Impor Beras dari Negara Pengekspor Ditutup, Ridwan Kamil Prediksi Jabar Alami Krisis Pangan pada 2021

Gubernur Jabar Ridwan Kamil menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2020 Provinsi Jabar: Bersinergi Membangun Optimisme Pemulihan Ekonomi di Hotel Savoy Homann, Kota Bandung, Kamis (3/12/2020). Foto: dok Humas Pemprov Jabar di internet

Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil memprediksi provinsi Jabar akan mengalami krisis pangan pada 2021. Ini karena adanya negara pengekspor beras menutup impornya seperti Vietnam dan Thailand sejak semester II- 2020 terkait pandemi COVID-19.

semarak.co-“Jadi intinya ada potensi krisis pangan di tahun depan. Maka semua pihak harus bersemangat menjadikan pangan sebagai ekonomi baru, terutama saya mengajak orang kota kembali ke desa, tanah yang ditanam nanti disiapkan,” ajak Ridwan Kamil saat menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2020 Provinsi Jabar: Bersinergi Membangun Optimisme Pemulihan Ekonomi di Kota Bandung, Kamis (3/12/2020).

Bacaan Lainnya

Kang Emil, begitu sapaan akrabnya, mengatakan Pemprov Jabar akan mewaspadai kondisi krisis pangan terjadi di Jabar sehingga pihaknya akan menggelar West Java Invesment Summit (WJIS) di bidang pertanian, 10 Desember ini.

“Dan yang penting mereka mau berwirausaha di tanah yang kita sediakan. Kalau swasembada pangan itu lancar, Insya Allah ekonomi kita akan terkendali,” kata dia.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Jabar Herawanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Jabar on the track. Artinya sesuai dengan semangat untuk kembali ke arah yang nanti tumbuh normal.

“Kami perkirakan tahun 2021 pertumbuhan ekonomi bisa meningkat sekitar 4,5 sampai 5,5 persen dan ditekankan bisa lebih baik dari itu. Dengan catatan tentunya ada beberapa hal, konsistensi kebijakan, konsistensi dukungan pemda di semua level provinsi dan kabupaten/kota untuk terus menggerakan perekonomian dengan terukur,” kata Herawanto.

Ada beberapa indikator yang bisa menjadikan pertumbuhan ekonomi di Jabar meningkat sekitar 4,5 hingga 5,5%. Di antaranya ekspor sudah mulai bergerak, pasar ekspor untuk industri di Jabar sudah mulai terbuka, perdagangan antara pemda provinsi dan daerah dengan dynamic balancing arus manusia.

Lalu barang dan jasa kembali bergerak. “Jadi semua indikator-indikator itu terlihat, menjadikan bahwa angka (pertumbuhan ekonomi) 4,5 sampai 5,5 persen menjadi sangat valid,” ujarnya.

Jabar memiliki tujuh potensi ekonomi baru pascapandemi COVID-19, yaitu meraup peluang investasi perusahaan yang pindah dari Tiongkok, swasembada pangan, swasembada teknologi, mendorong peluang bisnis di sektor kesehatan, digital ekonomi, penerapan ekonomi berkelanjutan dan pariwisata lokal.

Terkait swasembada pangan untuk mencapai ketahanan pangan, Kang Emil menjelaskan bahwa salah satu caranya adalah dengan memaksimalkan potensi lahan di desa untuk bercocok tanam sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu, ketahanan pangan bisa mengatasi potensi krisis pangan. Ia pun mengajak masyarakat untuk menjadikan sektor pangan sebagai ekonomi baru.

Meski secara tahunan (y-on-y) ekonomi Jabar di triwulan III-2020 mengalami kontraksi yaitu minus 4,08 persen akibat pandemi COVID-19, tetapi perekonomian Jabar mulai membaik.

Ekonomi Jabar triwulan III-2020 terhadap triwulan sebelumnya meningkat sebesar 3,37 persen (q-to-q). Hingga September 2020, realisasi investasi di Jabar juga tertinggi se-Indonesia berdasarkan lokasi, dengan nilai mencapai Rp86,3 triliun.

Kang Emil pun optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Jabar akan semakin membaik di 2021 terutama jika didukung ketahanan pangan yang memadai. “Insya Allah tahun depan ekonomi Jabar akan tumbuh 4 sampai 5 persen, walaupun di akhir tahun kita upayakan bisa mendekati 0 atau lebih sedikit,” ujar Kang Emil.

Kang Emil juga menjelaskan Pemda Provinsi Jabar akan menggelar West Java Agriculture and Food Summit (WJAFS), di mana dalam rangkaiannya terdapat launching program Petani Milenial.

“Program Petani Milenial yaitu peminjaman lahan untuk anak-anak muda, kemudian mereka akan bertani dengan (tanaman) apa yang kami minta dan dibeli dengan harga baik. Sehingga akan lahir budaya baru pascapandemi COVID-19 bahwa hidup yang sejahtera tidak harus di kota tapi bisa dengan tinggal di desa dengan rezeki mendunia.” (net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *