Jokowi kembali Nabok Nyilih Tangan untuk Bela Diri dari Kasus Ijasah Palsu?

Tangkapan layar ijazah dan skripsi Joko Widodo. Foto: internet

Oleh Ahmad Khozinudin, SH *)

Semarak.co – Malam ini (Kamis, 26/6) Rekan Petrus Selestinus akan mewakili tim kami dalam dialog Apa Kabar Indonesia Malam, sekira pukul 19.10 WIB. Sedangkan besok pagi, Rekan Ismar Syafrudin, akan memenuhi undangan di Apa Kabar Indonesia Pagi TV ONE, pukul 07.15 WIB.

Bacaan Lainnya

Diskusi masih seputar kasus ijazah palsu Jokowi. Kasus ini memang belum selesai, karena temuan terbaru justru makin memperkuat ijazah Jokowi bermasalah. Jika pada era Bambang Tri Mulyono masalah ijazah palsu Jokowi baru sebatas temuan jurnalisme yang dituangkan dalam Buku.

Era Rismon Sianipar naik pada level analisis digital forensik, hari ini temuan Beator Suryadi soal ijazah Jokowi terbitan Pasar Pramuka makin jelas karena sudah menjelaskan modus operandi. Jadi, publik tahu bahwa ijazah Jokowi bermasalah bukan sekedar analisa dan temuan data.

Tapi sudah sampai tingkat teknis pemalsuan, atau dalam bahasa hukum ‘Modus Operandi’. Menurut Beator Suryadi, Pemalsuan Ijazah Jokowi dilakukan dengan modus operandi memesan di UPP (Universitas Pasar Pramuka). Sejumlah nama yang terlibat, disebutkan secara gamblang.

Mestinya, temuan Beator Suryadi ini didalami oleh Bareskrim Polri dengan membuka kasus ini kembali, setelah sebelumnya Bareskrim menghentikan penyelidikan. Atau setidaknya, Bareskrim Polri segera menindaklanjuti permohonan Gelar Perkara Khusus, yang dilayangkan oleh TPUA.

Tapi, alih-alih menyelidiki lebih lanjut dugaan pemalsuan ijazah dan penggunaan ijazah palsu (Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP), penyidik Polda Metro Jaya malah kembali mengirimkan UNDANGAN KLARIFIKASI.

Sejumlah pihak kembali diundang, dari Rismon Sianipar, Roy Suryo, Eggi Sudjana, Rizal Fadilah, Rustam Efendi, Mikhael Sinaga, dll. Anehnya, undangan Klarifikasi ini bukan menindaklanjuti Laporan Saudara JOKO WIDODO yang pada 30 April 2025 lalu membuat laporan polisi di Polda Metro Jaya.

Undangan Klarifikasi kali ini, adalah tindak lanjut dari konsolidasi sejumlah LP di sejumlah Polres yang dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Ada laporan dari ANDI KURNIAWAN, KAPRI YANI, LECHUMANAN, KARIM RAHAYAN & SAMUEL SUEKEN.

Nama-nama yang tidak ada kaitannya dengan kasus ijazah palsu Jokowi. Materi UNDANGAN KLARIFIKASI juga tidak jelas. Tidak disebut peristiwa apa yang diselidiki, locus dan tempus delik juga tidak jelas. Bahkan, siapa TERLAPOR juga tidak jelas.

Hanya Pasal-pasal brutal dan seram yang dipamerkan, dalam undangan Klarifikasi pada Rabu 2 Juli 2025 tersebut. Ada Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan. Ada Pasal 29 ayat 2 UU ITE tentang transmisi dan distribusi elektronik. Dan ada Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang Kebencian berdasarkan SARA.

Pasal terakhir, yakni Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang Kebencian berdasarkan SARA adalah Pasal yang dulu digunakan untuk menjerat Bambang Tri dan Gus Nur dalam kasus ijazah palsu Jokowi.

Nampaknya, Jokowi kembali menggunakan teknik ‘nabok nyilih tangan’, seperti yang digunakan pada kasus Bambang Tri dan Gus Nur, dengan analisa dan argumentasi sebagai berikut:

Pertama, Jokowi kehilangan legitimasi untuk menekan penyidik untuk melanjutkan kasus pencemaran dan fitnah yang dia laporkan. Karena Penyidik Polda terganjal kasus di Bareskrim Polri yang dilaporkan oleh TPUA.

Selagi ijazah Jokowi belum diputuskan asli oleh pengadilan, maka kasus pencemaran dan fitnah tidak bisa jalan. Sederhana saja, jika ijazah palsu dianggap fitnah, maka buktikan dulu ijazah aslinya.

Bagaimana bisa ijazah palsu dianggap fitnah, lha wong ijazah tersebut belum dibuktikan asli? Apalagi, dengan temuan ijazah Made In Pasar Pramuka, makin meyakinkan publik ijazah Jokowi bermasalah.

Kedua,laporan Jokowi di Polda jika lanjut mewajibkan Jokowi harus diperiksa di pengadilan. Hal ini, tentu akan menjatuhkan wibawa Jokowi, mantan Presiden tetapi harus ‘dikuliti’ di Pengadilan. Maka perlu dibuat strategi, memenjarakan PENGKRITIK IJAZAH JOKOWI, tanpa perlu melibatkan Jokowi.

Ketiga, lalu muncullah TUKANG LAPOR seperti ANDI KURNIAWAN, KAPRI YANI, LECHUMANAN, KARIM RAHAYAN & SAMUEL SUEKEN. Nama-nama inilah, yang dipinjam untuk memukul Roy Suryo dkk, tanpa harus melibatkan Jokowi, dengan Pasal-pasal delik umum yang tidak perlu melibatkan Jokowi.

Licik, keji dan brutal. Tetapi, apa mau dikata, semua harus dihadapi. Kami belum menentukan sikap, untuk merespons modus operandi kriminalisasi terbaru ini. Yang jelas, tidak ada kata menyerah. Keadilan harus tetap diperjuangkan. Kebenaran, tidak boleh kalah hanya karena tidak didukung oleh kekuasaan.

Karena itu, kepada publik mohon untuk terus ikut mengawal kasus ini. Karena sejatinya, Roy Suryo dkk tidak sedang berjuang untuk dirinya sendiri. Melainkan, berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia, saat ini dan untuk generasi setelahnya.

*) Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis

 

Sumber: moneytalk.id, 26 Juni 2025 di WAGroup AMAR MARUF NAHI MUNKAR (postKamis26/6/2025/)

Pos terkait