Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) mencatatkan kinerja keuangan yang menggembirakan, di Semester I-2017. Perusahaan pelat merah ini berhasil meraih pendapatan usaha sebesar Rp1.332,23 miliar. Atau naik 40,75% dibanding periode yang sama 2016 yang mencapai Rp946,49 miliar. Pendapatan usaha ini jika dibanding target RKAP sampai Juni 2017 tercapai 79,47%.
Direktur Utama Peruri Prasetio merinci, laba usaha tercatat Rp161,37 miliar atau naik 271,60% dibandingkan periode sama 2016, mencapai Rp43,43 miliar. Jika dibanding dengan target RKAP sampai Juni 2017 tercapai 83,55%. Laba bersih tercatat sebesar Rp126,37 miliar atau naik 8.387,93% dibandingkan periode sama 2016 sebesar Rp1,49 miliar. Jika dibanding dengan target RKAP sampai Juni 2017 tercapai 97,80%.
EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization) sebesar Rp. 347,25 miliar atau naik 88,81% dibanding periode yang sama 2016 mencapai Rp183,92 miliar. Jika dibandingkan target RKAP sampai Juni 2017, tercapai 126,81%. Total aset Peruri pada Semester I-2017 tercatat Rp3,67 triliun atau turun 0,74% jika dibanding periode sama 2016, mencapai Rp3,70 triliun. Jika dibanding RKAP 2017. tercapai 91,34 persen.
“Pendapatan perusahaan tersebut dikontribusi oleh produksi uang kertas Rupiah sebesar 4,73 miliar bilyet, naik 67,67 persen dibandingkan 2016, mencapai 2,82 miliar bilyet. Produksi uang logam sebesar 1.062 juta keping, naik 20,27 persen dibandingkan 2016, mencapai 883 juta keping. Produksi paspor dan buku sebesar 335 ribu buku, turun 75,25 persen dibanding 2016 yang mencapai 1.353 ribu buku,” tulis Prasetio dirilis perseroan, Kamis (10/8).
Produksi pita cukai sebesar 90 juta lembar, turun 4,30% dibanding 2016 yang mencapai 94 jutalembar; Produksi meterai sebesar 20 juta keping, turun 89,39 persen dibanding 2016 yang mencapai 189 juta keping. “Penurunan produksi paspor dan pita cukai karena pesanannya dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi untuk paspor dan Ditjen Pajak untuk pita cukai baru keluar pada Desember 2016 dan April 2017. Saat ini sedang di dalam proses pengerjaan. Khusus penurunan pesanan meterai karena Ditjen Pajak masih mempunyai persediaan yang mencukupi untuk 2017”, kata Prasetio.
Pertumbuhan year on year (yoy) dari 2016-2017 sangat signifikan. Faktor penyebabnya, kata dia, karena kinerja hingga Semester I-2016 kurang menggembirakan. Sedangkan kinerja hingga Semester I-2017 mulai menunjukkan kinerja yang normal seperti 2015. Kinerja yoy Semester I 2016 dibanding 2015 adalah pendapatan 2016 tercapai Rp 946 miliar, turun 31,02% dibandingkan pendapatan 2015 sebesar Rp1,372 triliun.
Laba usaha 2016 tercapai Rp43,42 miliar, turun 81,61% dibandingkan dengan laba usaha 2015 sebesar Rp 236 miliar. Laba bersih 2016 tercapai Rp1,49 miliar, turun 98,98% dibanding laba bersih 2015 sebesar Rp145,4 miliar. “Itulah yang menyebabkan pertumbuhan laba bersih yoy Semester I-2017 dibandingkan periode sama 2016 melonjak tajam 8.387,93%,” tulisnya.
Penurunan kinerja pada Semester I 2016 disebabkan penugasan pencetakan uang Rupiah pada 2016 turun sebesar 9% dari tahun sebelumnya (2015) sebesar 9,3 miliar bilyet menjadi 8,5 miliar bilyet dengan realisasi pencetakan uang kertas rupiah/NKRI sebesar 6,1 miliar bilyet, tercapai 71,98%. “Ketidaktercapaian tersebut karena ketersediaan bahan baku kertas uang mengalami keterlambatan. Keterlambatan tersebut semata-mata adanya penataan ulang internal process dibidang procurement dari pemberi tugas (Bank Indonesia). Namun demikian secara multiyears (dua tahunan) jumlah pesanan cetak uang Rupiah secara akumulatif tidak berkurang. Tugas kami pada 2017 dan tahun-tahun seterusnya sangat menantang,” tulisnya.
Sebagai gambaran, lanjut dia, pada 2016-2017 penugasan pencetakan uang rupiah oleh BI dengan jumlah total pesanan adalah 19 miliar bilyet dengan perincian pada 2016 sebanyak 6,1 miliar bilyet, pada 2017 sebanyak 11,4 miliar bilyet dan Januari 2018 sebanyak 1,5 miliar bilyet,” tutupnya. (lin)