Yakin Jagoan Anda akan Menang?

Capres Anies Baswedan selalu disambut antusias puluhan ribu massa pendukung di mana pun safari politik yang dilaksanakannya. Foto: internet

Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi *)

semarak.co-Dalam sebuah platform media social, ada yang DM saya. Dengan sedikit sinis menyampaikan pertanyaan ini, “Emangnya pasangan Anda akan menang? Udahlah Anda kan Ustadz, baiknya fokus saja ke tugasnya sebagai ustadz.”

Bacaan Lainnya

Awalnya saya malas merespon karena saya tahu yang mengirimkan pesan ini adalah seseorang yang juga sekadar mengantarkan pesan dari orang lain. Orang lain itu agak ragu untuk langsung berdiskusi dengan saya. Entah kenapa.

Tapi demi kemanfaatan luas, saya pikir perlu untuk saya merespons. Saya yakin ada saja dan mungkin masih banyak yang memiliki pandangan yang sama dengan orang ini, sehingga untuk mengoreksi pandangan itu saya sampaikan respons secara publik demi kemanfaatan yang lebih luas.

Hal pertama yang saya respons adalah anjurannya agar seorang ustadz harusnya fokus pada tugas keustadzaannya. Dalam hal ini, sejujurnya saya bingung. Saya mencoba merenung-renung kembali tentang apa tugas seorang ustadz itu.

Yang pertama memang terbetik di pikiran saya adalah ceramah, khutbah, mengimami shalat dan seterusnya. Lalu saya mencoba merenungkan makna dan tujuan dari kegiatan ceramah, khutbah, tausiah dan nasehat-nasehat yang seorang ustadz lakukan.

Sesungguhnya untuk apa? Saya temukan jawabannya, ternyata satu kesimpulan: menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik, benar, dan berkeadilan. Kesimpulan tentang tujuan aktivitas seorang ustadz itu membawa saya kepada kesimpulan lain.

Bahwa aktivitas politik yang sesungguhnya bertujuan untuk menghadirkan perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, benar dan berkeadilan, ternyata menjadi bagian penting dari tugas seorang ustadz. Tugas politik pada esensinya bukan secara eksklusif tugas para politisi.

Dengan demikian, anjuran sebagian agar para ustadz membatasi ruang geraknya dalam melakukan dakwah menjadi batal dengan sendirinya. Karena memang politik adalah proses-proses untuk mengelola kehidupan publik demi terwujudnya kehidupan yang diinginkan sesuai kehendak Pemilik langit dan bumi (Allah SWT).

Kecurigaan saya kemudian tumbuh lebih jauh. Ternyata upaya pembatasan tugas-tugas para ustadz, kiai, syeikh, maulana, imam, dan gelar keagamaan lainnya, boleh jadi bagian dari upaya pemisahan agama dari politik dan kehidupan publik secara umum. Itulah ruh sekularisme yang sedang dan terus-menerus dipromosikan oleh mereka yang memang anti-Islam.

Dengan cara ini pula, ketika para ustadz dan ulama menjauh menghindari politik, maka yang akan menguasai panggung politik adalah political gangsters (bandit-bandit politik) yang cenderung menghalalkan segala cara. Tujuan politik untuk menghadirkan kemaslahatan umum berbalik menjadi jalan berbagai kezhaliman kepada masyarakat luas.

Insya Allah Menang

Lalu saya merespons ke pertanyaan: “Apakah yakin jagoan Anda menang? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya tidak berpikir panjang dan dengan segala keyakinan menjawab: “Iya, insya Allah paslon yang saya dukung pasti menang.”

Dia kemudian dengan agak sinis, seolah meyakinkan bahwa paslon yang saya dukung pasti kalah: “Kok Anda terlalu yakin?”

Di sinilah kemudian saya agak panjang dalam merespons. Intinya saya sampaikan seperti berikut ini. Bahwa ketika saya melakukan sesuatu, termasuk dalam dukungan politik, saya tidak melakukannya dengan setengah hati. Tapi dengan hati nurani dan keyakinan yang tinggi.

Melakukan sesuatu untuk kepentingan pribadi saja saya sepenuh hati, apalagi hal ini berkaitan dengan urusan umat, bangsa dan negara bahkan dunia. Selanjutnya saya sampaikan bahwa memang ada perbedaan mendasar antara cara pandang Anda dan saya dalam melihat makna kemenangan.

Ukuran Anda dengan kemenangan ini sempit, hanya dengan kekuasaan. Bagi saya kemenangan tidak sekadar kekuasaan. Selain karena kuasa Allah-lah yang akan menentukan kemenangan (Maalikal mulk), juga bagi saya itu hanyalah bonus. Fir’aun, Tsamud, Aad, dan banyak yang lain, juga pernah diberi kekuasaan. Tapi saya yakin mereka adalah “the losers” (orang-orang kalah).

Dia kembali melanjutkan pertanyaannya: “Lalu kemenangan dalam pandangan Anda apa?”

Jawaban saya: Kemenangan itu selama dalam batasan-batasan dunia tidak pada hasil akhir. Semua yang masih termaknai dengan pemaknaan dunia itu bagian dari proses. Hasil akhir untuk semua kemenangan bagi saya adalah akhirat.

Karenanya kemenangan pada tataran dunianya, bukan sekadar di akhirnya. Karena sekali lagi, itu bukan akhir. Tapi masih bagian dari “proses-proses” yang terjadi. Yang menentukan kemenangan di sini adalah proses-proses itu benar, baik secara legal (hukum) maupun secara etika (moral).

Dan tentunya dilalui dengan sepenuh hati (yakin) dan kesungguhan. Selebihnya itu ada pada ketentuan Allah SWT. Lalu saya menguatkan bahwa proses yang benar dan dijalani secara sungguh-sungguh itu merupakan kemenangan.

Sebaliknya, kami yakin bahwa mereka yang melakukan proses-proses salah, termasuk melanggar etika berat, serta melakukan berbagai manipulasi, maka kalaupun akhirnya diberikan kekuasaan, itu bukan kemenangan. Justru itu adalah kekalahan dan jalan kehancuran.

Saya akhirnya ingatkan bahwa mereka yang secara sadar ikut terlibat dalam proses-proses yang salah dan manipulatif itu menjadi bagian dan pastinya kelak akan ada pertanggung-jawaban akan disampaikan di hadapan rakyat dan Allah SWT. Semoga Allah menjaga kita dan memudahkan jalan bagi proses-proses yang benar dan bertujuan untuk kemaslahan bagi semua. Aminkan aja dulu!

New York, 23 Januari 2024

 

sumber: pedomankarya.co.id/Rabu, Januari 24, 2024 di WAGroup

Pos terkait