Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Kehormatan PAN Amien Rais dan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Ustaz Bachtiar Nasir bertemu dalam halal bihalal yang mengusung spirit 212, di Pondok Pesantren Al-Ishlah, Bondowoso, Minggu (23/7). Muncul dorongan agar Prabowo kembali menjadi calon presiden (capres) pada Pilpres 2019.
Amien Rais yang berpidato dalam sesi terakhir menyinggung soal aksi bela Islam 212. Dia juga membahas kondisi negara yang dinilai kocar-kacir. “Saya berharap umat Islam di Indonesia mendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Kami merasa yakin Prabowo bisa memenangkan pilpres karena didukung umat muslim Indonesia,” terang Amien, sebagaimana dikutip JPNN.
Prabowo mengingatkan rakyat agar ikut menjaga kekayaan Indonesia tidak dikuasai oleh bangsa asing. Dia juga menceritakan masa lalunya saat menjadi Pangkostrad sekaligus menantu Presiden Soeharto. Saat itu adalah masa-masa yang sulit. Sebab, dia memilih mendukung demokrasi dan berteman dengan orang-orang seperti Amien Rais.
Tak heran jika banyak tokoh dari luar negeri yang bertamu ke rumah Prabowo untuk menanyakan kunci keberhasilan Indonesia tentang kesediaan militer atau TNI tidak cawe-cawe dalam memimpin negara. “Karena saat itu militer bersedia beralih mendukung demokrasi,” katanya.
Terlepas dari itu, Prabowo dikabarkan akan bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam waktu dekat. “Pak Prabowo dengan Pak SBY masih terus mencocokkan waktu karena ketum kan memiliki agenda-agenda yang sangat padat. Insya Allah dalam waktu dekat ini beliau akan ketemu pada waktu yang cocok,” kata Ahmad Muzani, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/7)
Muzani belum dapat memastikan kapan pertemuan dua ketua umum partai non-pemerintah itu akan dilakukan. Namun, pertemuan antar-elite politik, menurut dia, amat penting. Pasalnya, Indonesia memiliki model politik patron, dimana kesamaan mudah terbangun jika antarparpol rutin berdiskusi. “Sehingga kalau pemimpinnya sering bertemu, membicarakan persoalan-persoalan bangsa maka perbedaan-perbedaan pandangan bisa lebih cepat diselesaikan,” ucap Anggota Komisi I DPR itu.
Meski pilpres baru akan berlangsung pada 2019, lanjut dia, namun berdasarkan rancangan agenda Komisi Pemilihan Umum (KPU), setidaknya pada September 2018 sudah harus diumumkan koalisi pengusung capres dan cawapres. “Kalau akhir tahun atau awal tahun depan sudah tergambar. Pembicaraan-pembicaraan yang mengarah ke sana sudah harus dilakukan mulai dari sekarang,” ujar Ketua Fraksi Gerindra.
Partai Demokrat mewacanakan mengusung putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Pilpres 2019. Adapun Gerindra ingin kembali mencalonkan Prabowo dalam Pilpres selanjutnya. Baik Demokrat maupun Gerindra ingin agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dihapus dalam Pilpres selanjutnya.
Dengan demikian, setiap parpol bisa mengusung sendiri pasangan capres-cawapres. Namun, dalam UU Pemilu yang baru disahkan, presidential threshold yang ditetapkan sebesar 20% kursi atau 25 persen suara nasional. Acuannya berdasarkan hasil Pemilu 2014. Dengan demikian, perlu ada koalisi untuk mengusung capres-cawapres.
Joko Widodo (Jokowi) dipastikan mengantongi tiket menuju Pilpres 2019 setelah resmi mendapat dukungan dari Golkar, NasDem dan PPP. Total perolehan kursi ketiga partai tersebut di DPR mencapai 29,46% atau melebihi ambang batas pencapresan, yakni 20%.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan, Prabowo juga sudah mengantongi tiket ke Pilpres 2019 dengan menggandeng PKS. Perolehan kursi Gerindra di DPR sebesar 13,04% dan PKS 7,14%. Gabungan kedua partai itu menghasilkan 20,18% kursi dukungan untuk Prabowo. “Jadi kan syaratnya 20 persen dukungan kursi dan 25 persen suara. Gerindra dengan PKS cukup (Capreskan Prabowo),” kata Fadli Zon saat berbincang dengan detikcom, Minggu (23/7).
Soal kemungkinan koalisi Gerindra dengan PKS, Fadli belum memberikan kepastian. Namun sejak Pilpres 2014 lalu hingga sekarang Gerindra dan PKS sudah terjalin dalam sejumlah kerjasama. Misalnya di Pilkada DKI. “Ini kan masih lama. Mungkin tahun depan (ada kepastian). Insyaallah Pak Prabowo siap maju Pilpres 2019,” tambah Fadli.
Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat peluang Gerindra dengan PKS berkoalisi di Pilpres 2019 cukup kuat. “Peluangnya (koalisi) 75%,” kata Arya.
Meski Prabowo sudah mendapat cukup dukungan, Gerindra dan PKS harus berusaha menggaet PAN atau Demokrat. “Atau mungkin Gerindra dan PKS harus bisa menggaet dua-duanya (PAN dan Demokrat),” kata Arya.
(viv/mdk/jpn/kpc/lin)