Opini : Mochamad Efendi
Menjelang pemilihan presiden, Jokowi mendekati umat Islam, namun saat kekuasaan sudah diraih dalam genggaman, umat Islam ditinggalkan. Aspirasi dan jeritan umat tidak didengar disaat umat tidak diperlukan lagi.
Dulu sebelum jadi presiden umat tertipu dengan model pencitraan blusukan. Rakyat didekati ke pasar tradisional yang kotor seolah dia merakyat dan sangat perduli dengan rakyat kecil.
Namun, setelah rakyat berhasil ditipu dengan janji-janji manisnya, sehingga mereka dengan suka rela menyerahkan suaranya dan dukungannya, tiba-tiba dia mulai menjauh dan mendekat pada konglomerat yang lebih menguntungkan.
Pada masa kepemimpinannya, banyak kebijakan yang tidak pro-rakyat diambil dan banyak tindakan dan keputusannya menyakiti umat Islam.
Seolah-olah Jokowi tidak butuh umat Islam. Tentu kita ingat saat al-Qur’an dinistakan, Jokowi tidak bereaksi. Saat umat marah terhadap aksi bakar bendera tauhid oleh oknum banser, Jokowi tidak peduli dan bahkan terlihat melindungi para penista simbol pemersatu umat Islam.
Umat Islam sepertinya tidak dibutuhkan karena jeritan dan teriakan umat tidak didengarkan. Saat umat merasa sakit saudaranya Muslim Uighur di China diperlakukan tidak manusiawi oleh regime, Jokowi tidak perduli bahkan terlihat mesra dengan pemerintahan China. Apakah Jokowi tidak butuh umat Islam lagi?
Suara ulama’ tidak didengarkan. Mereka yang berani dan lurus menyampaikan ajaran Islam yang kaffah dimusuhi. Suara ulama tidak diperhatikan yang maknanya Jokowi sudah tidak butuh umat Islam lagi. Ulama’ dipermainkan dan dihinakan dengan cara mempersekusi setiap langkah dakwahnya.
Pengajian dibubarkan karena ditakutkan menyebarkan Islam kaffah dengan khilafah sebagai ajaran Islam. Mereka dijadikan pengikut setia yang siap disuruh apa saja untuk mempertahankan kekuasaannya diberikan imbalan uang dan kekuasaan .
Kalau memang tidak butuh umat Islam, jangan buat pencitraan yang menipu umat menjelang pilpres 2019. Tidak perlu, berpenampilan Islami bahkan menggunakan sarung saat turun ke sawah, sungguh tidak pas.
Atau seolah peduli dengan ulama’, dengan menjenguk ulama’ karismatik yang sedang sakit. Menjelang pilpres berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan simpati dari umat Islam agar dukungan diberikan pada Jokowi.
Namun saat kekuasaan sudah ada pada genggaman, umat dicampakkan. Ulama’ dimusuhi dan banyak aksi pembubaran pengajian dibiarkan. Umat Islam hanya didekati dan dibutuhkan saat menjelang pilpres saja. Namun setelah terpilih, umat Islam ditinggalkan dengan lebih memilih para konglomerat yang menjajikan banyak keuntungan.
Masihkah umat Islam mau dimanfaatkan dengan memberikan suaranya pada pemimpin yang tidak butuh umat Islam lagi. Umat yang cerdas tentunya belajar dari pengalaman. Jangan mau dibodohi yang kedua kalinya.
Jika umat sudah tidak dibutuhkan dan dicampakkan, jangan coba-coba mendekati umat yang sudah tersakiti dan kecewa pada pemerintahan yang anti Islam.
Umat harus bangun dari tidur mereka dan melihat kenyataan bahwa mereka sudah dipermainkan. Jangan mau ditipu dengan pencitraan kedua kalinya baik pencitraan model lama atau baru. Sudah saatnya umat bersatu untuk melawan kedzaliman penguasa.
Jangan menjadi pejilat dan mau diperalat untuk memusuhi saudaranya sendiri. Sudah cukup dukungan umat Islam sampai disini saja, karena umat sudah tidak dibutuhkan lagi. ***
Sumber: WA Group Pengurus FSU Prabowo Sandi, kiriman Samsul Bahri (terusan). Selasa (5/2) dan mediaoposisi.com.