Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas menyarankan Jemaah haji di Tanah Suci sebaiknya mengikuti skema Murur. Pasalnya skema Murur ini untuk keselamatan jemaah lanjut usia (lansia) dan risiko tinggi (risti) sehingga perjalanan hajinya lebih baik dari Arafah langsung lanjut ke Mina, dan mabit di Muzdalifah mengikuti skema murur.
semarak.co-Hal ini disampaikan KH Anwar Abbas usai meninjau kesiapan sarana prasarana yang ada di Arafah, Muzdalifah, dan Mina bersama Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan para Amirul Hajj. Buya Anwar Abbas yang juga Naib Amirul Hajj 1445 H/2024 M ini menilai pilihan tersebut amat tepat untuk diambil demi memberikan keselamatan bagi jemaah.
“Saya tahun 2008 haji, tahun 2019 haji, tempat di sini (Muzdalifah) masih luas sehingga kalau mobil bus parkir di sini meskipun sempit-sempit tapi mampulah menampung. Tapi sekarang banyak bangunan, di sini ada dibangun toilet,” ungkap Anwar Abbas, Selasa (11/6/2024).
“Kesimpulan saya, impossible mobil yang datang dari Arafah berhenti di sini semua, tidak akan tertampung. Sehingga diperlukan ijtihad ulama, dan Majelis Ulama Indonesia sudah membuat fatwa,” ujar Anwar Abbas dirilis humas Kemenag usai acara melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Rabu (12/6/2024).
Artinya, lanjut dia, jemaah tertentu yang sakit dan berisiko tinggi untuk keselamatan mereka, lebih baik lanjut ke Mina, dan berangkat jam 19.00 malam. Menurutnya, pilihan mabit di Muzdalifah dengan skema murur patut menjadi pilihan karena bertujuan menjaga keselamatan diri.
“Itu ada alasannya, masyaqqah, kesulitan. Dalam maqashid syariah kan, ada hifdzunnafs ya, ada pertimbangan keselamatan jemaah,” tutur Buya Anwar, sapaan akrab yang juga menjabat Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Buya Anwar juga sepakat dengan program murur yang disiapkan pemerintah di mana para jemaah lansia, jemaah dengan risiko tinggi serta pendampingnya akan mulai diberangkatkan dari Arafah langsung menuju Mina dimulai sejak pukul 19.00 malam.
“Itu, kan, artinya sudah melewati malam, ya. Saya kira sah. Malam kan dimulai dari terbenamnya matahari. Memang ada ulama menyatakan lewat jam 12 malam, tapi situasi dan kondisinya tidak memungkinkan. Melihat space (luasan) sekarang ini, saya punya kesimpulan memang tidak mungkin,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) telah menggulirkan rencana pola mabit di Muzdalifah dengan skema murur. Hal ini menjadi bagian dari mitigasi makin sempitnya kawasan Muzdalifah, khususnya setelah terbangunnya toilet yang memakan lahan seluas dua hektar.
Berdasarkan catatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), area Muzdalifah yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350m2. Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab.
Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45m2 di Muzdalifah.
Tahun 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah. Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000 m2.
Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, 82.350 m2 – 20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29m2. Karenanya, mabit Muzdalifah dengan skema murur menjadi ikhtiar pemerintah untuk dapat mengurangi kepadatan di Muzdalifah.
Pemerintah menargetkan 55 ribu jemaah haji Indonesia akan melakukan skema murur. Mabit _ di Muzdalifah dengan cara Murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
Di bagian lain dirilis humas Kemenag sebelumnya, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) merencanakan penerapan skema murur saat mabit (menginap) di Muzdalifah. Menag Yaqut mengatakan, hal itu dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum fikih dan keamanan jemaah.
Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
“Sudah ada beberapa pilihan skema murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ, ada hukum fikih yang saya kira juga perlu didiskusikan,” sebut Menag Yaqut di Jeddah, Minggu (9/6/2024)
“Tadi teman-teman sudah berdiskusi dengan Mustasyar Diny, tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya diperbolehkan,” sambung Gus Men, sapaan akrab Menag Yaqut dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Senin (10/6/2024).
