Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko akhirnya dipecat dari penugasannya sebagai sebagai reviewer program Dikti LPDP. Bahkan Prof Budi didesak mundur dan sebagiannya meminta ia dipecat dari jabatannya. Pemecatan ini merupakan buntut dari tulisan sang profesor yang mengandung unsur SARA dan rasis.
semarak.co-Banyak pihak yang mengecam dan mengutuk tulisan Prof Budi Santosa. Budi Santosa memposting tulisannya yang bernada rasis ke media sosial (medsos). Namun, tulisannya itu ia hapus setelah menuai kecaman dan hujatan publik.
Kendati demikian, postingan kontroversial Prof Budi sudah terlanjur viral dan diabadikan warganet dalam bentuk tangkapan layar. Ucapan rasis Prof Budi pun mengantarkannya ke pintu keluar Institut Teknologi Kalimantan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis memberikan respon positif atau pemecatan Rektor ITK Prof Budi Santosa yang viral karena tulisannya di status Facebook. Unggahan Prof Budi Santosa ini bikin gaduh karena dianggap diskriminatif.
Banyak pihak yang menyayangkan sikap Prof Budi Santosa, termasuk Cholil Nafis. Lewat cuitannya di Twitter, Cholil Nafis menyebut bersyukur dengan pemecatan Budi Santosa sebagai rektor ITK. Dirinya berterima kasih pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) karena dianggap telah melakukan hal benar.
“Terima kasih @kemenpendidikan tlh Memecatnya sbg reviewer LPDP, tapi lebih memberi aspek jera dan antisipasi kaum rasis di Indonesia baiknya sekalian diberhentikan dari jabatan rektor @universitastik. Jangan beri lewat orang yg rasis, apalg kaum terdidik,” tulis Cholil Nafis, Kamis (5/5/2022) dilansir pekanbaru.tribunnews.com/2022/05/06/Jumat, 6 Mei 2022 10:27 WIB.
Diketahui, Prof Budi menunjukkan sikap kurang setuju kepada mahasiswa yang mengucapkan kalimat dalam ajaran Islam. Juga dinilai diskrimitatif pada perempuan berhijab dalam postingan tersebut.
Tak ayal, tulisan Prof Budi yang dibuat pada 27 April 2022 viral di medsos, dan memicu reaksi netizen. Termasuk komentar dari MUI Cholil Nafis. Menurut Cholil Nafis, Budi Santosa harus diberi tindakan dan pelajaran. Karena menurutnya, gelar rektor yang disandang tidak mencerminkan bagaimana pemimpin instansi pendidikan tinggi.
“Harus diberi tindakan dan diberi pelajaran orang semacam ini. Tak layak dg gelar akademik guru besar dan penyeleksi beasiswa LPDP yg uangnya berasal dari rakyat. Dia Terjangkit penyakit hasud dan premitif. Seharusnya dibersihkan perguruan tinggi dari orang rasis itu,” tulis Cholil di akun twitter pribadinya dilansir tribunKaltim.co, Sabtu (30/4/2022).
Dosen di UIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Indonesia (UI) ini juga meminta kampus ITK diselidiki. “Coba ada yg menyelidiki di kampus itu apakah pengajaran agama dikurangi atau bahkan tak boleh ada kajian agama,” terusnya.
Menurut Cholil Nafis, Budi Santosa sebaiknya mundur dari jabatannya sebagai rektor kampus ITK. “Klo tak diakui sebagai rektor begini bagusnya mundur aja dari rektor ya sehingga tak ada keterkaitan antara Prof. Budi dg kampus ITK,” tambahnya.
Tak cuma Cholil Nafis, Mantan Sekretaris BUMN Said Didu turut berkomentar terkait pernyataan Rektor ITK Prof Budi Santosa. Said Didu melalui akun twitter pribadinya setuju jika Prof Budi Santosa diberi tindakan tegas. Komentar ini ditulis Said Didu dengan mengutip tweet Cholil Nafis sebelumnya yang mengomentari postingan viral tersebut.
Menurut Said Didu, rektor ITK berjiwa SARA dan Islamphobia. Dan akan berbahaya jika diberi jabatan karena akan memecah belah bangsa. “Persoalan ini sangat serius krn seorang rektor ITK berjiwa SARA dan Islamphobia. Jika orang2 seperti mereka diberikan jabatan maka bangsa ini bisa pecah,” tulisnya.
Berikut ini tulisan Rektor ITK Prof Budi Santosa Purwokartiko yang menjadi viral dan dianggap diskriminatif oleh netizen:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa.
Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5 persen sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8, dan 3.9.
Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5, bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan, dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya.
Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagaianya. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang.
Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada dua cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada dua tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun.
Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi. Dari pantauan TribunKaltim.co, saat ini status dan akun Budi Santosa Purwokartiko di Facebook sudah dihapus. Namun tangkapan layar sudah terlanjur beredar dan diviralkan netizen. (net/tbc/smr)
sumber: pekanbaru.tribunnews.com di WAGroup FSU (Forum Sandi Uno)/postSenin9/5/2022/yusrh)