Langkah Bulog Akuisisi Pabrik Gula PT GMM Tuai Kritik

Ketua BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen menuturkan, sebagai badan yang tugas utamanya menjaga stabilisasi harga komoditi, Bulog semestinya berperan untuk mendistribusikan komoditi. Bukan malah menjadi pelaku industri dengan memiliki pabrik gula.

Menurutnya, akusisi tersebut menunjukkan Bulog justru lebih fokus bergerak di bidang industri dan memilih sebagai pemain, bukan lagi stabilisator harga. “Kok bulog punya pabrik? Kalau pun (BUMN) mau punya pabrik ya jangan Bulog yang ambil alih, BUMN dong. Bulog kan tugasnya stabilisator harga, penampung, kenapa malah take over pabrik,” ucap Naldy di Jakarta, Rabu (8/2).

Ia menekankan, bentuk Bulog sendiri bukanlah seperti perusahaan BUMN komersil lainnya yang dituntut mengejar untung sebesar-besarnya. “Bulog kan bukan perusahaan, dia badan, tidak mengejar profit,” serunya. Seperti diketahui, Perum Bulog akhir 2016, mengakuisisi 70 persen saham PT Gendhis Multi Manis (GMM), perusahaan pabrik gula di Blora, Jawa Tengah senilai Rp77 miliar.

Alasan Bulog, produk gula yang dihasilkan bisa menjadi cadangan gula nasional. Cadangan itu dapat digunakan untuk intervensi pasar saat harga gula tinggi. Naldy melanjutkan, akuisisi ini bakal melahirkan tumpang tindih dengan peran serta fungsi Bulog. Dikhawatirkan akan ada permainan dalam proses importasi gula. “Dia (Bulog) produsen, regulator, stabilisator, nah ini tiga-tiga sama mereka,” ujarnya.

Dia meragukan pengambilalihan perusahaan tersebut dimaksudkan untuk stabilisasi harga. Ia justru balik bertanya apakah dengan cara memiliki pabrik, Bulog bisa memastikan harga akan stabil. “Berapa ton sih kapasitas pabriknya, apakah dijamin tidak ada impor lagi dengan pabrik yang diambil alih itu, saya rasa tidak,” tukas Naldy.

Saat ini, kapasitas produksi PT GMM sebesar 6.000 ton tebu per hari. Selama ini, PT GMM mendapatkan bahan baku dari tebu rakyat. Namun, melihat pada tahun 2016 Bulog mengimpor 260 ribu ton gula mentah dan digiling di pabrik gula swasta, dengan akusisi PT GMM, Bulog mengaku dapat mengolah gula mentah impor di PT GMM.

Senada dengan Naldy, Komisoner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kamser Lumbanradja mempertanyakan akusisi PT GMM oleh Bulog. Lantaran PT GMM dinilainya sebagai perusahaan “sakit”. “Jadi begini, pertanyaan kita kepada Bulog, mau diapakan sebenarnya PT Gendhis ini karena PT Gendhis ini belum bisa dong menstabilkan, wong dia sakit. Jadi, harus ditanyakan ke Bulog, PT ini mau dibuat jadi apa sih,” papar Kamser.

Kamser bilang, KPPU masih membutuhkan data yang jelas mengenai seberapa besar kemampuan produksinya dan penbgaruhnya terhadap stok cadangan gula nasional. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, baru dapat ditentukan efektif atau tidaknya pembelian saham pabrik ini dan apakah ada indikasi Bulog mencari untung sebesar-besarnya dalam bisnis gula.

Wakil Ketua Komisi VI Inas Nasrullah Zubir berpandangan sama. Bahwa Perum Bulog tidak layak mengakuisisi 70 persen saham PT Gendhis Multi Manis. Meski, ia meyakini pembelian tersebut melewati aturan yang berlaku. “Ini bukan permasalahan boleh atau tidak boleh membeli pabrik. Tapi pembelian saham ini berkaitan pada patut tidak patutnya Bulog membeli saham. Karena Bulog tidak patut melakukan hal ini,” ucap Inas.

Menurutnya, Bulog tidak perlu mengakuisisi saham pabrik gula, mengingat pemerintah memiliki PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang khusus menangani bisnis tersebut. “Tidak perlu Bulog mengurusi hal ini. Karena banyak PTPN yang dapat mengerjakan masalah ini. Apalagi, belakangan banyak PTPN yang akan ditutup. Nah, seharusnya mereka saja (PTPN) yang mengambil alih,” imbuhnya.

Ia pun meminta, Bulog tetap pada fokus utamanya sebagai Stabilisator pangan. “Kalau Bulog memikirkan hal lain maka mereka (Bulog) akan kehilangan fokus dari tugas pokok yang dimiliki,” ucapnya. (dtf/lin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *