Opini by Zeng Wei Jian: In Defence of FPI
Seratus tahun lalu, Demokrasi menumbangkan feodalisme. Revolusi Rusia tahun 1905. Diikuti Prussia, China, Belgium, Young Turk Revolution, Portugal dan lain-lain.
Sekarang, ada bahaya baru. Pygmies and madmen have become the rulers of great nations. Ditopang klub-klub liberal hooligans. Mereka kibarkan bloodstained flag of fascism.
Fascist politics menguat di Amerika, Eropa, Latin Amerika, Asia, termasuk Indonesia.
Mereka adopsi “Tolstoyan attitude” yaitu “remain at home and close the windows”. Tutup mata. Pura-pura ngga tau. Tutup telinga. Tabrak konstitusi.
Antek-antek Poros III di dalam Kubu 01 berbisik di telinga Presiden Jokowi. Mereka berkata, “Mari bubarkan FPI”.
Habiburokhman dari Partai Gerindra menilai FPI ada di Garis Pancasila dan Konstitusi.
Suara masa lalu dari fasisme sayup-sayup terdengar. Prinsip, tata nilai dan fascist attitudes re-emerging dalam rhetorika populist.
Kaum fasis bersandar pada bentuk nasionalisme ekstrim, the cult of the leader, systemic racism, anti arab sentiment, a culture of fear, hatred of the other dan a disdain for the truth.
Fascist politics memperdagangkan rhetoric of fear dan violence. FPI didemonisasi. Ditarget sebagai criminals group dalam rangka expansi culture of terror dan memperdalam insecurity.
Rencana Pembubaran FPI adalah balas dendam Poros III. Tanggal 22 Mei 2019, Polisi merilis statemen FPI membantu meredam kerusuhan.
Polisi dan FPI bergandeng tangan mengamankan situasi Jakarta. Ngga heran sekarang FPI mau dibubarkan.
THE END