Anomali atau keanehan praktek kepemimpinan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto dan para pengikutnya semakin menjadi-jadi, ngawur, dan mempermalukan Partai Golkar sebagai partai politik moderen berhaluan nasionalis tengahan.
Demikian Calon Ketua umum (caketum) DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo menanggapi video viral di media social. Dalam itu, tampak di suatu ruangan acara, Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeja sumpah di hadapan para pengurus DPD kabupaten/kota yang mengulangi sumpah politik tersebut.
Masih dalam video itu, tampak seorang tokoh agama Islam mengangkat tinggi Alquran pada posisi di atas kepala para pengucap sumpah. Terlihat dalam video itu, Airlangga berdiri mendengarkan sumpah yang diucapkan para bawahan partainya.
Beberapa elite DPP Partai Golkar kubu Airlangga juga terlihat menyaksikan pengucapan sumpah itu. Di antaranya Melchias Markus Mekeng, Ketua Korbid Wilayah Timur.
Sejatinya, dalam setiap agama, sumpah yang diucapkan di bawah Kitab Suci (Alquran, alkitab, dan lainnya) dengan membawa nama Allah sang pencipta alam semesta, merupakan sesuatu yang sakral, mulia, dan sarat pesan amanah.
Bamsoet, sapaan akrabnya menilai, lazimnya seremoni pengucapan sumpah di muka kitab suci itu dilakukan para pejabat di level jabatannya masing-masing, agar yang bersangkutan mengingat dengan sungguh-sungguh amanah yang diberikan melalui jabatan tersebut.
“Amanah itu berkorelasi denga harapan-harapan warga negara atau rakyat yang telah menitipkan amanah kepada sang pejabat, agar dapat berlaku adil, jujur, dan bertanggungjawab bagi kemaslahatan umum,” tuturnya.
Intinya, kata dia, pejabat yang disumpah tidak boleh berkhianat kepada rakyat atau warga negara yang sudah menitipkan amanah mulia kepadanya,” ujar Bamsoet dalam opini yang jadi pesan berantai.
Apabila dihubungkan dengan situasi riil yang menimpa Partai Golkar hari-hari ini, kata dia, maka aksi sumpah para pengikut Airlangga itu tampak tidak lazim dan cenderung aneh.
Bagaimana bisa di tengah kerusakan organisasi Partai Golkar yang telah ditimbulkan Airlangga, para pengurus harus mengucapkan sumpah dengan membawa nama Allah untuk tetap mendukung Airlangga?
“Itu artinya, sumpah tersebut merupakan ikrar bersama untuk mendukung berbagai kerusakan organisasi yang telah ditimbulkan Airlangga.Yang sungguh mengherankan, para pengurus Partai Golkar di Jawa Barat itu juga bersumpah bahwa siapa yang berkhianat atau membuat pengkhianatan terhadap Airlangga, akan mendapatkan laknat,” sindirnya.
Bagaimana mungkin, lanjut dia, Airlangga yang sudah berkhianat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, serta berlaku semena-mena misalnya dengan aksi pendudukan sepihak Kantor DPP Partai Golkar, meminta para pengurus Golkar untuk tidak mengkhianatinya?
Sumpah tersebut, nilainya, menjadi proporsional dan logis diberikan kepada Airlangga, apabila Airlangga terbukti sebagai pemimpin yang amanah, menjadi sumber keteladanan, dan bijaksana. Ini malah sebaliknya, pemimpin yang telah menimbulkan banyak kerusakan di dalam organisasi, malah disumpah atas nama Allah untuk tetap dipilih.
Pada titik ini, jelas terlihat bahwa Airlangga, para loyalis, dan pengikutnya hanya menjadikan agama sebagai perkakas politik. Padahal, agama itu simbol kejujuran yang harus tercermin dalam setiap jabatan yang diemban oleh pemeluk agama termasuk yang sedang menjabat sebagai ketua umum.
Wakorbid Pratama Partai Golkar ini mengatakan, agama sebagai simbol moral tertinggi dimana aktualusasinya tercermin dalam kehidupan pribadi, penuh tanggung jawab, responsif terhadap aspirasi, rela menderita demi orang yang di pimpinnya, berbelarasa dan melayani.
