Muhammadiyah dan NU Protes Frasa Agama Hilang, Mendikbud Nadiem Luruskan Isu Ini di Komisi X DPR

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Foto: hidayatullah.com

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengingatkan bahwa Peta Jalan Pendidikan yang jadi polemic saat ini masih bersifat pra-konsep. Nadiem berjanji dihadapan anggota Komisi X DPR RI akan kembali memasukkan frasa agama ke dalam draf visi Peta Jalan Pendidikan 2020-2025 setelah jadi sorotan.

semarak.co-Rapat digelar secara fisik dan virtual di ruang rapat Komisi X DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (10/3/2021), sekitar pukul 09.00 WIB. Rapat dipimpin langsung Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.

Bacaan Lainnya

Rapat kerja diawali dengan paparan Ketua Komisi X DPR membacakan hasil kajian Panja Peta Jalan Pendidikan. Panja Komisi X DPR menilai Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang dibuat Kemendikbud masih pra-konsep.

“Berdasarkan dokumen dalam format soft file PDF peta jalan pendidikan yang disampaikan Kemendikbud pada raker, 20 Mei 2020 dengan judul Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 setebal 73 halaman, belum dapat dikatakan sebagai konsep peta jalan pendidikan, melainkan masih pada tataran pra-konsep,” ujar Huda.

Huda juga menilai peta jalan pendidikan 2020-2035 yang dikaji Kemendikbud belum sejalan dengan pembukaan alinea keempat UUD 1945, serta Pasal 31 dan Pasal 32 UUD 1945. Dia menegaskan peta jalan pendidikan harus berlandaskan nilai-nilai agama hingga tradisi budaya Nusantara.

“Dalam menyusun kebijakan pendidikan karakter, peta jalan pendidikan harus menjadikan nilai nilai agama, tradisi budaya Nusantara, aspek historis pendidikan Nusantara, dan pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan, tokoh agama, serta budayawan bangsa, menjadi dasar pemikiran pendidikan karakter,” tegasnya.

Dalam kesempatan sama, Mendikbud Nadiem mengapresiasi kinerja Panja Komisi X DPR dalam mencari masukan berbagai pihak untuk menyempurnakan peta jalan pendidikan. Ia mengakui peta jalan pendidikan saat ini memang masih bersifat pra-konsep.

“Terima kasih pertama kali untuk laporan panjang peta jalan pendidikan. Terima kasih untuk kerja keras bapak-ibu untuk mendapatkan masukan. Jadinya Kemendikbud merasa sangat terbantu. Seperti yang bapak-ibu bilang peta jalan ini adalah suatu draf atau yang bisa dibilang pra-konsep,” ujar Nadiem dikutip dw.com (Kamis 11/3/2021).

Tapi, lanjut Nadiem, kalau misalnya kita sudah lompat pada peta jalan yang mendetail. Kita tidak bisa dapatkan secara cepat berbagai macam masukan dari masyarakat. “Jadi, kalau idenya dengan format yang lebih mudah dicerna bagi masyarakat, kita bisa mendapat masukan yang lebih cepat,” ujar mantan bos Gojek.

Sehingga ketika kita melakukan yang lebih definitif, itu sudah tertampung berbagai macam masukannya. Nadiem memastikan akan menjadikan rekomendasi Panja Komisi X sebagai masukan. Ia berjanji akan menyempurnakan draf peta jalan pendidikan yang ada saat ini. “Pasti akan terus kita jalani, kita kaji dan akan terus kita sempurnakan,” ucapnya.

Selanjutnya, Mendikbud mengaku kaget perihal polemik hilangnya frasa agama dalam draf tersebut. “Ini adalah satu poin yang menurut saya penting saya sampaikan, sangat singkat tapi kemarin sempat ada polemik mengenai frasa agama dan pertamanya saya cukup bingung dengan polemik ini,” ungkap Nadiem.

Nadiem pun mengatakan akan kembali memasukkan frasa agama ke visi Peta Jalan Pendidikan. Sebab, menurutnya, banyak pihak menilai polemik frasa agama menjadi hal penting.

“Tapi ternyata frasa agama penting untuk beberapa unsur masyarakat. Ya sudah nggak apa-apa. Kita masukin lagi. Jadi nggak ada masalah, case closed ya mengenai ini,” pintanya.

Nadiem juga meminta masyarakat tidak panik dalam menyikapi polemik frasa agama dalam draf Peta Jalan Pendidikan. Ia menegaskan Kemendikbud terbuka dengan masukan masyarakat.

“Dan kalau misalnya dari aspirasi dari masyarakat, bahwa kata agama itu yang penting dalam frasa itu, ya kita silakan masuk di dalam peta jalan. Jadi nggak masalah. Jadi nggak perlu panik, nggak perlu menciptakan polemik, kita terbuka dan nggak ada,” imbuhnya.

Menurut Nadiem, agama dan Pancasila merupakan hal esensial dalam pendidikan bangsa. Ia mengatakan Peta Jalan Pendidikan juga dirancang untuk menghasilkan anak-anak yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Agama dan Pancasila itu bukan hanya penting tapi esensial bagi pendidikan bangsa kita. Peta jalan pendidikan pun dirancang dengan ekosistem pendidikan yang menghasilkan anak-anak Indonesia beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia,” ungkapnya.

Selain itu, Nadiem kaget dengan adanya isu rencana penghilangan mata pelajaran agama dalam kurikulum pendidikan. Ia pun heran dengan adanya isu tersebut. “Nah Kemendikbud ada juga kita mendengarnya bahwa ada polemik, saya kaget juga mendengarnya, bahwa ada rencana menghilangkan pelajaran agama. Kreatif sekali ya orang ya,” ucapnya.

