“Event ini merupakan apresiasi kami atas supoort penuh para media massa. Karena itu, kami akan meneruskan kegiatan ini rutin setiap tahun. Karena di dalam acara ini mengandung pencerahan dan edukasi. Kalau perlu, tahun depan dikembangkan lebih besar dengan kategori foto award juga,” ujar Agus dalam sambutannya sebelum pengumuman pemenang di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (9/2).
BPJS Ketenagakerjaan, nilai Agus, adalah badan nonprofit. Artinya, tidak boleh mencari untung karena yang dikelola uang peserta program dan dikembalikan pada peserta sebagai manfaat. Kegiatan nonprofit ini merupakan tugas Negara. Sementara media punya tugas juga menyampaikan informasi pada masyarakat. Jadai perlu kerjasama.
“Karena itu, maka perlu terus sosialisasi dan edukasi untuk menyadarkan peserta khusunya dan masyarakata pada umumnya. Misal, semua program BPJS Ketenagakerjaan itu tidak semata mata wajib, tapi juga memiliki manfaat. Karena ada risiko ekonomi social pada kita di depan yang bisa datang sewaktu-waktu di mana pun dan pada siapa pun. Sehingga kegiatan ini menjadi bagian dari sosialisasi dan edukasi itu,” ungkap Agus yang mantan bankir.
Maka itu, lanjut Agus, program BPJS Ketenagakerjaan ini jadi wajib. Namanya wajib bisa dikesankan jadi beban.
Utamanya terkait adanya kewajiban membayar iuran. Agus menilai sebagai tantangan tentang bagaimana masyarakat mau bayar iuran karena pihaknya sudah memberikan manfaat. “Jadi itulah butuh media untuk menyampaikan pesan-pesan ini pada masyarakat. Agar peserta paham betul apa yang dibayarkan dengan yang kami berikan. Tapi juga implementasi di Negara lain perlu dikutip sebagai perbandingan dengan implementasi kita di Indonesia. Informasi program-program kami, kajian-kajian yang akan dilakukan, manfaat-manfaat apa. Masyarakat perlu tahu semua itu,” imbuhnya.
Ke depan, lanjut Agus, pihaknya sudah merubah konsep. Di mana ingin menarik manfaat yang ada di akhir ke depan, tanpa mengurangi haknya di masa datang. “Seperti programJaminan Hari Tua dan Pensiun, kami akan tarik ke depan agar menjadi manfaat lebih. Misalnya kerjasama dengan industry merchandise yang memakai kartu diskon. Sekarang kami pun sedang mengembangkan bentuk lain yang sejenis,” ujarnya.
Kemudian sosialisasi secara dini, seperti program video berisi tentang semua program dan manfaat pada anak-anak yang baru diluncurkan. Di Negara-negara maju, sambung dia, kesadaran risiko sosial sudah disosialisasikan pada anak-anak. “Bedanya di Indonesia, kalau masih anak-anak malah ditakuti-takut sama hantu. Sehingga waktu dewasa, kalau sendirian jadi ada rasa takutnya. Tapi kalau kita sosialisai jaminan sosial risiko sejak anak-anak, waktu dewasa dia akan takut bagaimana kondisi keluarganya ketika dia tidak bisa bekerja lagi,” tutupnya.
Ketua Panitia Jurnalis Award Wahyu Utomo mengatakan, alasan mundurnya pengumuman yang rutin dilakukan bertepatan dengan hari ulang tahun BPJS Ketenagakerjaan pada Desember, akibat antusiasme peserta yang banyak. Sehingga pendaftarannya diperpanjang. Terkumpul 56 tulisan dan disaring menjadi 36 kemudian diambil enam pemenangnya.
“Temanya tentang persiapan diri menjelang hari tua. Tema ini dipilih berangkat dari kondisi di penghujung 2015, di mana terjadi rush atau penarikan dana JHT secara besar-besaran pasca mendengarn Peraturan Pemerintah menyatakan, setelah sebulan dana JHT bisa diklaim kalau sudah berhenti kerja. Akhirnya PP ini dibatal dan kembali ke PP lama yang menyebut, klaim bisa dilakukan setelah lima tahun kepesertaan,” imbuhnya.
Aturan mainnya, sebut Wahyu, judul harus berkaitan dengan tema dan substansi. Panjang tulisan minimal 3000 karakter. “Nah banyak tulisan tema dengan substansi tidak nyambung. Begitu juga sebaliknya. Apalagi panjang tulisan pendek seperti berita,” rincinya.
Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja mengatakan, kompetisi ini diselenggarakan untuk mengajak para jurnalis dari berbagai daerah “Jumlah tulisan peserta terdiri dari berbagai media, baik cetak maupun online, yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia, antara lain Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Padang, Surabaya, Riau, Semarang, dan Kalimantan,” ungkap Utoh.
Dengan semangat yang sama, BPJS Ketenagakerjaan juga menyelenggarakan Blog dan twitter Competition di portal online detik.com dengan tema “Bahagia di Hari Tua” yang diperuntukkan untuk masyarakat umum yang penyelenggaraannya sampai dengan akhir Februari 2017 mendatang.
Semoga dengan terselenggaranya kompetisi-kompetisi ini, penulisan-penulisan terkait BPJS Ketenagakerjaan dapat lebih ditingkatkan lagi untuk menyebarkan pemahaman atas filosofi JHT itu sendiri dan agar kesadaran masyarakat pekerja di Indonesia untuk peduli dengan masa tua mereka dapat ditingkatkan. Dengan begitu, fungsi dari perlindungan JHT itu sendiri akan kembali pada sesuai dengan falsafahnya”, pungkas Utoh. (lin/wiy)
Adapun pemenangnya:
Juara 1: Edi Hardum, beritasatu.com, Jakarta, dengan tema “JHT Kembalikan ke Filosofinya, Pemerintah Jangan Tunduk Kepada Desakan Massa”.
Juara 2: Feril Nawali, Rakyat Merdeka Online, Jakarta, dengan tema “Pemerintah Mesti Perkuat Regulasi Jaminan Sosial, Biar Tak Ada Manula Terlantar”.
Juara 3: Dani Tri Wahyudi, indopos.co.id, Jakarta, dengan tema “Pengambilan JHT Utang Budi Ke BPJS Ketenagakerjaan”.
Juara Harapan 1: Erwan Mayulu, Jobs Media Online, Jakarta, dengan tema “Revitalisasi & Solusi Pengelolaan program Jaminan Sosial”.
Juara Harapan 2: Wahyu Atmaji, Suara Merdeka, Semarang, dengan tema “Program Jaminan Hari Tua dan Realitas Pekerja Kita”.
Juara Harapan 3: Prayitno, Radar Sampit, Kalimantan Selatan, dengan tema “Menjaga Esensi Program Jaminan Hari Tua”.