“Sayangnya perilaku mulia sebagai karakter pemimpin itu tidak tercermin pada diri Airlangga saat dia memimpin Partai Golkar semenjak Munaslub 2017. Itu artinya Airlangga, para loyalis dan pengikutnya hanya menjadi agama sebagai alat bagi pemuasan kepentingan kekuasaan politik belaka,” sindirnya.
Dari perspektif kebangsaan dalam konfigurasi dan anatomi politik Indonesia, aksi sumpah politik bernuansa agama yang dilakukan oleh para pengurus Golkar di wilayah Provinsi Jawa Barat itu, semakin mengaburkan karakteristik Partai Golkar sebagai partai nasionalis tengahan.
Sedangkan dari dimensi psikopolitis, apabila terjadi salah tafsir atas aksi sumpah politik ber-Alquran kepada Airlangga itu, maka Golkar menghadapi situasi bahaya secara ideologis.
Anggota, kader, atau pengurus Golkar yang belum matang wawasan dan kurang memiliki kedalaman religiositas, dengan serta-merta menularkan sentimen agama secara tidak proporsional ke dalam praktek berpartai.
“Kalau kondisi negatif seperti ini terjadi, maka yang bertumbuh adalah embrio intoleransi, yang pada gilirannya bakal mengubur karakter kebangsaan Partai Golkar,” ucapnya.
Pengurus Pleno DPP Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab menegaskan, mosi tidak percaya yang dilayangkan kepada Airlangga masih akan terus berlanjut. Bahkan para pengurus pleno akan membuat Petisi Rakyat untuk menilai kepemimpinan Airlangga dalam memimpin Partai Golkar.
Petisi ini dimaksudkan untuk menyerap aspirasi rakyat dan bagaimana persepsi rakyat yang memilih Partai Golkar terhadap kepemimpinan Partai Golkar di bawah Ketua Umum Airlangga Hartarto.
“Kami akan siapkan semua point-point Petisinya, sehingga memudahkan rakyat untuk memahami tujuan dan substansi daripada Petisi tersebut,” ujar Sirajuddin kepada wartawan, Selasa (3/9/2019).
Sirajuddin menuturkan, pihaknya akan mengajak seluruh elemen muda Partai Golkar di seluruh Indonesia, untuk ikut terlibat dan aktif mendukung gerakan Petisi ini. Petisi akan digelar minimal pada 10 provinsi di Indonesia.
“Kita akan menjemput bola dalam melakukan Petisi Rakyat ini. Kami akan road show ke 10 (sepuluh) Provinsi di Indonesia dengan melibatkan para kaum milenial Partai Golkar untuk berpartisipasi aktif. Dari Petisi ini kita akan tahu bagaimana penilaian rakyat atas kepemimpinan Airlangga selama ini,” urainya.
Sirajuddin menandaskan situasi Partai Golkar saat ini sudah masuk level mengkhawatirkan. Kepemimpinan Airlangga, semakin menjauhkan Partai Golkar sebagai partai modern, partai yang menjunjung tinggi asas keterbukaan, demokratisasi serta aspiratif.
“Realita ini tidak bisa kita tutup-tutupi lagi. Rakyat pemilih Partai Golkar harus tahu, bagaimana buruknya tata kelola dan manajemen Partai. Dalam sejarah Partai Golkar, baru kali ini Ketua Umum Partai Golkar mendapatkan mosi tidak percaya dari pengurus,” sindirnya.
Mosi tidak percaya diberikan karena Airlangga lebih dari satu tahun lebih tidak melaksanakan Rapat Pleno ditingkat DPP Partai Golkar.
“Semua kebijakan yang diambil oleh Airlangga, diputuskan oleh segelintir orang tanpa melewati mekanisme rapat yang diatur dalam Tata Kerja Partai Golkar. Ini jelas melanggar AD/ART Partai Golkar. Sikap seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut,” tandasnya. (net/lin)
sumber: kabarakyat.com/KAHMI MPO,indopolitika.com