Melalui rapat yang berlangsung larut malam DPR RI dengan pemerintah akhirnya bersepakat Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law atau UU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU dan akan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR, Kamis besok (8/10/2020).
semarak.co– Ustadz Tengku Zulkarnain angkat bicara. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) ini mengecam, kesepakatan fraksi-fraksi partai pendukung pemerintah di DPR terhadap RUU yang kontroversial tersebut, isinya banyak tidak adil pada buruh dan rakyat.
“RUU Cipta Kerja telah diketuk palu dan disetujui oleh Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, Nasdem, dan PAN. Hanya PKS dan Demokrat yang menolak RUU itu jadi UU. UU yang tidak transparan dan dibuat di tengah Covid,” tulis ustadz Tengku di akun twitter pribadinya, Minggu (4/10/2020).
Untuk itu ulama dari Sumatera ini mengajak masyarakat menghukum partai-partai pendukung RUU Cipta Kerja dengan menyingkirkan di pemilu 2024 mendatang. “Pemilu 2024 singkirkan,” ujar Tengku.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas ketika memimpin rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu malam (3/10/2020) menyebut, RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya.
Pada rapat kerja tersebut, hanya dua fraksi yang menolak RUU Cipta Kerja untuk disahkan. Kedua fraksi itu adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Demokrat.
Sedang tujuh fraksi mendukung RUU Cipta Kerja tersebut disahkan, yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Anwar Abbas pun menanggapi RUU Cipta kerja ini. “Saya terus terang sangat-sangat kecewa,” kecam Anwar Abbas dalam bentuk statement rilis yang diterima wartawan kemudian dilansir melalui media social WA Group, antara lain WAG Jurnalis Kemenag, Selasa (6/10/2020).
Karena DPR yang merupakan wakil rakyat, nilai Abbas, lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital dari pada membela kepentingan rakyat banyak. “Saya tidak tahu mengapa anggota DPR kita sekarang bisa seperti ini?” sindir Ustadz Abbas.
Jadi, lanjut Abbas, kesan bahwa dunia perpolitikan kita sekarang sudah dikuasai oligarki politik semakin tampak dengan jelas sehingga tidak ada yang berani menyuarakan suara yang berbeda dari kepentingan pimpinan partainya karena takut oleh pimpinan partainya mereka itu akan di PAW (pergantian antar waktu) alias dipecat/direcall.
“Akhirnya para anggota DPR itu lebih mendengarkan keinginan pimpinan partainya dari pada mendengarkan keinginan rakyatnya. Dan yang lebih menyedihkan, cost politik sekarang ini sangat mahal sementara oligarki politik tidak punya uang yang banyak untuk membiayai kegiatan-kegiatan politik mereka,” ucapnya.
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiya ini menambahkan, karena tidak sanggup memikul beban tersebut terpaksa meminta bantuan kepada para pemilik kapital atau para pemilik kapital yang datang kepada mereka untuk memberikan bantuan.
“Bak kata orang bijak, bila hal seperti itu yang terjadi, maka yang meminta-minta dan atau yang diberi bantuan tersebut tentu akan bisa diperintah-perintah dan ditawan oleh yang memberi bantuan atau oleh para pemilik kapital tersebut,” paparnya.
Pengamat social ekonomi dan keagamaan ini menambahkan, “Sata lihat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini situasi seperti itulah yang sangat-sangat tampak oleh saya sehingga UU ini benar-benar kelihatan lebih banyak membela kepentingan pemilik modal dan sangat mengabaikan kepentingan rakyat luas.” (net/smr)
sumber: WA Group Jurnalis Kemenag