Nadiem pun menepis adanya isu liar itu. Ia menegaskan tidak pernah ada rencana menghilangkan mata pelajaran agama. “Itu nggak pernah ada rencana itu dan tidak pernah akan kita menghilangkan pengajaran agama dalam kurikulum kita. Jadi nggak usah khawatir lagi,” tuturnya.

Mengutip hidayatullah.com (Jumat, 5 Maret 2021-10:51 WIB), Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyoroti hilangnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Pernyataan Haedar ini disampaikan dalam forum FGD Peta Jalan Pendidikan Kemendikbud yang diadakan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Senin (1/3/2021).

Haedar mengatakan Mendikbud telah melawan Konstitusi (inkonstitusional) sebab merunut pada hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya yaitu: Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945 dan puncaknya adalah Pancasila.

“Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?” tanya Haedar Nashir sebagaimana dimuat di laman resminya, muhammadiyah.or.id.

Ketum PP Muhammadiyah itu menuturkan pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

“Kenapa Peta Jalan yang dirumuskan Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945. Kalau orang hukum itu mengatakan ini Pelanggaran Konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah tidak sejalan dengan Pasal 31,” ujarnya.

Jadi inilah yang sering mengundang tanya, lanjut Haedar, ini tim perumusnya alpa, sengaja, atau memang ada pikiran lain sehingga agama menjadi hilang. Menurut Haedar, ini adalah masalah serius yang perlu menjadi perhatian pemerintah Indonesia.

“Nah, problem ini adalah problem yang serius menurut saya yang perlu dijadikan masukan penting bagi pemerintah. Agar kita berpikir bukan dari aspek priomordial, tapi berpikir secara konstitusional, karena itu sudah tertera langsung tanpa perlu interpretasi di dalam Pasal 31,” jelasnya.

Haedar yang juga merupakan Guru Besar bidang Sosiologi itu memandang hilangnya frasa agama sebagai acuan nilai berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. “Jika aman tidak ada masalah, tapi jika ada problem berarti kita mengawetkan sampai dua puluh tahun ke depan,” imbuh Haedar.

Diketahui, Visi Pendidikan Indonesia 2035 berbunyi, “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan meski masih dalam tahap penyusunan, Ia menilai proses penyusunan Peta Jalan Pendidikan dilakukan secara tertutup.

Pertama, proses penyusunan sebagai ‘sembunyi-sembunyi’. Termasuk tidak dilibatkannya BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Kemendikbud dan partisipasi publik. Kedua, tidak ditemukannya kata agama dalam draf rumusan paling mutakhir tanggal 11 Desember 2020, terutama hilangnya frasa agama dari Visi Pendidikan Indonesia 2035.

Sebelumnya, dirumuskan Peta Jalan untuk memudahkan pengejawantahan salah satu tujuan nasional dalam Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemudian dari Kepala LP Maarif NU, KH Arifin Junaidi mengutarakan pandangan senada. Ia menyayangkan Kemendikbud yang mengabaikan pola pikir dimensi religius dan dimensi historis bangsa Indonesia yang menjadi titik awal refleksi, evaluasi dan antisipasi bagi kebijakan pendidikan di masa depan.

“Visi pendidikan di masa depan seharusnya mendasarkan diri pada dimensi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Cita-cita besar para pendiri bangsa tetap harus menjadi orientasi kebangsaan dalam mendesain kebijakan pendidikan di masa depan,” tegas Arifin seperti dilansir medcom.id (08 Maret 2021 12:02 WIB).

Menurut Arifin, LP Maarif dan PBNU bersama Ketua Umum KH Said Aqil Siradj pada 25 Januari 2021 telah menyampaikan langsung sejumlah masukan PJPN ini kepada Mendikbud Nadiem Makarim.

“Kami memberi masukan agar perlunya penanaman ajaran dan nilai-nilai agama sesuai yang dipeluk peserta didik. Kami juga mengusulkan penggunaan frasa Merdeka Belajar dikembalikan ke frasa yang diintrodusir Ki Hajar Dewantara, yakni menekankan pada pengembangan karakter bukan penekanan pada literasi numerasi,” kata Arifin.

Aspek pengembangan peserta didik tidak hanya aspek knowledge, skill dan attitude, tapi ditambah dengan aspek pengembangan sosial. Mengenai pusat pendidikan yang selama ini disebut tri pusat pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat, perlu ditambah satu lagi yakni, tempat ibadah, sehingga menjadi catur pusat pendidikan.

Dikatakan dalam sistem pendidikan seharusnya terdapat dimensi antropologi manusia Indonesia. Yaitu bagaimana kita memandang manusia Indonesia yang memiliki akar budaya bangsa, tradisi spiritual-religius, dan sebagai makhluk ciptaan-Nya memiliki tugas dan panggilan yang unik sebagai individu dan warga negara.

Isi fundamental sebuah sistem pendidikan adalah visi besar pendidikan masa depan, yaitu sistem pendidikan Indonesia masa depan akan membentuk dan mempersiapkan warga negara dengan kompetensi dan karakter yang sesuai dan andal.

Berkaitan dengan perkembangan teknologi, nilai dia, peta jalan perlu diperkaya dengan fenomena kesadaran baru umat manusia yang hidup dalam dunia tanpa batas.

“Yang semakin menyadari diri dan komunitasnya sebagai penanggung jawab dan pemelihara kehidupan di bumi dan kesadaran sebagai satu keluarga umat manusia dalam persaudaraan universal,” paparnya.

Dalam konsep Kemendikbud, lanjut Arifin, Profil Pelajar Pancasila lebih banyak berbicara pada tataran individual, sementara pada dimensi sosial hanya dikaitkan dengan kemampuan berkolaborasi yang sedari dulu menjadi ciri bangsa Indonesia. (net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *