Adanya simpang siur pemberitaan terkait surat pimpinan DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pemeriksaan Setya Novanto oleh lembaga antirasuah tersebut, telah mendorong Wakil Ketua DPR Fadli Zon untuk memberikan klarifikasi dan tanggapan.
Menurut Fadli Zon, surat itu adalah surat biasa. Sekadar meneruskan pengaduan/aspirasi anggota masyarakat kepada instansi terkait. Karena aspirasi dan pengaduan yang disampaikan terkait ranah kewenangan KPK, maka aspirasi itu kemudian diteruskan kepada KPK. Hanya, karena kebetulan pengadunya adalah Setya Novanto, tanggapan mengenai surat itu akhirnya jadi perhatian dan ditafsirkan beragam.
“Silakan Anda baca saja isinya. Tidak benar jika surat itu dianggap ingin mengintervensi KPK. Meneruskan surat adalah salah satu pekerjaan rutin dalam rangka menyampaikan aspirasi masyarakat. Saya perlu menjelaskan duduk perkara dan kronologinya, agar tak muncul persepsi yang berbeda. Sebagai pimpinan DPR, saya biasa menerima pengaduan masyarakat, baik yang disampaikan melalui audiensi, korespondensi, sidak, atau kunjungan lapangan maupun yang diterima melalui komisi dan fraksi, yang kemudian akan diteruskan kepada instansi dan lembaga-lembaga terkait, apakah kementerian, polisi, kejaksaan, dan lain-lain,” ujar Fadli Zon dalam rilisnya, Rabu (14/9) malam.
“Hari ini, misalnya, sewaktu mengunjungi Kampung Bayam, Jakarta Utara, saya menerima aspirasi warga agar mereka tidak digusur dari tempat tinggalnya. Karena persoalan itu terkait dengan kewenangan Pemprov DKI, saya tentu saja segera meneruskan aspirasi tersebut kepada Gubernur DKI. Bagaimana Pemprov DKI nanti akan meresponnya, mereka tentu punya mekanisme, sesuai ketentuan yang berlaku. Apakah penyampaian aspirasi semacam itu mencampuri kerja Gubernur DKI?! Tentu saja tidak,” lanjut politisi Partai Gerindra.
Kegiatan meneruskan aspirasi semacam itu merupakan hal biasa, lanjut dia, sesuai UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), misalnya Pasal 81, anggota DPR memang berkewajiban menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Dan tiap pimpinan DPR juga menjalankan fungsi itu, sesuai dengan bidang yang dibawahinya. “Kebetulan saya membawahi bidang politik, hukum, dan keamanan. Karena bidang saya membawahi hukum, itu juga sebabnya kenapa pengaduan Saudara Setya Novanto itu masuknya ke meja saya, bukan ke meja pimpinan dewan yang lain,” tulisnya.
“Terkait dengan surat DPR kepada KPK itu, Sekretariat Korpolkam DPR pekan lalu menerima sebuah surat pengaduan dan aspirasi bertanggal 7 September 2017 dari Drs. Setya Novanto. Isinya, sebagaimana yang kemudian dilampirkan juga dalam surat kepada KPK, berisi permohonan kepada Pimpinan DPR RI agar meneruskan pemberitahuan dan aspirasinya kepada KPK terkait proses hukum pra-peradilan yang sedang diajukannya.”
“Karena pengaduan itu disampaikannya kepada Wakil Ketua DPR RI Bidang Korpolkam, maka sejauh pengaduannya tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, sesuai alur yang berlaku saya tentu harus meneruskannya kepada pihak terkait, dalam hal ini adalah KPK. Jadi, surat itu tidak pernah mengatasnamakan seluruh pimpinan DPR, karena pengaduannya juga hanya disampaikan kepada Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam, bukan kepada bidang lainnya. Terserah instansi yang dituju untuk menyikapi pengaduan itu sesuai ketentuan UU.”
“Sebagai pimpinan DPR yang membawahi bidang politik, hukum, dan keamanan, saya biasa dan rutin meneruskan pengaduan terkait bidang itu kepada instansi yang berwenang. Hampir setiap hari saya menerima puluhan surat serupa dan diteruskan pada instansi beragam tergantung masalah-masalahnya. Ada pengaduan soal penyerobotan lahan, penggusuran, diskriminasi oleh aparat, minta perlindungan hukum dan pengawasan, pemutusan hubungan kerja, soal upah, sampai contohnya soal terbakarnya tabung hiperbarik dua tahun lalu di RSAL. Pengaduan langsung pun saya terima dan bahkan saya upload di media sosial sebagai bentuk transparansi.”
Jadi surat itu, kata dia, sama sekali tidak mengintervensi KPK. Tidak ada yang disembunyikan dalam surat tersebut. Sifat surat itu biasa, bukan rahasia. Perihalnya juga terang, yaitu ‘Aspirasi/Pengaduan Masyarakat’. Dalam bagian akhir surat itu juga ditegaskan bahwa Pimpinan Dewan, dalam hal ini bidang Korpolkam, meneruskan aspirasi/pengaduan masyarakat tersebut kepada KPK untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
“Saya adalah salah satu pimpinan partai oposisi. Partai Gerindra sejak dulu selalu tegas menolak upaya pelemahan KPK. Sikap kami jelas menolak pembekuan apalagi pembubaran KPK. Karena itu Gerindra keluar dari keanggotaan Pansus Angket KPK beberapa waktu lalu. Kami juga mendukung segala upaya pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih.” (lin)