Sejalan dengan itu, lanjut Gus Men, PPIH tengah mengatur, skema murur yang paling memungkinkan. Sejumlah teknis pergerakan jemaah dikaji dan diperhitungkan. “Insya Allah segera difinalisasi skemanya, termasuk mempertimbangkan animo yang besar sekali dari jemaah haji untuk mengikuti murur ini,” ujarnya.
Mudah-mudahan hari ini bisa kita rumuskan yang terbaik buat jemaah dan memastikan bahwa murur itu bisa berjalan dengan lancar. Skema murur menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia di tengah keterbatasan area di Muzdalifah, area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350m2.
Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45m2 di Muzdalifah.
Sementara di 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah. Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000 m2.
Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, 82.350 m2 – 20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29m2. Tempat atau space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi sangat padat luar biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jemaah.
Skema murur diprioritaskan bagi jemaah yang mengalami risiko tinggi (risti) secara medis, lanjut usia (lansia), disabilitas, berkursi roda, serta para pendamping jemaah (risti, lansia, disabilitas, dan berkursi roda).
Direktur Bina Haji Arsad Hidayat menambahkan, pihaknya telah mendiskusikan masalah murur dengan pihak-pihak di Arab Saudi, baik Masyariq, Naqabah, maupun Kementerian Haji dan Umrah. Di Indonesia, hal ini juga tekah didiskusikan dengan sejumlah ormas, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, dan lainnya.
“Kami juga mendiskusikan hal ini dengan Mustasar Diny yang terdiri dari para ulama. Mereka juga mendukung terkait rencana skema murur yang dijalankan pemerintah. Waktu pelaksanaan murur mulai pukul 19.00 dan diharapkan selesai 22.00. Ini bertolak dari pemikiran bahwa menjaga keselamatan jiwa itu menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,” tandasnya.
PPIH Fokus Persiapan Armuzna
Di bagian lain dirilis humas Kemenag terbaru, seluruh operasional pemberangkatan jemaah haji Indonesia 1445 H/2024 M ke Tanah Suci telah berakhir seiring dengan mendaratnya 333 jemaah yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 106 Embarkasi Surabaya (SUB-106) di Bandara King Abdul Aziz Jeddah.
Sebanyak 216.022 jemaah dan petugas haji yang terbagi dalam 553 kelompok terbang saat ini sudah berada di Kota Makkah Al-Mukarrahamah untuk bersiap mengikuti rangkaian puncak haji yang dimulai pada 9 Zulhijjah dengan wukuf di Arafah.
Jemaah yang wafat hingga saat ini berjumlah 98 orang dengan rincian, wafat di Embarkasi 8 orang, di Madinah 18 orang, di Makkah 69 orang dan di Bandara 3 orang. Seluruh jemaah haji yang wafat akan dibadalhajikan.
Anggota Media Center Kementerian Agama Widi Dwinanda menyampaikan, dengan berakhirnya fase kedatangan jemaah di Tanah Suci, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) saat ini sepenuhnya fokus dan berkonsentrasi memepersiapkan rangkaian puncak haji.
“Yang dimulai dengan pendorongan jemaah haji ke Arafah pada 8 Zulhijah 1445 H nanti. Sejumlah persiapan terus dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku dan stakeholders penyelenggaraan haji,” terang Widi dalam keterangan resmi Kemenag di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Rabu (12/06/2024).
Seluruh layanan disiapkan, sambung Widi, mulai layanan transportasi, akomodasi, konsumsi, kesehatan, pelindungan jemaah dan bimbingan ibadah sejak dari hotel tempat jemaah menginap, di Arafah, Muzdalifah dan Mina.
Untuk layanan akomodasi di Arafah, kata Widi, jemaah haji Indonesia akan menempati 1.169 tenda yang terbagi dalam 73 maktab atau markaz. Setiap maktab akan disiapkan 10 bus yang akan membawa jemaah dari Arafah.
“Seluruh tenda jemaah dilengkapi dengan AC dan kasur serta selimut. Menteri Agama telah meninjau persiapan akomodasi di Armuzna untuk memastikan jemaah mendapatkan layanan terbaik,” kata Widi dirilis humas usai melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Rabu malam (12/6).
Dari aspek layanan konsumsi, ujar Widi, selama berada di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, jemaah haji akan mendapat 15 kali makan dan 1 kali snack berat, 6 kali makan di antaranya diberikan dalam bentuk siap saji. Sedang 9 kali makan lainnya akan diberikan secara fresh meal.
“Setiap maktab di Arafah menyiapkan dapur untuk mengolah fresh meal yang akan dikonsumsi oleh jemaah haji. Makanan yang dikonsumsi jemaah haji telah melalui proses pemeriksaan untuk menjaga kualitas makanan jemaah, termasuk para lansia,” ucap dia.
Untuk layanan transportasi jemaah haji ke Arafah, Muzdalifah dan Mina, sejak operasional bus shalawat berhenti sementara pada 11 Juni 2024 kemarin, seluruh bus akan ditarik pihak pengelola untuk difokuskan pada layanan shuttle Armuzna, mulai dari Makkah, Arafah, Muzdalifah, Mina dan ke Makkah.
“Usai puncak haji, bus shalawat akan kembali dioperasikan untuk melayani jemaah yang akan melaksanakan Thawaf Ifadlah, Thawaf Wada, maupun salat lima waktu di Masjidil Haram. Untuk fasilitasi layanan kesehatan jemaah, PPIH menyiapkan klinik kesehatan di Arafah dan Mina lengkap dengan sarana prasarana medis serta kelengkapan pendukung lainnya,” bebernya.
Seluruh petugas kesehatan yang berjumlah 287 orang akan dikonsentrasikan melayani jemaah. “Sebanyak 200 petugas kesehatan akan diterjunkan di semua pos kesehatan dan nanti di sepanjang jalur Jamarat, 87 petugas kesehatan lainnya melayani jemaah di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dan membersamai safari wukuf jemaah sakit di Arafah,” terangnya.
Selain itu, lanjut dia, layanan kesehatan juga dilakukan petugas kesehatan yang ada di kloter-kloter. Bila ada penyakit yang tidak bisa didatangi di tenda nanti bisa ke pos kesehatan di Mina, jika di Mina tidak bisa menangani akan dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi. Layanan ambulans juga disiapkan, bersiaga untuk jemaah,” sambungnya.
“PPIH Arab Saudi juga akan mensafariwukufkan jemaah haji yang sakit dan dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dan untuk jemaah sakit saat harinya mesti ke Arafah dan butuh pendampingan. Selain untuk jemaah sakit, fasilitasi safari wukuf juga untuk jemaah lansia non mandiri,” ia menambahkan.
Tahun ini Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan memberlakukan skema murur saat mabit di Muzdalifah. Menurutnya, skema ini utamanya diperuntukkan bagi jemaah haji risiko tinggi, lanjut usia, disabilitas, pengguna kursi roda, dan para pendampingnya.
Pergerakan jemaah haji Indonesia dari Arafah pada operasional haji 1445 H/2024 M terbagi dalam dua skema, normal dan murur. Pola normal adalah sistem taraddudi (shuttle) yang mengantar jemaah dari Arafah menuju Muzdalifah.
“Sementara mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina,” ucapnya.
PPIH, Widi mengutarakan, terus mengimbau jemaah mempersiapkan diri lahir dan batin menjalani rangkaian puncak haji mendatang. “Untuk persiapan fisik, jaga kebugaran tubuh dengan makan yang teratur dan tepat waktu serta istirahat yang cukup. Aktivitas ibadah dapat dilakukan di hotel dan membatasi bepergian ke luar hotel,” tuturnya.
“Maksimalkan waktu menghadapi puncak haji dengan memperbanyak amalan ibadah, berzikir, mendalami manasik haji. Mintakan doa kepada keluarga di Tanah Air agar dapat menjalani puncak haji dengan lancar dan aman,” demikian Widi menambahkan. (smr)