PAN Ngaku Berulang Kali Rayu Megawati untuk Tolak Ahok

“Kami lama sekali merayu PDIP. Ketua umum (PAN Zulkifli Hasan,red) 10 kali merayu bahkan 6 kali ketemu Bu Mega untuk bisa berkoalisi,” kata Yandri dalam diskusi bertajuk ‘Spesial Pilkada’ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2).

Yandri mengatakan, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menginginkan agar PDIP tidak mengusung Ahok. “Kami ingin asal bukan Ahok, bukan soal China tapi ini lebih ke pribadi Ahok. Kalau dengan Pak Djarot kami tidak masalah, asal bukan Ahok. Akhirnya kami tidak bisa gabung karena PDIP mengusung Ahok,” ujar dia.

Anggota Komisi II DPR ini menambahkan, setelah berkomunikasi dengan beberapa partai lain, akhirnya menemukan sosok akternatif lain yang memang tengah dicari PAN yakni Agus Harimurti Yudhoyono. “Ya, dari awal proses Pilkada DKI PAN ingin mencari alternatif pilihan kepada rakyat DKI. Sejak awal PAN sudah bersikap tidak akan mendukung Ahok karena dari karakter dan etika tidak cocok sama PAN,” ucap Yandri. (l6c/lin)

PESAN UNTUK BANGSA

Oleh : Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin, MA
(Ketua Dewan Pertimbangan MUI)

SAYA menolak Ahok bukan karena dia Kristiani atau Tionghoa, bukan pula karena saya mendukung salah satu dari dua pasangan calon lain. Kerukunan antar agama dan antar suku/ras tengah kita rajut, tapi Ahok merusaknya. Saya menolaknya adalah karena hati nurani saya meyakinkan bahwa dia bukan pemimpin yang cocok bagi masyarakat Jakarta apalagi Indonesia.

Kiprahnya selama memimpin DKI Jakarta tidak sepi dari kelemahan-kelemahan mendasar. Dia sangat patut diduga melakukan korupsi dalam kasus RS Sumber Waras dan Reklamasi Pulau-pulau di Teluk Jakarta. Namun KPK tidak berdaya menyeretnya seperti menyeret para tersangka yang diduga menerima suap dalam jumlah kecil sekalipun.

Sepertinya ada kekuatan besar yang membelanya, dan pihak pemangku amanat dan penentu kebijakan seperti tidak berdaya bekerja dengan hati nurani. Begitu pula rasio saya menyimpulkan dia bukanlah pemimpin mumpuni, apalagi bekerja utk rakyat kecil. Dia lebih bekerja untuk para pengusaha besar (Reklamasi Teluk Jakarta untuk siapa?).

Prestasinya memimpin Jakarta selama ini lebih karena opini yang dibangun media-media pendukungnya yang tidak menampilkan keburukan-keburukannya. Apa yang dianggap sebagai keberhasilan Ahok sesungguhnya sudah dimulai sejak masa Gubernur Joko Widodo, bahkan Gubernur Fauzi Wibowo dan Sutiyoso.

Debut Ahok yang loncat-loncat dari partai yang satu ke partai lain menunjukkan ambisi kekuasaan yang sangat oportunistik. Bahwa dia melupakan partai atau orang yang berjasa mendukungnya juga merupakan perilaku tidak etis dari seorang pemimpin. Bagi saya, Ahok adalah problem maker, bukan problem solver. Takdir Allah yang memelesetkannya dengan ujaran kebencian di Pulau Seribu yang kemudian mendorong reaksi besar adalah tanda bahwa Kekuasaan dan Keadilan Ilahi sedang menempuh jalannya.

Kepada Kaum Beriman atau Umat Beragama jangan abaikan itu. Kita semua harus bersama-sama tergerak untuk menyelamatkan bangsa ini dari ketersanderaan dan perpecahan.

Merdeka! Salam.
Sumber: pwmu.co (13 November 2016)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *