Sejumlah Gubernur Bereaksi atas Instruksi Mendagri Tito, Pengamat: Kenapa Baru Sekarang?

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. foto:detik.com

Peraturan ancaman pemecatan itu menjadi sorotan publik lantaran Instruksi itu dikeluarkan saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menghadapi masalah pelanggaran protokol kesehatan. Pelanggaran yang terjadi ketika Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab menikahkan anaknya, Sabtu (14/11/2020).

semarak.co-Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah menilai pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang akan mencopot kepala daerah yang abai terhadap protokol kesehatan harus dimaknai secara arif. Sebab, kata Nurdin, untuk menghukum orang itu ada rambu-rambunya.

Bacaan Lainnya

“Saya kira kita harus melihat lebih ariflah. Karena menghukum orang ada rambu-rambunya. Kecuali rambu-rambu itu sudah dihilangkan, dihapus, diubah,” sindir Nurdin kepada wartawan di rumah jabatan Gubernur Sulsel, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Kamis (19/11/2020).

Dilanjutkan Nurdin, setiap orang yang akan dihukum karena melanggar punya hak untuk membela. Untuk itu, wacana kepala daerah akan dicopot karena melanggar protokol kesehatan harus dimaknai secara bijaksana.

“Saya kira kita menerjemahkan instruksi Menteri Dalam Negeri juga secara arif dan bijaksana. Karena mereka juga punya hak untuk membela, karena dalam pengambilan keputusan menghukum orang kita harus melihat, seperti melihat dari awal proses, kita lihat aturan yang kira-kira bisa kita berikan,” jelasnya.

Jadi soal pencopotan kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan, pinta dia, tidak usah dibesar-besarkan. “Tadi Presiden Jokowi saat rakor mengatakan terima kasih kepada seluruh gubernur, wali kota dan bupati atas kerja kerasnya kita bisa kendalikan pandemi,” kata Nurdin.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengklaim dirinya dan Gubernur Anies Baswedan sudah patuh pada peraturan pemerintah soal penerapan protokol kesehatan dalam upaya mencegah penularan Covid-19 di Ibu Kota.

Hal ini disampaikan, Ariza menanggapi ancaman pemecatan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang baru mengeluarkan instruksi Nomor Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan. “Pokoknya kami patuh pada aturan dan ketentuan,” kata Ariza di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (19/11/2020).

Ditambahkan Ketua DPD Partai Gerindra Riza, “Negara ini negara hukum, punya aturan dan ketentuan. Ada Undang-undang Dasar, ada peraturan-peraturan lain. Prinsipnya kita patuh dan taat pada peraturan Undang-undang.”

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memberikan tanggapan dengan menyatakan, terkait intruksi tersebut, khususnya yang berkaitan dengan sanksi pemberhentian, harus dilihat secara komprehensif.

Sanksi pemberhentian terhadap seorang kepala daerah, terang Kang Emil, dapat diberikan manakala kepala daerah secara pribadi melakukan perbuatan tercela melanggar hukum. Karenanya, dia pun mempertanyakan apakah ada perbuatan tercela yang melanggar hukum.

“Harus dilihat secara komprehensif, adakah perilaku tercela dari kepala daerah yang melanggar hukum? Nah, biasanya pemberhentian itu dalam definisi itu, secara pribadi melakukan perbuatan tercela yang melanggar hukum,” tegas Kang Emil dalam konferensi pers di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (19/11/2020).

Namun, dalam persoalan kerumunan massa pendukung Habib Rizieq Shihab yang akhirnya menyeret dirinya untuk menjalani pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri, secara tersirat Kang Emil menegaskan bahwa hal itu bukanlah kategori perbuatan tercela yang melanggar hukum.

“Contoh demo, itu kerumunan. Masa setiap ada demo kalikan semua terus kepala daerah yang harus bertanggung jawab secara teknis. Saya akan bahas besok, Jumat (20/11/2020). Karena begini, harus dilihat secara komprehensif adakah perilaku tercela dari kepala daerah yang melanggar hukum,” ujarnya.

Nah, lanjut dia, biasanya pemberhentian itu dalam definisi pelanggaran hukum jika secara pribadi melakukan perbuatan tercela yang melanggar hukum. Jika dikaitkan dengan dinamika kerumunan massa yang terjadi akhir-akhir ini, maka perlu ada pembahasan lebih lanjut sehingga masyarakat umum mengerti mengenai aturan ini.

Di sisi lain, Gubernur menyatakan bahwa kebijakan ini tidak terlepas dari polemik kerumunan orang dalam kegiatan yang dihadiri Rizieq Shihab dari mulai kedatangannya di bandara, kegiatan di Jakarta, hingga kegiatan Kabupaten Bogor.

Padahal, dalam pandangannya, dinamika mengenai kerumunan ini terjadi pula sebelum momen kepulangan Rizieq Shihab. “Tapi mungkin karena berbarengan dengan Habib Rizieq Shihab yang sudah lama tidak di tanah air sehingga menimbulkan atensi luar biasa,” ucapnya.

Diketahui, Ridwan Kamil dijadwalkan hadir di Bareskrim Mabes Polri untuk dimintai keterangannya terkait kerumunan massa pendukung Habib Rizieq Shihab di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jumat (20/11/2020) besok.

Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono menyatakan siap menjalankan instruksi Mendagri Tito Karnavian tentang penegakan protokol kesehatan untuk mengendalikan Covid-19.

Dia juga menerima aturan yang memuat sanksi pemberhentian bagi kepala daerah yang tak menerapkan protokol kesehatan itu. “Kan sepanjang itu ada aturannya, sepanjang itu terjadi, ya kami terima,” kata Tri saat ditemui di Hotel Horison, Bekasi, Kamis (19/11/2020).

Menurut Tri, peraturan tersebut relevan dengan kondisi saat ini. Masyarakat harus mengikuti instruksi pemerintah kota untuk menerapkan protokol kesehatan. Seluruh kegiatan ekonomi dan pendidikan juga harus menjalankan protokol kesehatan.

Hal tersebut diharuskan agar kegiatan ekonomi warga tak terhambat dan angka penyebaran Covid-19 pun bisa terkendali. “Bahkan setelah peraturan menteri keluar, kami langsung lakukan apel siaga yang melibatkan Kapolres dan Dandim,” kilahnya.

Ditambahkan Tri, “Kami juga turunkan hampir 2/3 ASN dan non-ASN turun ke lapangan untuk memberikan edukasi protokol kesehatan. Kami berharap, dengan upaya itu, masyarakat bisa mematuhi protokol kesehatan yang diatur pemerintah.”

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X turut menanggapi terkait instruksi Mendagri Tito Karnavian itu. Terkait hal itu, Sultan menanggapi dengan ringan lantaran itu hanya berlaku adanya persoalan di Jawa Barat dan Jakarta saja. Namun demikian, pihaknya tetap menghargai instruksi dari Kementerian Dalam Negeri.

Sehingga secara tegas hal itu tidak berlaku di wilayah DIY. “Enggak ya, karena peristiwa kemarin (kerumunan) saja. Jadi ya hanya Jakarta sama Jawa Barat,” kata Sultan, saat ditemui di Kepatihan, Kamis (19/11/2020).

Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Herman Deru menilai instruksi protokol kesehatan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) merupakan peringatan. Sehingga setiap kepala daerah dapat menerapkan protokol kesehatan ketat.

“Saya menggaris bawahi apa yang disampaikan Mendagri itu sebagai peringatan. Aturan di Sumsel sangat jelas tentang protokol kesehatan dan sanksinya yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 37 Tahun 2020,” kata Herman, Kamis (19/11/2020).

Setiap daerah di Indonesia kondisinya berbeda-beda dalam aturan penerapan protokol kesehatan. Menurutnya, masalah aturan seperti di Jakarta tidak bisa diberlakukan di daerah lainnya. “Maka dari itu kita (Sumsel) punya Pergub sendiri yang mengatur itu tanpa melanggar aturan-aturan yang lebih tinggi,” ungkapnya.

Pihaknya menilai kepala daerah harus memberikan contoh dalam menjalankan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker, menghindari kerumunan, dan jaga jarak.

Selain itu, kepala daerah juga harus memberikan perlindungan bagi masyarakat di tengah pandemi covid-19. Kepala daerah pun harus sigap dalam menyikapi permasalah aturan yang ada. “Kepala daerah tidak hanya fokus pada satu aspek medis tetapi juga harus memastikan upaya pemulihan ekonomi berjalan dengan optimal,” jelasnya.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari fraksi Gerindra Mohamad Taufik mengatakan, Mendagri Tito tak bisa sembarangan mencopot kepala daerah yang mengabaikan protokol kesehatan. Pencopotan kepala daerah, kata dia, harus memenuhi syarat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Instruksi kan enggak bisa berlaku surut. Saya kira harus ada diskusi yang dalam, para ahli hukum tata negara mestinya. Kan ada syarat-syarat tertentu untuk mencopot gubernur,” kata Taufik kepada wartawan di Kebon Sirih Jakarta, Kamis (19/11/2020).

Harus ditelusuri lebih lanjut apakah instruksi Tito tersebut melebihi kewenangan undang-undang atau tidak soal pencopotan kepala daerah atau gubernur. Menurut dia, pencopotan kepala daerah harus sesuai dengan aturan yang jelas.

“Saya enggak tahu apa boleh mencopot gubernur karena mengabaikan kerumunan gitu atau protokol kesehatan. Kan mesti dicari dulu titik letaknya kesalahannya itu. Saya kira mendagri enggak main asal copot aja,” ujar dia menambahkan.

Sebelumnya diberitakan, Mendagri Tito Karnavian merespons terjadinya kerumunan massa di daerah akhir-akhir ini. Tito menerbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan (prokes) kepada kepala daerah untuk mengendalikan COVID-19.

Berkaitan dengan beberapa daerah yang terjadi kerumunan besar akhir-akhir ini dan seolah tidak mampu menanganinya, kata Tito, maka hari ini saya keluarkan instruksi Mendagri tentang penegakan prokes.

Di sini menindaklanjuti arahan Presiden pada Senin lalu untuk menegaskan konsistensi kepatuhan (pencegahan) COVID dan mengutamakan keselamatan rakyat,” kata Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (18/11/2020).

Instruksi Mendagri akan dibagikan kepada seluruh daerah. Tito mengingatkan sanksi pemberhentian kepala daerah jika melanggar ketentuan. Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 itu diteken pada hari ini, Rabu, 18 November 2020.

“Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut UU. Kalau UU dilanggar, dapat dilakukan pemberhentian. Ini akan saya bagikan, hari ini akan saya tanda tangani dan saya sampaikan ke seluruh daerah,” ujar Tito.

Di bagian Pengamat politik Usep S. Ahyar menilai langkah Mendagri Tito Karnavian menerbitkan Instruksi nomor 6 tahun 2020, sebagai bentuk peringatan untuk kepala daerah terhadap banyaknya pelanggaran protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.

“Penanganan Covid-19 memang harus serius. Instruksi Mendagri itu menjadi warning untuk kepala daerah. Semestinya Tito mengeluarkan kebijakan tersebut sejak lama. Sebab pagebluk telah membekap Indonesia sudah berjalan sembilan bulan,” kata Ahyar saat dihubungi Kamis (8/11/2020).

Sehingga langkah Tito yang baru mengeluarkan instruksi setelah kejadian pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan, nilai dia, banyak menimbulkan pertanyaan. “Pertanyaannya, kenapa baru sekarang? Ini kan situasi sejak lama sudah darurat,” sindirnya.

Ini, kata dia, pasti mengundang kecurigaan publik bahwa pemerintah merespons untuk menghadapi gerakan yang kemarin cukup besar. Penegakan protokol kesehatan memang perlu dilakukan pemerintah untuk melindungi rakyatnya.

Namun regulasi yang telah dibuat tersebut jangan hanya sekedar ancaman untuk mencopot kepala daerah yang tidak serius menerapkan protokol kesehatan. Kegiatan kerumunan cukup banyak terjadi di berbagai daerah.

Bahkan pemerintah mempunyai tantangan dalam mencegah kerumunan saat Pilkada 2020 yang jatuh pada 9 Desember mendatang. “Kebijakan pemerintah ini harus dilihat dengan baik. Jangan hanya menjadi ancaman terhadap kelompok tertentu,” terang dia.

Pakar hukum administrasi negara Universitas Indonesia (UI) Dian Puji Simatupang mengatakan, jika memang Anies dianggap bersalah seharusnya yang memanggil adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Mendagri Tito Karnavian.

Saat memberikan komentar (18/11/2020), Dian mempertanyakan pemanggilan dilakukan terhadap Anies dalam kapasitas sebagai apa, pribadi atau jabatan. Jika dalam kapasitas sebagai gubernur, seharusnya pemanggilan menggunakan aturan seperti yang ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2016.

Pemeriksaan seharusnya dilakukan Mendagri termasuk memutuskan apakah Anies bersalah atau tidak dan apa pula sanksinya. PP 48/2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi Kepada Pejabat Pemerintahan, menurut Dian juga membolehkan Mendagri menugaskan Tim Inspektorat Jenderal guna melakukan pemeriksaan.

Terkait sanksi yang akan diberikan, Dian menuturkan lebih tepat jika dihubungkan dengan jabatan. Sehingga hukuman yang diberikan berupa sanksi administratif, termasuk jika dugaan pelanggaran yang dikenakan terkait Undang-Undang Karantina Kesehatan.

Jika Anies dihukum dengan sanksi pidana, Dian melihat hal itu tidak tepat. Pasalnya sanksi pidana adalah hukuman yang bersifat personal bukan jabatan. Selain itu pendekatan hukum yang dilakukan polisi terhadap Anies juga tidak tepat.

Pasalnya Gubernur DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya adalah bagian dari Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida). Dian menegaskan hubungan Gubernur DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya bukan atasan dan bawahan. Hubungan keduanya bersifat koordinatif.

Sementara politisi Partai Demokrat Andi Arief menilai pemanggilan Anies tidak wajar. Melalui akun twitter resmi Partai Demokrat,@PDemokrat (18/11), Andi mengatakan, pertanggungjawaban Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta adalah pertanggungjawaban politik.

Menurutnya secara politik, Polda Metro Jaya tidak bisa memanggil Anies. Pasalnya posisinya sebagi Gubernur menurut Andi berada di atas Kepolisian Wilayah. (smr)

sumber:detik.com/tempo.co/kastara.id/www.medcom.id/tribunjogja.com/kompas.com/kronologi.id/akurat.co/sindonews.com/tribunjabar.id/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *