PKS Paling Pertama Dukung, Anies Gak Dapet Dukungan Partai Lain, Kenapa yang Salah PKS?

Presiden PKS Ahmad Syaikhu (kanan) saat berkunjung ke rumah Anies Baswedan di bilangan Lebak bulus Jakarta Selatan. foto: internet

Sebuah utas Arief ArBianto (@masawep08) on X

———————————

Bacaan Lainnya

semarak.co-Pilkada Jakarta semakin panas dengan munculnya wacana KIM plus yang menyisakan PDIP saja. Dengan begitu, kans Anies utk maju jadi tertutup. Padahal, dari awal jalan Anies menuju Jakarta-1 terhitung akan mulus. PKS sebagai suara mayoritas sudah resmi mendukung.

Partai pertama yg resmi mengusung Anies. Pada 25 Juni Presiden PKS mengumumkan pasangan AMAN, Anied-Sohibul Iman. Kok berani? Tentu ini bukan tanpa alasan. Pertama, sebelum diumumkan, PKS sudah komunikasi dgn partai Nasdem

Bahkan, nama sohibul iman itu keluar justru dari Surya Paloh. Dan meminta PKS mengumumkan duluan, nanti NasDem menyusul. Sudah cukup PKS-Nasdem untuk berlayar. Kemudian hari, NasDem menyatakan mengusung Anies Baswedan sbg Bacagub Jakarta.

Tapi mereka tak menyebut siapa Bacawagubnya. Namun catatan mereka. Cawagubnya jangan dari NasDem, sudah cukup untuk Anies memilih Sohibul Iman. Easy choice! Seharusnya, dengan begitu, Anies-Sohibul Iman bisa langsung deklarasi. Tapi kenapa tidak terjadi sampai hari ini?

Setelah rangkaian tersebut, PKS intens berkomunikasi dgn NasDem untuk menanyakan kelanjutan pasangan AMAN. Tapi terkendala beberapa hal teknis, seperti Surya Paloh yang berada di LN. Nah, bagaimana posisi PKB. Setelah diumumkan pasangan AMAN, PKS terus mengajak PKB untuk bertemu, tapi kendala pada waktu itu Cak Imin sedang Haji. Jadi menunggu pulang.

Setelah Cak Imin pulang ke tanah air. PKS terus berupaya untuk bertemu PKB, tapi tidak pernah ada tanggapan serius. Sampai tgl 24 Juli dalam Harlah PKB, Presiden dalam sambutannya mengajak PKB bergabung. Apakah setelah itu ada respon dari PKB? Tidak ada respon serius.

Yang ada justru elit-elit PKB yang terkesan menolak Anies – Sohibul Iman karna tidak adanya komunikasi. Dan hingga hari ini PKB belum resmi dukung Anies. Ya sudahlah maju aja PKS dan NasDem cukup kok. Eits, entar dulu. Tiba-tiba Bendum Nasdem, Syahroni bilang kalo bisa aja NasDem narik dukungan ke Anies.

Belum ada SK resminya juga. Sampai sini jadi ruwet. Nah sekarang bagaimana posisi Anies dalam upaya pencalonan dirinya. Yang tentu saja semestinya dia lah pengantennya. Jadi, ya dia harus mengusahakan akad itu terjadi. Pendamping udah ada, gedung udah disiapin.

Pada pertengahan Juni sampai awal Juli, Anies Baswedan berada di LN untuk beberapa urusan. Ketika Presiden PKS umumkan AMAN, dia masih di LN, tapi sudah diberitahu sebelumnya. Artinya, gak ujug2. Karena di dalam negeri komunikasi PKS dengan partai2 lain berjalan.

PKS juga mau lanjutkan komunikasi dengan Anies sepulangnya dia. Tapi, Anies sakit setibanya di Indo. Sekitar 2 pekanan istirahat. Ketika sudah bisa dijenguk, akhirnya 19 Juli Presiden PKS yang langsung datangi kediaman Anies sekaligus menjenguk. Ya gak ada obrolan politik berat, nama jenguk yang sakit kan.

Tapi, tentu maknanya bisa ditangkap. Setelah itu, nyaris minim sekali komunikasi Anies ke PKS. Bahkan, sampai beberapa pekan kemudian, Anies tidak sama sekali meyapa Sohibul Iman meski sekedar whatsapp (WA). Baru 30 Juli, Anies ajak MSI bertemu. Namun, ya jawaban Anies belum firm.

Hingga utas ini dibuat, Anies belum sama sekali menyambangi PKS secara resmi. Padahal ke NasDem sudah. Tapi, bagi PKS itu bukan hal yang serius-serius amat. Toh, ketika Kaesang ke PKS yang ditawarkan oleh pak Syaikhu, ya Anies.

Waktu berjalan, Anies belum juga ada tanda-tanda menfiksasi pasangan AMAN, padahal modal PKS-NasDem cukup. Apa sebabnya? Apa Anies gak mau sama Sohibul Iman dan PKS? Nilai sendiri rangkaiannya. Anies sepertinya tidak cukup puas hanya dengan PKS dan Nasdem.

