Hancurkan Ribuan Masjid Warga Uighur di Xinjiang, China Berkilah Masih Banyakan Amerika

Suasana keberadaan muslim Uighur di Xinjiang China: foto: detik.com

Otoritas China dilaporkan menghancurkan ribuan masjid warga Uighur di Xinjiang China. Informasi ini berdasarkan laporan dari sebuah lembaga pemikir Australia tentang pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di wilayah bergejolak itu.

semarak.co– Hal itu seperti dilaporkan kelompok think tank (pemikir) bernama Australian Strategic Policy Institute (ASPI) yang menggunakan citra satelit dan laporan di lapangan guna memetakan pembangunan kamp tahanan yang ekstensif dan berkelanjutan serta perusakan situs budaya dan agama di Xinjiang, barat laut China.

Bacaan Lainnya

ASPI menyatakan, pemerintah China mengklaim ada lebih dari 24 ribu masjid di Xinjiang China serta berkomitmen melindungi dan menghormati keyakinan agama tidak didukung oleh temuan tersebut. Laporan ASPI memperkirakan kurang dari 15 ribu masjid tetap berdiri, tapi lebih dari setengahnya rusak sampai batas tertentu.

Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan lebih dari satu juta warga Uighur dan orang-orang yang kebanyakan berbahasa Turki- Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di wilayah barat laut, di mana penduduk ditekan untuk menghentikan kegiatan tradisional dan keagamaan, dikutip Pikiran-rakyat.com dari AFP.

“Ini adalah angka terendah sejak Revolusi Kebudayaan, ketika kurang dari 3.000 masjid tersisa,” tulis laporan ASPI yang dilansir The Guardian, Sabtu (26/9/2020).

Kelompok think tank Australia menyebut ribuan masjid di Xianjing, China dihancurkan atau dirusak oleh otoritas terkait dalam waktu 3 tahun. Kini, dilaporkan jumlah masjid yang tersisa bahkan lebih sedikit sejak era Revolusi Kebudayaan.

Sekitar dua per tiga masjid di daerah itu terdampak. Selain itu, sekitar 50% situs budaya yang dilindungi telah rusak atau hancur, termasuk penghancuran total Ordam mazar (tempat suci), sebuah situs kuno ziarah yang berasal dari abad X.

Dalam laporan ASPI, sejak 2017, sebanyak 30% masjid telah dihancurkan dan 30% lainnya rusak, termasuk penghapusan fitur arsitektur seperti menara atau kubah. Sebagian besar situs tetap sebagai lahan kosong. Sementara yang lain diubah menjadi jalan dan tempat parkir mobil atau diubah untuk keperluan pertanian.

Beberapa diratakan dengan tanah dan dibangun kembali dengan ukuran lebih kecil dari ukuran sebelumnya, termasuk Masjid Agung Kashgar, yangdibangun pada 1540 dan diberikan perlindungan bersejarah tingkat tertinggi kedua oleh otoritas China.

Daerah yang menerima banyak wisatawan, termasuk Ibu Kota Xinjiang: Urumqi dan Kota Kashgar memiliki sedikit kerusakan yang tercatat. Namun, ASPI menyebutkan, laporan dari pengunjung ke kota-kota tersebut menunjukkan mayoritas masjid digembok atau telah diubah fungsi.

ASPI menyatakan, pihaknya membandingkan citra satelit baru-baru ini dengan koordinat yang tepat dari lebih dari 900 situs keagamaan yang terdaftar secara resmi yang dicatat sebelum penumpasan tahun 2017, kemudian menggunakan metodologi berbasis sampel untuk membuat perkiraan yang kuat secara statistik dengan referensi silang dengan data sensus.

Beijing telah menghadapi tuduhan yang konsisten didukung bukti yang semakin banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) massal di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta Muslim Uighur dan Turki di kamp-kamp penahanan yang keberadaannya awalnya disangkal sebelum mengklaim mereka sedang dilatih dan dididik di pusat pendidikan.

Kamp-kamp dan tuduhan pelecehan lainnya, kerja paksa, sterilisasi paksa perempuan, pengawasan massal dan pembatasan kepercayaan agama dan budaya telah dicap sebagai genosida budaya oleh para pengamat.

Beijing dengan keras menyangkal tuduhan tersebut dan mengatakan kebijakannya di Xinjiang adalah untuk melawan terorisme dan ekstremisme agama. Program tenaga kerjanya adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan bukan paksaan.

Laporan ASPI menambahkan, di samping upaya paksa lainnya untuk merekayasa ulang kehidupan sosial dan budaya Uighur dengan mengubah atau menghilangkan bahasa, musik, rumah bahkan makanan Uighur, kebijakan pemerintah China secara aktif menghapus dan mengubah elemen kunci dari warisan budaya nyata mereka.

Intervensi pada budaya dan komunitas etnis minoritas telah meningkat di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping. Dalam beberapa pekan terakhir terungkap pihak berwenang telah memperluas program tenaga kerja di Tibet dan kebijakan untuk mengurangi penggunaan bahasa Mongol di Mongolia Dalam.

Terminologi pemerintah sering kali menggambarkan kebutuhan untuk mengubah pemikiran ke belakang dari kelompok budaya yang menjadi sasaran. Laporan itu menyebutkan, sebagian besar hancurnya masjid terjadi dalam tiga tahun terakhir dan diperkirakan 8.500 masjid telah hancur total, di mana lebih banyak kerusakan di luar pusat kota Urumqi dan Kashgar.

Banyak masjid yang lolos dari pembongkaran telah dihilangkan kubah dan menaranya. Diperkirakan kurang dari 15.500 masjid utuh dan rusak dibiarkan berdiri di sekitar Xinjiang. Menanggapi laporan itu, China bersikeras bahwa penduduk Xinjiang sepenuhnya menikmati kebebasan beragama.

Kementerian Luar (Kemenlu) Negeri China membantah keras laporan lembaga think-tank Australia yang menyebut otoritas China menghancurkan ribuan masjid di wilayah Xinjiang. China menyebut laporan itu sebagai rumor penuh fitnah.

Laporan ASPI yang dirilis pada Kamis (24/9/2020) waktu setempat menyebut bahwa sekitar 16 ribu masjid di Xinjiang telah dihancurkan atau dirusak sebagai dampak kebijakan pemerintah China, kebanyakan sejak tahun 2017.

Kemenlu negeri China mengatakan lembaga penelitian Australia itu tidak memiliki kredibilitas akademis dan menghasilkan laporan anti China dan kebohongan anti China.

Juru bicara Kemenlu China Wang Wenbin mengatakan ada sekitar 24.000 masjid di wilayah tersebut. Dia menyebutkan masih lebih banyak masjid dibanding Amerika Serikat dan beberapa negara-negara muslim lainnya.

“Jumlah masjid di Xinjiang lebih dari sepuluh kali lipat jumlah di AS dan jumlah rata-rata masjid per orang Muslim lebih tinggi daripada di beberapa negara Muslim,” kata Wang dalam jumpa pers, Jumat (25/9/2020), seperti dilansir Reuters, Sabtu (26/9/2020).

Jika laporan ASPI itu benar, maka akan menjadi jumlah terendah rumah ibadah Muslim di wilayah tersebut sejak dekade pergolakan nasional yang dipicu oleh Revolusi Kebudayaan pada 1960-an.

Disebutkan juga Wang bahwa ASPI menerima dana asing untuk mendukung ramuan kebohongan terhadap China. Lebih lanjut, Wang mengulang kembali klaim sebelumnya soal adanya lebih dari 24 ribu masjid di wilayah Xinjiang.

“Jika kita melihat jumlahnya, ada lebih dari 24 ribu masjid di Xinjiang, yang merupakan 10 kali lipat lebih banyak daripada di AS (Amerika Serikat). Itu berarti ada satu masjid untuk setiap 530 warga muslim di Xinjiang, yang berarti lebih banyak masjid per kapita dibandingkan banyak negara Muslim,” klaim Wang dalam konferensi pers.

China berada di bawah kecaman atas perlakuannya terhadap warga etnis minoritas Muslim Uighur dan atas dugaan kerja paksa di Xinjiang. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mengutip laporan kredibel menyebut 1 juta warga muslim ditahan di kamp-kamp untuk dipekerjakan. (net/smr)

 

sumber: pikiranrakyat.com/detik.com/okezone.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *