Dalam upaya menghadapi krisis iklim yang semakin mendesak, anak-anak dan orang muda di 8 provinsi mengambil aksi nyata melalui kampanye Aksi Generasi Iklim. Kampanye ini mengangkat isu-isu iklim yang mempengaruhi kehidupan mereka di tingkat local.
semarak.co-Seperti polusi udara, krisis air, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan malaria, serta masalah sampah di daerah aliran sungai dan laut yang terus menjadi tantangan di masing-masing komunitas.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) berkolaborasi Save the Children Indonesia dan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah dan berbagai organisasi lokal menyelenggarakan Kampanye Aksi Generasi Iklim di 8 kota/provinsi, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Pasuruan, Denpasar, Sumba Barat, Palu dan Makassar.
Kampanye ini bertujuan menciptakan pendekatan yang sesuai konteks lokal dengan memberikan ruang bagi anak dan orang muda di setiap daerah untuk menyuarakan keresahan mereka secara langsung terhadap dampak perubahan iklim dan melakukan aksi yang dibutuhkan bersama pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno melalui tapping video percaya anak-anak maupun generasi muda mampu berperan aktif dalam menyuarakan krisis iklim yang berdampak bagi anak serta meningkatkan kesadaran publik untuk bersama-sama memitigasi dan mengatasinya.
“Kita harus memulai dari diri sendiri dan kemudian menjadi Gerakan Masyarakat secara massif di seluruh Indonesia. Kalau tidak dari diri kita, dari siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Saya mengajak semua pihak untuk mendukung Aksi Generasi Iklim ini untuk mencapai Indonesia Emas tahun 2045,” tutur Menko PMK Pratikno dalam Acara Festival Aksi Generasi Iklim Tahun 2024 di Gedung Heritage Kemenko PMK, Sabtu (7/12/2024).
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum menekankan bahwa krisis iklim adalah krisis hak anak, menanggung beban atau resiko ganda atas Krisis Iklim ini.
Yaitu dampak dari krisis iklim itu sendiri yang langsung mengenai diri anak dan dampak terhadap tidak terpenuhinya hak anak atas pendidikan, kesehatan dan pengisian waktu luang. Karena itu penting untuk memastikan bahwa upaya untuk mitigasi dan adaptasi krisis iklim ini adalah juga upaya untuk menjamin Pemenuhan Hak Anak.
Sekaligus juga untuk memperkuat Sistem Perlindungan Anak (SPA) di tingkat daerah dan nasional. Anak-anak dan orang muda yang tergabung dalam Child Campaigner mengangkat berbagai isu dari 8 provinsi, mencerminkan tantangan spesifik di masing-masing daerah.
Rally dimulai di Bali dengan mengangkat isu krisis air bersih yang terjadi karena peningkatan suhu, eksploitasi air berlebihan, hingga pencemaran sungai. Festival Air: Meraya dan Bersuara diadakan untuk membangun kesadaran, mengedukasi pentingnya akses air bersih, dan diskusi bersama para ahli dan pemangku kepentingan untuk mencari solusi tantangan air di Bali.
Dari Bali, kampanye berlanjut ke Yogyakarta. Status Siaga Darurat Bencana Kekeringan yang di putuskan Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, membuat Child Campaigner Jogja mengadakan aksi Goes to School untuk mengedukasi dan mengajak anak-anak tentang dampak krisis iklim.
Itu melalui metode Learning through play dengan LEGO, anak-anak di ajak untuk menvisualisasikan apa yang sedang terjadi pada lingkungan saat ini dan solusi apa yang bisa ditawarkan. “Krisis iklim adalah tantangan besar yang dihadapi generasi saat ini dan masa depan,” ujar Tata Sudrajat, Interim Chief Advocacy, Campaign, Communication & Media Save the Children Indonesia.
Melalui kampanye Aksi Generasi Iklim, dilanjut Tata, kita melihat bahwa anak-anak memiliki peran strategis sebagai agen perubahan yang membawa solusi nyata untuk lingkungan mereka. Save the Children berkomitmen mendukung inisiatif ini untuk memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan dan penuh harapan bagi setiap anak.
Makassar dan Jawa Timur, mengangkat isu pengelolaan sampah. Di Makassar, Child Campaigner melaksanakan aksi bersih-bersih pesisir pantai bersama anak-anak dan komunitas lokal. Sementara itu di Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah timbunan sampah terbesar di Indonesia, Child Campaigner Jawa Timur mengadakan festival Bebaskan Sungai dari Sampah.
Kedua aksi ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah dan mendorong kolaborasi masyarakat dalam menjaga lingkungan. Menilik data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung Agustus 2023 menyebutkan bahwa kualitas udara Kota Bandung masuk dalam kategori kualitas sedang, satu level dibawah angka kualitas tidak sehat.
Faktor yang menyebabkan kualitas udara memburuk yakni sekitar 70% karena emisi gas transportasi. Untuk itu, Child Campaigner Jawa Barat mengajak masyarakat jalan kaki dan gunakan transportasi umum lewat kegiatan bertajuk Fun Walk.
Kegiatan yang bukan sekedar ajakan untuk berjalan kaki, tetapi sebuah langkah adaptasi dalam menghadapi parahnya polusi udara di Bandung. Isu DBD menjadi fokus utama di Palu, Sumba Barat, dan Jakarta. Sebanyak 209 kasus DBD hingga Juni 2024 tercatat di kota Palu.
Sumba Barat menempati urutan ke 3 di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk kasus Malaria dan ke 5 untuk kasus DBD, dan per September 2024 tercatat 12.000 kasus DBD terjadi di Jakarta. Permasalahan sampah yang menjadi habitat ideal bagi nyamuk Aedes Aegypti menjadi penyebab utama penularan DBD di Jakarta dan diperparah ketika masuk musim penghujan.
Suhu yang semakin tinggi di Sumba Barat dan pola cuaca yang tidak menentu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk pembawa virus tersebut. Sebagai respons, kegiatan seperti Bumi Lestari Anak Terlindungi di Sumba Barat, Festival Bumi Lentera di Palu, dan Peduli Iklim Bebas DBD di Jakarta digelar untuk mengedukasi masyarakat.
Ketiga inisiatif ini bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan langkah pencegahan penyakit, sekaligus mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bebas penyakit.
Kampanye ini telah menjangkau 2.340 anak, orang muda, dan masyarakat. Sebagai puncaknya, Festival Aksi Generasi Iklim digelar di Jakarta pada 7 Desember 2024, menyoroti dampak krisis iklim terhadap kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kebijakan nasional.
Ke depan, anak-anak harus menjadi kelompok prioritas untuk terlibat aktif dalam diskusi perubahan iklim sekaligus menjadi sasaran utama dalam berbagai program terkait. Kampanye ini pun akan terus berlanjut pada tahun 2025 dengan melibatkan semakin banyak Kementerian/Lembaga dan mitra lainnya.
Di antaranya dengan Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kementerian Agama melalui Program Kolaborasi untuk Edukasi Anak Indonesia (KREASI) yang didanai Global Partnership for Education (GPE) dan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) yang didanai Pemerintah Australia. (smr)