Dia inginkan PDIP bergabung. Karena ada sinyal awal PDIP mau mendukungnya. Tapi, justru malah tambah ruwet. PDIP tidak dengan serius mempertimbangkan Anies. Bahkan ketika Anies menyinggung kedekatannya dengan Ahok, justru Ahok membalasnya dengan dingin.

Sinyal yang berat buat Anies. Sampai dengan hari ini, praktis hanya PKS saja yang resmi mengusung Anies dan pasangannya. Tapi kalau kursinya kurang, Anies tak bisa meyakinkan partai lain. Bagaimana caranya berlayar? Sampai akhir muncul berita resminya Dedi Mulyadi diusung Golkar di Jawa Barat.

Yang dengan otomatis menggeser Ridwan Kamil ke Jakarta. Semua menjadi menarik ketika Dasco munculkan istilah KIM-plus. Belum ada yang resmi, tapi sinyal PKB dan NasDem yang bergabung ke KIM sangat kuat tentu tinggal menyisakan PKS dan PDIP.

Dan sbg pemenang di Jakarta tentu mereka harapkan PKS ikut juga. PKS masih punya 1 opsi di kantongnya. Yaitu Anies – Sohibul Iman. Tapi tentu pendaftaran semakin mepet. Anies sudah dikasih tenggat waktu 4 Agustus, atau 40 harian dari awal diumumkan. Hasilnya? Anies tidak memenuhinya.

Kemudian muncullah tawaran don Dasco untuk memasangkan Cagub mereka dengan Cawagubnya dari PKS. Ini hebatloh. Koalisi mereka besar, tapi menawarkan Cawagubnya dari PKS. Tawaran itu di tengah mentoknya Anies mendapatkan rekomendasi partai lain.

Ditengah mentoknya juga upaya komunikasi PKS ke PDIP dan juga PDIP belum membuka komunikasi juga ke Anies. Anies Baswedan selalu dapat karpet merah dari PKS. 2017 Mardani rela ditarik, demi pasangan Anies Sandi bisa berlayar. PKS hanya dapat ketua timses doang. Apa untungnya? Justru paling all out.

2019 ketika Sandi maju sbg Cawapres dan disepakati jatah Wagub untuk PKS, kata Sandi, “Wagub untuk PKS, no more discussion.” Nyatanya? Tetap milik Gerindra. Apa yg dilakukan Anies untuk PKS kala itu? Nothing.

2024 Anies mau maju sbg Capres. Siapa yang memperjuangkan dari awal? Walaupun NasDem yang mempromosikan. Tapi PKS yang angkat nama Anies. Siapa yg bisa pungkiri? Tapi, 2024 kita tahu gimana dramanya. Tiba2 Anies gandeng Cak Imin. Tanpa PKS diajak. Walaupun akhirnya PKS legowo.

PKS dapat apa? Coattail effect? Mari kita bahas. Di DPR RI pada 2019 PKS dapat 50 kursi, PKB 58 kursi, NasDem 59 kursi. Pada 2024 PKS dapat 53 kursi, PKB 68 kursi, NasDem 70 kursi. Artinya, PKB naik 10, NasDem naik 11, PKS hanya naik 3 kursi. Jadi tidak tekan PKB dan NasDem pasangkan Anies?

Di DPRD Jakarta PKS 2019 16 kursi, PKB 5 kursi, NasDem 7 kursi. 2024, PKS 18 kursi, PKB 10, dan NasDem 11. Jadi, PKB naik 5, NasDem naik 4, PKS hanya naik 2. So, sudah jelas? Padahal ketika bersama Prabowo, PKS naik 10 kursi DPR RI.

Bagi PKS, ini tidak mudah. Sbg pemenang di Jakarta, tentu PKS mau menata Jakarta lebih maju ke depan. Dengan menjadi pimpinan di dewan dan eksekutif tentu ideal untuk membawa konsep dan ide PKS. Kalau itu tidak bisa diwujudkan karena tidak adanya kepastian dari Anies yang bukan saja tidak mampu membawa 4 kursi lagi, tapi juga tidak adanya kepastian dari Anies untuk menerima PKS.

Hanya PKS yang ke sana ke sini bawa nama Anies bahkan Presiden PKS langsung yg selalu endorse. Ketemu Kaesang, Perindo, Cak Imin, Surya Paloh, tokoh2 masyarakat. Yang selalu diperjuangin biar bisa maju, ya Anies.

Kesimpulannya, PKS kasih kepastian untuk Anies, tapi Anies mencari kepastian dari yang lain, tanpa memberi kepastian ke PKS sama sekali. Lalu, apa alasan lagi bagi PKS bertahan dengan ketidakpastian setelah segalanya sudah dikasih ke Anies?

_Jakarta, 08 Agustus 2024_

 

sumber: (postMinggu11/8/2024/)

Pos terkait