Gagasan menghidupkan kembali Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sebagai bagian dari mata pelajaran di sekolah, kian menuai dukungan. Gagasan itu dinilai sebagai upaya untuk menjaga stabilias negara dan masa depannya.
Peneliti Litbang Kompas, Sultani Daeng mengatakan, sudah tepat jika negara melakukan indoktrinasi Pancasila kepada rakyatnya. Hal tersebut dilakukan berbagai negara lain. Karena memang ideologi sebuah negara harus dipertahankan dan terus dihidupkan dari generasi ke generasi.
“Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki peran strategis. Bukan hanya sebagai perekat diri sebagai bangsa. Pancasila juga identitas bangsa Indonesia,” ujar Sultani, saat menjadi pembicara dalam Campus Talk bertema Pendidikan PMP Bagi Generasi Milenial di kampus UMB, Jakarta, Jumat (21/12).
Hanya saja, sambung Sultani, pola indoktrinasi perlu adanya penyesuaian yang lebih baru. Mulai dari bahan materinya, cara penyampaian sampai pada ukuran implementasi. Tidak semata sebagai mata pelajaran sekolah yang dihafal dan memenuhi kebutuhan belajar-mengajar.
“Dahulu pelajaran PMP hanya sebagai materi pelajaran saja. Murid akhirnya sebatas mengejar nilai. Ini yang perlu diperbahurui,” imbuhnya.
Dosen Pengampu Pancasila UMB Gunawan Wibisono menilai konsep materi Pancasila memang perlu penyesuaian dalam penyampaiannya. Tidak bisa lagi disampaikan satu arah, tetapi harus bersifat dua arah dan meluas. Sehingga tujuan pembelajaran menjadi bagian dari upaya menanamkan nilai Pancasila.
Tentu saja, menurut dia ukuran keberhasilan dari pembelajaran ini adalah munculnya perilaku generasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian akan hadir sebuah tata laku masyarakat yang memiliki standar nilai sama.
“Sebagai akademisi saya menilai indoktrinasi tetap perlu. Negara dapat melakukan itu. Jadi saya setuju pelajaran Pancasila itu dihidupkan lebih mendalam. Bukan sebatas sebagai mata pelajaran dan mata kuliah,” pungkasnya. (lin)