dimana 316.547 rumah rusak, 2.669 korban jiwa, 89.128 terluka, dan 1.371 yang hilang. Untuk itu, kami mencoba memahami kelemahan pembangunan di daerah perkotaan kedua daerah.

“Kami juga belajar memperkuat strategi ketahanan perkotaan dan mengintegrasikannya ke dalam perencanaan pembangunan perkotaan, sehingga semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah daerah, akan jauh lebih siap menghadapi bencana yang sama di masa depan,” jelas Menteri Bambang.

Untuk menciptakan kawasan perkotaan berkelanjutan dan efisien, nilai dia, dibutuhkan layanan publik perkotaan yang cepat. Pemanfaatan big data menjadi suatu keniscayaan untuk memudahkan proses perencanaan pembangunan, pemantauan dan evaluasi, serta mendesain layanan publik yang lebih baik di masa depan.

“Transformasi digital diperlukan tidak hanya untuk mempercepat layanan publik di perkotaan, tetapi juga untuk mendorong inovasi, meningkatkan efisiensi dan kolaborasi di antara para pelaku, serta menciptakan inklusivitas dan akuntabilitas layanan publik di masa depan,” ujarnya.

Salah satu kota di Indonesia yang telah menerapkan konsep transformasi digital adalah Makassar. “Dengan program Sombere Makassar dan kota pintar, dokter dapat dipanggil ke rumah masyarakatuntuk melakukanperawatankesehatan sesuai kebutuhan,” pungkasnya. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *