Ketua Harian Dekopin Agung Sujatmoko mengatakan, menyatukan koperasi dan UKM dalam BUMR tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak faktor yang harus diperhatikan. Antara lain, Bentuk badan hukum atas BUMR terkait dengan kepemilikan, Budaya bisnis dan organisasi usaha koperasi dan ukm sangat beda, Profesionalisme manajemen dan model organisasi, Skala usaha yang mengarah ke korporasi membutuhkan modal besar, dan Kebijakan pemerintah terkait dengan keberpihakan pada ekonomi rakyat.
“Persoalan koperasi dan UKM bukan pada korporatisasi mereka dalam wadah BUMR, tapi lebih pada kebijakan pemerintah berupa kemudahan atas akses sumber daya ekonomi, penciptaan iklim usaha, peningkatan daya saing dan kapasitas para pelaku koperasi dan UKM,” ungkap Agung dalam rilisnya, Kamis (12/1).
Jika itu korporasi dan berbadan hukum PT, nilai Agung, maka pemilik modal besar yang akan mengendalikan. Dengan demikian tetap saja koperasi dan UKM pendirinya hanya pada posisi penentu perusahaan. Koperasi dan UKM hanya pelengkap penderita serta objek eksploitasi bisnis BUMR tersebut. “Melihat konsep dan fenomena ekonomi seperti itu Dekopin memandang dengan sejumlah pendapat kritisnya,” ujar Agung.
Pertama, rinci Agung, kembangkan koperasi dan UKM secara benar dengan kebijakan dan fasilitasi yang konsisten serta berkesinambungan. Kedua, Tingkatkan kapasitas sdm koperasi dan ukm untuk membangun produktivitas dan daya saing. Adapun ketiga, Susun dan terapkan pola senergitas bisnis antar pelaku usaha untuk memperkuat perekonomian nasional yang mandiri.
“Dekopin meyakini justru yang harus diperkuat adalah koperasi sebagai rumah besar bagi UKM karena koperasi mempunyai keunggulan. Ini terdiri dari: a. Kepemilikan oleh anggota b. Menjamin pemerataan dan keadilan ekonomi c. Dijalankan secara demokratis d. Dilandahkan pada prinsip dan nilai yang menempatkan kebersamaan membangun kekuatan bersama serta e. Sejalan dengan ideologi dan karakter budaya bangsa,” pungkasnya. (lin)